Bagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan.
Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...
Hujan deras mengguyur Ibu Kota. Kini, SMA Gemilang pun telah basah karena cairan bening tersebut. Tepat lima menit yang lalu, siswa-siswi meninggalkan sekolah tercinta, dikarenakan bel telah berbunyi.
Beberapa dari mereka masih ada yang menunggu hujan reda, seperti Riana. Ia memilih duduk di halte dengan tangan yang menyatu, kemudian ia gesekkan perlahan-lahan. Rambutnya berhamburan kala angin menerpanya. Dingin. Itu yang ia rasakan.
Dengan raut wajah memelas, ia merogoh benda pipih berwarna peach dari tasnya. Kemudian, ia menekan beberapa ikon, lalu menempelkannya di telinga. Riana menarik napas panjang, lalu dia hembuskan.
"Ck! Kak Daffin mana, ya?" Entah berapa kali Riana menelpon sang Kakak, tetapi sambungannya tak pernah tersambung. Ia pasrah, entah sampai kapan lagi Riana menunggu? sementara hari semakin sore.
Riana kembali mendengkus, memasukkan ponselnya ke dalam tas. "Udah sore, takut. Nyebelin banget sih kak Daffin. Katanya mau jemput, tapi, mana?" gumam Riana.
Riana mengedarkan pandangannya, berharap ada taxidi sekitarnya. Pandangannya jatuh pada mobil sport hitam yang kini sedang melaju. Matanya menyipit, merasa tahu siapa pengemudinya. Leon Anggara.
Lelaki sok jagoan, yang 'katanya' dilirik banyak wanita di SMA Gemilang. Riana menggigit bibir bawahnya sesaat, dengan ragu mengayunkan tangan kanannya sambil berdiri tegak.
Leon menoleh, menghentikan lajunya tepat dihadapan wanita jangkung berparas cantik tadi. Ia melangkahkan kakinya terburu-buru sambil memayungi kepalanya menggunakan tangan.
Riana tersenyum kikuk, badannya gemetaran. Salah tingkah karena salah satu scene drama Korea "I Am Not A Robot" terlintas dipikirannya: saat mereka sedang berduaan di bawah bentangan langit yang menangis, membuat bumi basah terguyur benda bening seperti kristal itu.
"Apa?" tanya Leon setelah berhasil beradu pandang dengan Riana. Lawan bicaranya tertunduk dalam, merutuki dirinya sendiri karena gegabah dalam bertindak.
Please, she shy.
"Maaf, Kak. Aku udah nelpon Kakak aku, tapi ... dia gak angkat," ujarnya gelagapan.
Leon mengernyit, menaikkan sebelah alisnya. "Terus urusan gue, apa?" Riana malu, pipinya memerah seperti Kepiting rebus. Ia berusaha tenang, menarik napas perlahan, setelah itu mendongak menatap manik hitam Leon sambil mengerucutkan bibirnya.
Kesal, tapi menyesal.
Kenapa pria yang satu ini sama sekali tak pengertian? Atau pura-pura tidak mengerti?
"Boleh numpang, gak? Sekali ini aja, deh." Riana memejamkan matanya, bersiap mendapatkan jawaban pedas dari Leon. Ini jalan satu-satunya agar Riana pulang. Lagipula, baru kali ini dia minta bantuan Leon.
But, please! Mereka belum kenal satu sama lain. Kejadian di kantin? Apa itu cukup untuk membuat Riana berani melambaikan tangannya dengan maksud meminta pertolongan?
"Numpang?" ulangnya. Leon sesekali menatap langit, hujan belum juga reda. Pandangannya beralih memperhatikan gerak-gerik Riana yang kelihatannya menggigil, menahan dingin. Leon juga tidak bodoh untuk tidak menyadari keadaan seseorang, dan dia tahu apa yang harus dilakukannya.
Leon melepas jaket abu-abunya, lalu menyodorkannya ke Riana. Sementara Riana, habis. Dia blushing. Menahan malu sekaligus menahan senyumannya karena salah tingkah.
"Kenapa jaketnya dilepas, Kak? Mau ngasih pinjam, ya?"
"Nama lo siapa?" Leon menurunkan tangannya yang sedari tadi menggantung di udara, merasa diacuhkan karena jaketnya tak Riana ambil. Sebenarnya, ini bukan jawaban dari apa yang Riana pertanyakan. Justru, pria itu malah bertanya balik.
"Riana, Kak. Boleh panggil Ria, Ana, atau Riana. Asal jangan Rian," jawabnya bersemangat. Leon tersenyum singkat, mendengar jawaban Riana yang menyita fokusnya. Leon mengangguk, segera memakaikan jaketnya ke punggung Riana.
Shit! Who wouldn't smile?
Riana membulatkan mata, ikut menoleh ke arah jaket yang tersampir di punggungnya.
"Terserah lo. Mau gue panggil Kepiting juga gak apa-apa, kan?" tanya Leon. Riana mengernyit menahan geram, segera memukul lengan Leon, walaupun tidak mengerahkan seluruh tenaganya.
"Enak aja." Dia memutar bola mata, tidak terima. "Apa hubungannya sama Kepiting, Kak? aku gak melihara Kepiting, kok. Beneran."
Leon melangkah, mendekati mobilnya. "Pipi lo merah. Kayak Kepiting rebus." Riana masih terdiam, memandangi Leon. "Mau pulang, gak? Naik!" teriaknya. Riana menyentuh pipinya, lalu berlari ke dalam mobil. Iya, bersebelahan dengan most wanted sekolah dengan perasaan campur aduk, mirip seblak.
You know seblak?
Leon segera melajukan kendaraannya, meninggalkan seseorang yang sedari tadi memperhatikan interaksi anak SMA masa kini tanpa Leon dan Riana sadari.
__
Leon Anggara
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Riana Maudy
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.