5. Sticky Notes

145 41 60
                                    

"Aku ke kantin duluan, ya. Kamu nyusul aja sama Nada." Anira mengangguk, lalu mengemasi barang-barangnya yang tidak biasa seperti kebanyakan wanita.

Anira malah membawa: lighstick, album, kipas dan perlengkapan K-pop lainnya. Bisanya cuma gosipin Oppa sambil fangirlingan.

Riana berjalan santai, menikmati semilir angin yang nenerpanya. Langkahnya terus melaju sampai kantin. Matanya berotasi, mencari kursi yang cocok untuk dia duduki.

Riana memilih duduk di sudut ruangan. Tak lama setelah itu, kedua sahabatnya mendekat sambil membawa tiga mangkuk mie ayam.

"Ria, kalau mie-nya dingin suka gak enak. Udah dulu main ponselnya!" Nada mengomel untuk yang pertama kalinya, menatap Riana yang kini mengerucutkan bibirnya sambil menyimpan ponsel.

"Kantin rame banget, ya. Bising gini," ujar Anira sembari melirik sekeliling.

"Ya gak rame gimana? Setelah belajar beberapa jam, pasti menguras tenaga. Pas banget kalo langsung nyari makan," jawab Riana asal.

-

"Yo, gimana? Udah cari tahu?" Dua lelaki berseragam SMA terlihat lelah di belakang gedung sekolah. Mereka terduduk disebuah meja panjang yang sudah tak terpakai. Zio menepuk keningnya dengan telapak tangan, kemudian mengambil kertas yang telah terlipat dari saku bajunya.

"Gue lupa mau laporan. Ini tuh ditulis dia sendiri," ujar Zio menunjuk kertas itu, sadar dengan perubahan raut wajah Leon. Pria itu mungkin heran, bagaimana cara Zio sehingga Riana mau menulisnya sendiri?

"Iya dah, pokoknya gue berhasil. Dengerin, gue mau baca." Zio berdeham, lalu menyugar rambutnya ke belakang menggunakan jari tangannya. Berkagak sok cool.

"Riana Maudy, aku lahir di Jakarta yang gak akan aku kasih tahu tanggal dan tahunku lahir. Banyak hobi yang sering aku lakukan, contohnya mandangin cowok ganteng lagi minum air. Tapi di Gemilang juga banyak cogan, jernihin mata banget–"

"Udah sini. Gue yang baca." Leon menyambar kertas tadi dari tangan Zio, dengan ekspresi datar namun menyebalkan di mata Zio.

"Gue ke kelas, lo boleh ngobrol sama tembok. Pacaran juga gak masalah," ucapnya lempeng. Zio berdecak, menjitak kepala Leon sehingga pria itu agak terkikik sambil melindungi kepalanya menggunakan kedua tangan.

Leon hengkang, hendak pergi menuju kelasnya. Setelah benar-benar sampai, ia mendudukkan diri di kursi, kemudian memejamkan matanya dengan bayangan Riana yang terus hinggap dipikirannya.

Sulit, namun terasa aneh.

-

"Gue udah kenyang! Cepet ke kelas!" Nada berteriak, membuat perhatian seisi kantin tersita olehnya. Anira hanya cengengesan, lalu menginjak kaki Nada. Nada mengaduh pelan, cemberut sambil mentap Anira. Riana yang merasa malu segera menarik tangan kedua sahabatnya, meninggalkan kantin.

Mereka mendudukkan diri di kursi dalam kelas. Riana bersebelahan dengan Anira, sedangkan Nada duduk di depan mereka bersama Anin. Riana menenggelamkan kepalanya pada tangan yang telah terlipat di atas meja. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya.

Anira mendelik melihat gerak-gerik Riana sedari tadi. Ia menepuk bahu Riana pelan. "Lo kenapa? Mikirin cowok ganteng, ya?!" tebaknya yang tidak sepenuhnya salah.

"PMS kali, lo itu dari tadi gak diam," oceh Nada. Riana menggeleng, tak menanggapi mereka yang nyeroscos menyerupai petasan.

"Eh, kemarin gue lihat kak Leon, deh. Di halte, sama ... cewek." Riana membeku, nyaris menegang mendengar ucapan Anira. Dia celingukan, salah tingkah, entah harus bereaksi bagaimana.

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang