28. Asam Urat

43 9 17
                                    

"Kak Leon nyebelin, hapus gak?" Riana kembali kesal.

Melihat ekspresi kesal Riana membuat Leon semakin semangat mengerjai. Dia suka Riana yang manis, apalagi ketika sedang marah seperti barusan. "Hapus apaan, Ri?" Leon pura-pura tidak tahu. Ponselnya dia perlihatkan ke Riana, tampak foto Leon dengan temannya yang sedang tertawa lepas.

Posisinya sama seperti sekarang. Riana memandang layar ponsel Leon, kemudian menatap mereka bergantian. Mampus, dia salah tingkah karena kegeeran mengira Leon memotretnya. Jadi, mereka lagi selfie?

Leon menurunkan tangannya, lalu menggulir layar ke foto sebelumnya. Di sana ada Riana yang sedang berdiri sambil menggigit jari telunjuknya. Mulai detik ini, Riana jadi favoritnya Leon, dia tersenyum samar memandang foto itu tanpa sepengetahuan Riana.

Ternyata, dia memang memotret Riana. Akalnya sangat cerdik kalau tentang jahil-jahilan. Leon berhasil membuat Riana gugup, dan dia juga sukses mengundang tawa teman-temannya.

Riana mencengkram roknya, membuat Argi berteriak. "Anjir, awas adegan dewasa!" dia menggoyangkan bahu Darel yang sekarang menjitak kepala Argi. "Gar, parah. Suruh main sinetron aja!"

Roknya hanya tersingkap sedikit, hanya sampai atas lutut saja. Argi-Nya saja yang berlebihan, kan? Dia masih heboh mencolek orang di dekatnya satu-persatu. Sampai yang terakhir terhenti karena Leon menatapnya tajam.

"Iya atuh Gar maaf. Jangan marah-marah mulu, entar mirip Kudanil," mohonnya memelas. Dia kembali duduk, mencebik karena tatapan Leon sangat menusuk. "Raf, bantuin gue, anjir. Lo jangan ngopi mulu, perut karet emang!"

Riana yang melihat itu sedikit tersenyum, dia sedikit memiringkan kepalanya setelah menyadari Argi menyebut Leon dengan panggilan 'Gar'. Riana lupa lagi kepanjangan nama Leon. Kalau tidak salah, Leon memberitahunya saat pertama kali mereka kenal, waktu Leon berkelahi di kantin.

"Kak, 'Gar' itu apa, ya? Ria lupa lagi." Riana menatap Argi yang baru saja di-bully Rafi. Sebenarnya dia tidak enak bertanya demikian, apalagi di depan cowok-cowok famous seperti mereka.

Argi diam sejenak. "Oh, Gar itu garnier," jawabnya asal.

Yang lain tertawa, kecuali Leon dan Keano. Humor mereka sereceh itu, padahal tidak terlalu lucu. "Babang Gara jangan marah, atuh. Kan aku takut!" ucap Darel geli sendiri. Tangannya mengepal, memukul-mukul pundak Arion.

"Geli, anjir. Lo alay gini habis makan apaan?" sinis Arion. Dia menepis lengan Darel, membuat sang empunya meringis pelan. "Argi lebih enak sebut Anggara daripada Leon." Arion menatap Riana datar.

Riana mengangguk-angguk sambil ber-oh ria. Dia jadi penasaran kenapa ketika awal bertemu, Leon sudah berkelahi. Apalagi posisinya mereka berada di kantin yang ramai dikunjungi anak SMA.

"Ria boleh panggil Gara?" Riana menatap Arion.

Leon menegak, dia mengalihkan semua pandangannya ke wajah Riana. Sedikit terkejut karena tanggapan Riana yang tidak dapat orang lain tebak. Arion menganga, malah geleng-geleng kepala. "Tanya orangnya, noh. Gue gak bisa jadi Gara, udah takdirnya hidup sebagai Arion Zaky."

"Tenang aja, di SMA ada penerus Leon. Mau tahu, enggak?!" Zio menaik-turunkan alisnya, khas orang sedang menggoda.

"Si Luqi?" tebak Darel. Zio menggeleng, membuat Darel mengetuk dagunya memikirkan lagi siapa orang yang dimaksud Zio. "Rigo?" tanyanya lagi.

"Si Onew, kali. Tuh anak kerjaannya baku hantam mulu, sekali masuk IGD gak ada kapoknya!" Argi ikut menebak.

"Monyet! Tebakan kalian salah semua. Yang bener mah...."

RL's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang