Apa ini? Tuhan, aku tidak ingin seperti ini. Kenapa rasanya berbeda, dia sudah membuatku jatuh. Tepatnya, jatuh cinta sendiri.
~Riana Maudy
.
.Pelajaran terakhir telah selesai, ketiga teman Riana berpamitan untuk pulang duluan, sisa Riana di dalam kelas. Dia belum minat pulang, ada beberapa materi yang belum sempat dia catat.
Tangannya masih sibuk menari di atas buku, pikirannya hanya fokus untuk tugas hari ini. Itu caranya berkonsentrasi, kan?
Di kelas benar-benar sudah sepi, hanya Riana sendiri yang duduk di sana. Ketika dia masih menulis, tanpa sepengetahuannya seorang lelaki masuk dengan kresek bertuliskan Alfamart.
Dia meletakkannya di atas meja, disusul keterkejutan Riana. Riana memandang Leon sebentar, kemudian menatap kresek tadi bergantian.
"Apa?" tanya Riana ketus.
Leon terkekeh pelan, "Lo belum makan apa-apa, kan?" dia menyandarkan dirinya ke meja sebelah kiri Riana. "Gak pegel, nulis terus?" tanya Leon.
Sementara di depan Leon, Riana hanya sibuk mencatat materinya. Leon pikir, Riana masih kesal karena Leon meninggalkannya di rumah Leon.
"Maafin gue," katanya pelan.
Riana mendongak, kemudian tersenyum kecut. "Iya." Riana menulis lagi. "Makasih, kak." tangannya beralih mengambil makanan dari Leon, kemudian membuka satu roti.
Leon mengangguk, kemudian membereskan buku-buku yang berantakan di atas meja. Riana menekuk wajahnya, tidak terima bukunya dibereskan.
"Belum selesai, ih!" Riana menahan buku yang Leon angkat, membuat Leon dan Riana bertatapan beberapa detik. "Balikin!" dia menarik tangannya, sedikit salah tingkah.
"Pulang aja," Leon memasukkan segala peralatan belajar Riana ke dalam tas. Sukses mempertahankan kekesalan Riana. "Mau hujan, gue bawa motor." katanya.
Riana menggeleng, "Aku dijemput aja, gak usah repot-repot. Makasih." Riana berdiri, namun tangannya berhasil Leon tahan.
"Apa lagi?"
Leon melirik kursi dan Riana bergantian, membuat Riana bingung. "Rok punya lo...." Leon menunjuk rok belakang Riana.
Riana menatap kursinya, kemudian melotot sambil menutup mulutnya yang menganga dengan tangannya. Sepertinya, Riana datang bulan, pantas saja sebelumnya dia selalu lemas.
"Gimana, dong, kak?!" wajah Riana memerah, malu sendiri karena Leon terus menatap kursi Riana. "Jangan dilihatin terus, kursinya!" ekspresi Riana saat ini sungguh imut, Leon tidak tahan melihatnya.
"Gimana apanya?" Leon menatap Riana heran, kemudian duduk di atas meja. "Itu, paha lo berdarah, Kena paku?" menyebalkan sekali, Leon ternyata tidak mengerti.
Riana menarik napas lega, kemudian menyatukan kedua telapak tangannya sambil mendongak menatap Riana.
"Bantuin Ria, dong, kak." ucapnya sedikit menunduk. "Boleh pinjem jaket kamu?" Riana terlihat malu, walaupun Leon belum mengerti, tapi beberapa menit ke depan dia akan mengetahuinya.
Leon mengangguk, lalu mengeluarkan jaketnya dari dalam tas. Tangannya bergerak, melingkarkan jaketnya ke pinggang Riana.
Melihat itu, Riana tersenyum samar. Dia terus meneliti wajah Leon, dia ... ganteng.
Riana menyentuh dadanya, berharap Leon tidak mendengar debaran jantungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
JugendliteraturBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...