Riana menyengir sambil menggeleng. "Lagi nyamar jadi sendal, hehe," jawabnya asal kemudian berlari pergi.
Pelariannya setelah ketahuan--yang katanya menyamar jadi sendal-- saat ini adalah kantin. Untung saja rumah Riana tidak terlalu dekat dan tidak terlu jauh juga dari sekolah, sehingga Riana masih ada waktu untuk masuk pelajaran.
Mungkin, Leon masih berjalan jauh di belakangnya karena sampai saat ini belum nongol juga. Dengan langkah santai, Riana masuk ke dalam kantin tanpa menengok sana-sini. Matanya hanya menatap lurus!
Beberapa langkah lagi sampai ke meja sebelumnya, namun dia malah berdiri mematung sambil menghentikan langkahnya. Riana terkejut melihat banyak lelaki yang beberapa diantaranya ia kenali.
Yang lebih membuat Riana bingung adalah raut wajah masing-masing dari mereka. Tak ada obrolan seru atau setidaknya tersenyum dan tertawa layaknya kumpulan remaja ketika bersama. Mereka hanya menunduk dalam, kecuali orang paling ujung yang sedang memandang ponselnya dengan memasang ekspresi andalannya. Siapa lagi kalau bukan Keano?
Riana menggigit bibir bawah, memejamkan mata sejenak sebelum menarik nafas dan melangkah mendekat. Suara tarikan kursi terdengar nyaring, mereka kompak mendongak menatap Riana sambil mengerjapkan matanya.
"Ke...kenapa?" Riana mendadak gugup. Cara duduknya tidak sesantai biasanya, punggungnya menegak dengan tangan yang berkeringat dingin di balik meja. "Kalian gak apa-apa? Ri...Ria punya salah, ya sama kalian?" tanyanya lagi.
Mereka semua menggeleng pelan, anehnya sangat kompak seperti sudah berlatih selama beberapa hari. "Riana, gue yang harusnya tanya kayak gitu sama lo. Lo marah sama gue?" tanya Anin ragu-ragu. Dia sedikit menunduk tak berani mendengar jawaban dari Riana. "Kalau lo marah, gue minta maaf. Hal semacam ini sama sekali gak pernah tercatat dalam rencana gue sebelumnya."
Di sebelahnya, Anira dan Nada membatin kagum dengan Anin yang langsung bertindak cepat sebelum semuanya semakin runyam.
Tidak semua orang berani mengungkapkan kesalahan dan meminta maaf langsung di depan banyak orang. Banyak diantara mereka yang bergengsi besar sampai membelakangkan kesalahan.
Sementara itu, enam lelaki di sekelilingnya sudah memasang telinga dan mata untuk menyaksikan kejadian yang sudah mirip sinetron ini. Argi beberapa kali melirik Zio dan Keano, memberi tatapan seperti bertanya sekarang harus bagaimana?
Pertanyaan dari Anin tadi membuat Riana diam. Bola matanya bergulir tak tentu arah, entah apa yang dipikirkan olehnya sekarang. Jangan lupakan kegugupannya yang kian menjadi, tangannya sudah berhasil membuat roknya kusut akibat cengkraman kuatnya.
"Kamu kenapa, sih? Maksudnya minta maaf itu apa? Ria gak ngerti, bisa jelasin?"
Nada mendongak, membulatkan matanya tak percaya. Mereka menarik nafas lega karena ternyata dugaan mereka melenceng. Sepertinya, Riana tidak mendengar obrolan panjang antara Nada, Anin dan Nira di depan kamar mandi tadi.
"Ri, seriusan gak apa-apa?" tanya Darel memastikan. "Lo gak kepeleset terus tiba-tiba amnesia, kan?"
Riana berdecak sebal. "Enggak, lah! Apanya yang amnesia?!" suasana tidak secanggung tadi, senyum Rafi juga merekah dibandingkan dengan ekspresi was-wasnya tadi.
"Atau, lo tiba-tiba dikasih kiss sama Putri Duyung sampai lupa ingatan?" timpal Arion sedikit ngawur. "Itu gak terjadi, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RL's Story
Teen FictionBagaimana jika hidupmu dipenuhi dengan misteri? Sama seperti Riana Maudy yang berhari-hari kebingungan karena mendapat notes aneh, dan itu kerap terjadi semenjak bertemu dengan pria menyebalkan. Sudah berapa notes yang dia temukan? Riana pun malas...