Prolog

664 64 31
                                    

Kasih saran dan kritikannya dong

Kalau ada yang typo koment ya biar bisa langsung diperbaiki. Kadang Mars suka hilaf hehe

Vote dan koment ❤

***

Sebuah pena menari-nari di atas kertas bergaris. Menulis beberapa angka untuk memecahkan soal matematika. Aletha suka matematika, ia lebih mencintai Matematika daripada Fisika apalagi Kimia yang harus berpikir tingkat tinggi. Huft.

"Lo ga bosen apa belajar mulu? Pala lo bentar lagi berasep tuh!" Celetuk Revan yang menatap wajah Aletha dengan tatapan dalamnya. Aletha memiliki mata manik yang teduh berwarna abu, hidungnya yang mancung, wajahnya yang mulus, dan terlihat sangat ... cantik dan sempurna. Apalagi dia pintar dan juga sering mendapatkan ranking 1 di kelasnya.

"Gue liat soal matematika aja eneg banget pengen muntah." Revan menaikan kepalanya menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul delapan malam.

Mereka sedang berada di ruang tamu rumah Aletha, masih dalam keadaan memakai seragam sekolah. Ketika sepulang sekolah, Revan memang meminta Aletha untuk mengajarinya soal Matematika. Namun kini Revan justru malah bermalas-malasan.

"Lo 'kan yang minta gue ngajarin Matematika, sekarang lo malah tidur mulu," ucap Aletha dengan tatapan yang masih terfokus pada bukunya.

"Rumah lo adem banget sih, makin betah aja gue tinggal disini." Revan menyenderkan punggungnya di sofa ruang tamu dengan santai.

"Bilang aja lo pengen deket-deket gue, nggak inget punya rumah lo?"

"Rumah gue sama lo 'kan berhadapan, kalo gue kangen sama rumah gue, tinggal kepeleset juga nyampe." Bukan Revan namanya kalau tidak banyak alasan. Cowok pernampilan badboy itu selalu punya seribu alasan untuk bisa mengunjungi rumah Aletha, kapanpun ia mau.

Aletha menghentikan aktivitasnya, ia menaikan kepalanya dan menyenderkan punggungnya di sofa.

Semenjak kepergian papa dan mama Revan, Revan tinggal bersama paman dan bibinya yang begitu baik kepadanya. Dan semenjak saat itu juga Revan pindah rumah, dan rumahnya ada di depan rumah Aletha. Makin gila aja tuh bocah!

Dulu pernah ada cewek yang nanya soal hubungan Aletha dan Revan yang terlihat sangat akrab. Dan dulu cewek itu pernah nanya gini, "Kok sama mantan sahabatan?"

Terus Revan jawab dengan percaya diri, "Sahabatan sama mantan? Kenapa nggak?" tanyanya, "Udah jadi mantan bukan berarti ga boleh temenan 'kan?" Dan seketika cewek yang nanya itu pun langsung terdiam.

Yap, Aletha emang nggak pernah mempermasalahkan hal itu. Setiap hari Revan selalu jahilin Aletha, mereka selalu bareng, bahkan Revan nggak keberatan kalau mesti setiap hari nganterin Aletha ke gramedia cuma buat nyari buku soal-soal UN. Revan sih males kalau berurusan sama buku, tapi Aletha nggak.

"Jalan-jalan yuk!" ajak Revan dengan nada pelan sambil menatap langit-langit ruang tamu rumah Aletha.

"Kemana?" tanya Aletha sambil menatap langit-langit rumahnya. Ia merasa lelah dan memutuskan untuk beristirahat sejenak.

"Ke hati lo, ckck." Revan terkekeh sambil tersenyum miring. Sekilas ingatan tentang masa lalu dirinya dan Aletha kembali menghantui pikirannya. "Lo nggak mau cari gebetan gitu?"

"Kenapa emang?"

"Nggak, just a question."

"Sok Inggris lo!" Aletha tersenyum miring.
   
Revan bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur. "Mau ngapain lo?" tanya Aletha yang melihat Revan berjalan ke dapur.
    
"Mau cari makanan." Revan membuka kulkas. Dan Revan melihat ada sosis didalamnya. "Wihhh ada cocis," ucapnya dengan nada anak kecil.
    
"Kalo mau ambil aja."
    
"Nggak ah, masa cowok makan sosis."
    
"Ga usah ngeres, bego!"
    
Revan hanya menyengir, cowok itu memang sengklek dan tak tahu malu. Orang tua Aletha juga mengenal Revan dan Revan akrab dengan mereka. Revan memang mudah akrab dengan seseorang bahkan ia tidak pernah malu sekalipun.
    
Bermain di rumah Aletha juga sering di lakukan. Mulai dari bermain Play Station dengan Gio, menjahili adik Aletha--Alika, kadang membantu Tania--Mama Aletha memasak, dan segala kegiatan lainnya selagi Revan berada di rumah Aletha.
Revan juga sudah mengetahuinya, dirinya dan Aletha mustahil untuk bersama. Putus-nyambung sudah mereka lakukan sejak dulu, Revan tak mau dirinya mengulang kembali, meski sebetulnya Revan tidak bisa melupakan Aletha. Entah tarikan magnet dari mana, Aletha sulit dilupakan baginya.
    
"Kenapa sih lo itu selalu susah buat gue lupain?" gumam Revan dengan nada pelan sambil menatap Aletha yang kini sedang membuka lemari kecil yang menempel di dinding dapur, Aletha hendak mengambil mie namun ia tiba-tuva menghentikan tindakannya.
    
"Hah?" Aletha menoleh ketika Revan mengucapkan sesuatu.
    
"Lo harus bisa move on dari gue, Tha. Walaupun kita sahabatan, gue ga mau lo nutup hati lo buat orang lain." Aletha terdiam sambil menatap mie instan yang ia genggam. "Belajar buat lupain gue dari sekarang ya," lanjut Revan.
    
Aletha tersenyum miring, kenyataan yang pahit, tapi harus ia lakukan. Yaitu melupakan Revan dengan perlahan.

✏✏✏

TBC

NEXT? koment!

Vote dan Koment

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang