Chapter 7: cemburu

203 37 13
                                    

Happy reading....

Tentang waktu yang seolah ingin terus membuatku cemburu. Aku berusaha menghindar, namun kenapa takdir justru malah mempertemukanku denganmu dalam keadaan yang tak benar-benar berseteru.

***

Revan dan gadis itu duduk di sebuah kursi yang letaknya agak jauh dari kursi Aletha dan Arsen. Dan Aletha merasa sangat bersyukur, semoga saja Revan tidak menyadari bahwa Aletha ada disini bersama Arsen.

"Lo kenapa?" tanya Arsen yang melihat raut wajah Aletha berubah.

"Hah? Nggak kok, gue cuma kedinginan aja." Aletha beralasan lagi.

"Ohh gitu, mau pulang sekarang atau nunggu hujan reda?" tanya Arsen.

"Pulang sekarang aja deh."

Arsen mengangguk, lalu Aletha dan Arsen segera bangkit dari kursi, tak lupa Arsen meletakan dua selembaran uang seratusan di atas meja cafe, lalu meninggalkannya.

Jangan kira Revan tak melihat Aletha. Revan melihat Aletha bersama Arsen di cafe itu. Revan merasakan cemburu lagi. Mengapa takdir selalu mempertemukan dirinya dengan Aletha ketika Revan hendak melepaskannya? Kenapa? Kenapa semuanya seolah tak berpihak untuk saling melupakan?

"Hmm, Kak? Kakak dari tadi liat apa sih? Kakak gak mau pesen minuman?"

Pertanyaan Marsya membuat Revan menoleh, "Hah? Eh iya, lo mau pesan apa?" tanya Revan.

"Cappucino," pesan Marsya.
Revan jadi teringat kopi kesukaan Aletha, yaitu cappucino. Biasanya Aletha selalu memesan kopi itu setiap kali pergi ke cafe coffee bersama Revan.

Marsya, kenapa lo sama kayak Aletha? batin Revan.

"Ya udah, lo tunggu bentar ya." Revan melambaikan tangannya ke pelayan cafe. "Cappucino dua ya," pesan Revan kepada pelayan cafe.

Pelayan cafe itu pun mengangguk lalu meninggalkan Revan dan Marsya. Sambil menunggu pesanan Revan mengobrol dengan Marsya, mulai dari hal kecil seperti hobi Marsya dan sebagainya.

Ternyata Marsya juga mempunyai hobi yang sama seperti Aletha. Yaitu hobi membaca novel, namun Marsya tidak suka menulis novel, hanya sebagai pembaca saja katanya. Dan masih banyak hal lain yang Revan dan Marsya bicarakan. Sehingga pesanan mereka pun sudah sampai.

✨✨✨


Aletha berjalan memasuki rumahnya, disana ada Tania dan Alika sedang menonton televisi di ruang tamu.

"Assalamualaikum, Mah. Aletha pulang!" Teriak Aletha ketika baru saja memasuki rumahnya.

"Wa'alaikumsalam, nggak bareng Revan?" tanya Tania.

"Nggak, bareng sama Arsen." Aletha langsung duduk dan punggungnya menyender ke sofa disamping Tania.

"Kok gitu? Biasanya kamu bareng Revan, kok sekarang bareng Arsen?" Tania duduk sambil menatap Aletha. Tania tampak heran.

"Nggak, Mah. Lagian 'kan Revan udah ada yang baru, ga mungkin sama aku terus," jawab Aletha dengan malas, sebenarnya Aletha sudah malas jika Tania terus menanyakan berbagai hal mengenai Revan.

"Siapa?" Tania tampak penasaran. "Kok Revan gitu ya."

"Aletha juga nggak tau siapa. Mama kok jadi kepoan gini sih?" Aletha mengerutkan keningnya.

"Ya jelaslah, Mama kepo sama cewek barunya Revan. Biasanya 'kan Revan selalu bareng kamu, sekarang mendadak kamu sama orang lain, Revan juga." Tania kembali menyenderkan punggungnya ke sofa.

"Mama cemburu liatnya Revan sama cewek lain dibandingkan sama kamu. Mama lebih seneng kalau Revan sama kamu," lanjut Tania.

Aletha langsung bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk tegap sempurna. "Kok jadi Mama yang cemburu sih? Seharusnya 'kan aku yang cemburu. Terus juga kenapa Mama ngedukung banget aku sama Revan? Lagian 'kan aku sama Revan udah mantan Mah, malulah kalo barenh terus. Nanti disangkanya kita ga bisa move on."

Tania menatap Aletha dengan lekat. "Mama yakin Revan adalah cowok yang baik buat kamu. Dia ramah, humoris, dan sopan sama Mama. Apalagi dia mandiri banget dan tangguh walau orang tuanya udah nggak ada. Mama yakin dia yang terbaik buat kamu," ucap Tania.

"Tapi... aku nggak suka sama Revan, aku suka sama Arsen, Mah." Aletha tampak mengucapkannya dengan hati-hati.

Tania menaikan sebelah alisnya. "Kamu suka Arsen? Sahabat kecil kamu itu?" tanya Tania yang dihadiahi anggukan dari Aletha. "Mama ga setuju kalau kamu sama dia," sergah Tania.

Aletha membulatkan matanya, "Kenapa Mah? Kok gitu? Jelas-jelas Arsen lebih ganteng daripada Revan, Arsen juga rajin, baik, dan ramah," balas Aletha dengan nada rendah. Aletha berusaha untuk tetap bersikap sopan kepada Tania.

"Mama nggak suka aja sama Arsen, Mama lebih seneng kamu sama Revan."

Aletha menghela napasnya. "Mungkin Mama emang belum akrab aja sama Arsen. Aletha sama Arsen punya banyak kesamaan, Mah. Mama tahu 'kan kalau banyak persamaan bisa kemungkinan itu jodoh?"

"Teori dari mana itu?" Tania menyilangkan tangan di dada. "Buktinya dulu Mama anak yang rajin, Papa kamu nakal, tapi buktinya kita yang beda aja berjodoh. Nggak semua kesamaan seseorang itu bisa berjodoh, Nak."

Aletha menjadi bungkam. Tania memang jago berkata-kata. Setiap kali Aletha berpendapat, pasti Tania lah yang akan menang. "Ya udah terserah Mama deh, intinya aku suka Arsen."

Aletha bangkit dari duduknya, namun sebelum pergi meninggalkan Tania, Aletha menyomot kue kering yang tersedia di meja ruang tamu. Lalu akhirnya ia berjalan menuju kamar.

"Jangan lupa makan Nak!" Teriak Tania kepada Aletha.

"Iya Mah."

Sesampai di dalam kamar, Aletha membuka ponselnya lalu membuka grup yang isinya adalah Bella, Anggun, dan Aletha.

Aletha: Mama gue nggak suka gue deket sama Arsen.

Anggun: Lah kok bisa? Terus mama lo seneng lo deket sama siapa?

Bella: Mungkin Mama lo belum kenal sama Arsen, makanya dia ga suka

Aletha: Mama gue lebih suka kalau gue sama Revan. Mungkin gara-gara Revan sering kerumah gue dan ngobrol sama Mama, jadi Mama udah nyman aja sama kedatangan Revan.

Anggun: Semua keputusan ada di tangan lo, Tha. Kalau Mama lo nggak suka Arsen, tapi lo suka Arsen, itu keputusan lo. Kita disini cuma bisa saling dukung

Bella: Jalanin dulu aja lo sama Arsen, apapun nantinya

Aletha menghela napasnya. Dirinya merasa bingung. Ketika dirinya bersama Revan, memang Aletha merasa nyaman. Namun disisi lain Revan menyuruhnya untuk belajar melupakan. Sedangkan Tania menyuruh dirinya untuk tetap mendekat. Aletha harus bagaimana?

Kadang lebih sulit menentukan pilihan daripada jawaban, ataupun sebaliknya.

Aletha berjalan menuju balkon. Aletha melirik ke balkon rumah Revan, tidak ada Revan di sana. Kemungkinan pemuda itu belum pulang.

Beberapa menit kemudian, Aletha melihat motor ninja merah milik Revan mendarat di pekarangan rumahnya.

Perlahan Revan melepaskan helm dari kepalanya lalu mengacak-acak rambutnya yang berantakan dan sesekali melirik kaca spion motornya.

Aletha ingat tadi pagi Aletha menyuruh Revan untuk mencari gebetan baru. Mungkin itu sebabnya tadi Revan bersama gadis lain selain dirinya.

Huh, Aletha yang menyuruh, Aletha juga yang cemburu.

✨✨✨

TBC


Jangan lupa tekan ikon berbentuk bintangnya yakk dan komen

Next?

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang