Happy reading...
Aletha berhasil memasuki kamarnya dengan cara mengumpat-umpat dan berjalan perlahan menaiki anak tangga. Aletha hanya takut Tania keluar dan mengetahui kalau Aletha baru pulang malam-malam.
Aksinya benar-benar luar biasa. Untung saja Alika sudah tidur, dan beruntung Aletha bisa berhasil memasuki kamarnya.
Aletha bernapas lega dan duduk di pinggir kasurnya. Sesekali ia menatap balkon di seberang sana. Revan belum juga terlihat. Lampu kamarnya belum juga padam. Biasanya jika pemuda itu tertidur, pasti selalu mematikan lampu kamarnya.
Celah cahaya kembali memasuki kamar Aletha yang gelap. Aletha memang sudah biasa mematikan lampu kamar dan hanya menyalakan lambu tumblr berwarna pink-putih.
Gio memasuki kamar Aletha dengan hati-hati, takut Tania mendengarnya.
"Cerita sama gue kanapa lo bisa nangis kayak tadi?" tanya Gio yang ikut duduk disamping gadis itu.
Aletha memeluk tubuh Gio yang kekar itu. Kakaknya memang terlihat goodboy, namun siapa sangka ia mempunyai perut kotak-kotak dan dada bidangnya yang kekar, membuat siapa saja yang melihat Gio membuka baju, pasti akan jerit-jerit histeris.
"Kak, tadi aku diculik." Ucapan Aletha sontak membuat Gio melotot dan langsung melihat kearah Aletha.
"Hah?! Kok bisa?"
"Ish ngomongnya jangan kenceng-kenceng!" Aletha menatap Gio dan melapaskan pelukannya.
"Maafin gue kak, ini bukan kemauan gue. Entah kenapa gue lagi makan kembang gula ada orang yang bungkam mulut gue. Gue ga tau itu siapa, dan gue dibawa keruangan ujung lorong dan serem banget." Keluh Aletha.
Gio mendengarnya dengan perasaan tak percaya. Tapi Gio melihat sekujur tubuh Aletha baik-baik saja. Alhamdulillah. Namun pandangan Gio kembali melotot melihat pergelangan tangan Aletha terdapat luka lecet.
"Apa ini? Siapa yang berani ngelukain tangan lo?" tanya Gio yang langsung meraih pergalangan tangan Aletha.
"Ini luka karna ikatan penjahat tadi."
"Gue ambil obat ya." Gio hendak mengambil obat, namun Aletha menahannya.
"Ga usah kak, biarin gue aja yang urus. Yang jadi permasalahan, Revan tadi babak belur dan gue ga tau keberadaan dia sekarang gimana. Gue khawatir. Tadi dia marah besar sama gue, mungkin karna gue selalu membawa masalah buat dia. Gue bener-bener kecewa, gue ga tau kalau dia akan semarah itu."
Gio bisa melihat tatapan Aletha begitu berbeda. Tatapannya berbinar sedih, matanya benar-benar sebam. Sekilas Gio melirik kearah balkon kamar Revan yang masih terlihat terang benderang.
"Gue tau lo khawatir banget. Sekarang lo baru ngerasain kehilangan kan? Lo nyesel kan? Selama ini lo selalu benci sama Revan. Sekarang dia mendadak hilang dan lo baru nyariin?"
Bukannya mendapat semangat, Aletha malah disembur siraman nasihat dari Gio.
"Ketika kehilangan seseorang baru merasakan betapa berharganya kehadiran seseorang yang dimatanya tak pernah berarti. Kadang penyesalan memang selalu datang terakhir. Dan lo baru merasakan hal itu."
Aletha terdiam dan tak berkutik.
Sedetik kemudian baru membuka suara. "Terus gue harus gimana?"
"Besok gue bantu lo buat cari dia. Gue yakin dia pasti ketemu."
Aletha tersenyum, lalu memeluk Gio untuk kesekian kalinya. Terkadang Gio memang menjadi tameng Aletha ketika Aletha benar-benar merasa dirinya rapuh dan membutuhkan kehadiran seorang kakak.
"Kak, kalo lo udah nikah. Siapa yang bakal jadi penyemangat gue? Siapa yang bakal meluk gue disaat gue terluka? Gue takut rindu moment ini. Tolong, jangan pergi terlalu jauh. Tolong jadiin gue adik lo yang lo sayangi," ucap Aletha dengan setetes air mata yang membasahi pelupuk matanya."Bang kalo lo nikah, angkat gue jadi anak lo ya?"
Gio melotot. "Jadiin babu lebih pantes kayaknya."
✨✨✨
Waktu untuk belajar Ujian Nasional tersisa dua hari lagi. Namun Aletha belum sama sekali mempersiapkannya dengan matang. Dua minggu lalu banyak sesuatu yang menimpanya. Bahkan kemarin saja Revan baru saja membencinya.
Hari ini Aletha dan Gio memutuskan untuk ke rumah Revan. Hendak mencari keberadaan cowok itu dan memastikan apakah pemuda itu ada dirumahnya atau tidak.
"Kemarin pulang jam berapa? Mama denger kamu pulang jam sembilan dan langsung tidur."
Tania memasuki kamar Aletha tanpa mengetuk pintu membuat Aletha yang tengah menatap dirinya dicermin langsung terkejut melihat kehadiran Tania.
"Eh Mah-- Aletha emang pulang jam sembilan kok, hehe." Ucap Aletha berbohong.
Melihat penampilan Aletha yang rapi, Tania menjadi bertanya-tanya. "Sekarang mau kemana?"
"Sekarang aku sama kak Gio mau pergi sebentar ke luar. Biasa mah, Aletha mau pergi ke rumah Revan sebentar."
"Tumben ke rumah Revan bareng Gio ada apaan?"
"Mau minjem PS mah." Gio datang dari luar kamar dan langsung menanggapi ucapan Tania. "Gio udah janji mau kerumah Revan hari ini. Sekalian katanya Aletha juga ada perlu buat ujian nanti."
Tania langsung menangguk percaya. Dua anaknya saat ini tidak ia sadari bahwa telah membohonginya. Bukan tanpa alasan. Karna Gio juga takut Tania marah besar jika mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi.
"Kalau begitu kalian hati-hati ya. Sampaikan salam sama Revan kalau Mama kangen banget bercanda sama dia." Ucap Tania.
Gio dan Aletha saling bertatapan. Seperdetik kemudian, Aletha dan Gio menyalami Tania dan langsung pergi keluar kamar dengan langkah cepat.
"Assalamualaikum Mah!"
"Waalaikumsalam."
Aletha dan Gio berjalan tergesa-gesa keluar rumah. Sesampainya di depan rumah, Aletha menghela napasnya. Ia merasa tidak tenang jika berbohong dengan orang lain, apalagi dengan Tania. Aletha merasa durhaka.
"Kenapa sih kita harus bohong? Gue ga tenang sumpah!" ucap Aletha.
"Lo mau Mama marah besar? Ini buat kebaikan lo. Jangan sampe Mama tau kalau Revan kenapa-kenapa tadi malem."
Gio langsung menarik tangan Aletha dan berjalan menuju rumah Revan yang ada di depan rumahnya. "Pokoknya kalau lo udah ketemu dia, lo harus minta maaf!"
Aletha mengangguk patuh dan membiarkan Gio menarik-narik tubuhnya.
Sesampainya di depan rumah Revan, Gio menghela napasnya dan mengetuk pintu utama rumah tersebut.
"Assalamualaikum," ucap Gio sebari mengetuk pintu utama rumah itu.
Sudah beberapa kali Gio mengetuk pintu dan mengucapkan salam namun tidak ada respon dari rumah tersebut. Sepertinya tidak ada orang.
Aletha menghela napasnya, atau saja Revan memang sedang tidak ada dirumah. Atau cowok itu sedang ada dirumah sakit?
"Bang kita harus kerumah sakit sekarang!" sontak Aletha membuat Gio tersentak kaget.
"Ngapain? Emang lo tau rumah sakitnya dimana?"
"Pokoknya ayo! Gue tau rumah sakit tempat keluarga Revan selalu dirawat."
Aletha menarik tangan Gio dan membawa cowok itu ke rumahnya dan meminta Gio untuk menyalakan mobilnya.
"Cepet Bang! Gue mau ketemu Revan!"
"Iye-iye, sabar nape." Gio memasukan kunci mobilnya dan segera meninggalkan pekarangan rumahnya.✨✨✨
Sesampainya dirumah sakit, Aletha menanyakan kepada tempat resepsionist untuk menanyakan seputar pasien bernama Revan. Barangkali cowok itu tengah dirawat dirumah sakit. Melihat keadaan luka pada malam itu cukup parah. Siapa tau saja Revan memang dirawat disini.
"Maaf, Mba. Apa Mba tau pasien bernama Revan Kavindra Alfarezel di rumah sakit ini. Barangkali dia di rawat disini?" tanya Aletha kepada perempuan yang ada di resepsionist.
"Sebentar ya saya cek dulu."
"Iya Mba."
Aletha mengetuk jarinya di meja resepsionist.
"Ini ada Mba, atas nama pasien Revan Kavindra Alfarezel?" tanyanya.
"Iya betul, Mba. Dia ada diruangan berapa ya?"
"Diruangan melati 1, ada di lantai dua. Hmm sebelumnya Mba ini siapa ya?"
"Saya sahabatnya, Mba. Kalau begitu saya izin kesana ya. Terimakasih." Aletha langsung berlari begitu saja dan langsung memasuki lift untuk membawanya kelantai dua.
Sedangkan Gio cowok itu hanya mengikuti Aletha kemana gadis itu pergi.
Lift terbuka lebar. Aletha langsung mencari kamar Melati 1 yang disebutkan oleh perempuan penjaga resepsionist itu. Tanpa membutuhkan waktu lama, Aletha menemukan kamar perawatan Melati 1 disana.
Aletha melihat dari kaca jendela, Revan tengah membaca sebuah majalah disana dengan selang infus yang menodai punggung tangannya.
Aletha langsung memasuki ruangan, meski Gio telah menahannya untuk tidak langsung masuk.
"REVAN!" Teriakan gadis itu membuat Revan tersontak kaget.
"Aletha," rintih Revan dengan pelan dan Aletha tidak mampu mendengarnya karna sangat pelan.
Aletha menahan tangisannya. Ia tidak tega melihat Revan dengan beberapa luka di wajahnya. "Maafin gue, Van. Gue salah. Gue yang buat lo luka begini." Aletha duduk di kursi samping brankar.
Revan menatap dingin gadis itu berusaha agar tidak tertarik dengan kedatangannya.
"Ngapain kesini?" Tanya Revan dengan nada dingin.
Deg.
Aletha merasa ada sebuah petir menyambar hatinya disiang bolong. Disaat dirinya khawatir, Revan justru menyemburnya dengan nada dingin.
"Maafin gue, Van. Jangan jadikan alasan kemarin malam buat lo membenci gue." Aletha meraih telapak tangan Revan agat Revan mau memaafkannya, namun segera cowok itu tepis.
"Gue ga butuh maaf dari lo!"
"Van ga seharusnya lo cuek begini 'kan?" Aletha tak bisa menahan tangisannya lagi. Perlahan air matanya pecah. "Jangan benci gue, Van! Gue mohon maafin gue."
Gio menarik bahu Aletha untuk segera keluar dari ruangan, namun gadis itu keras kepala. Ia terus memohon kepada Revan disamping keranjang cowok itu dirawat.
"Omong kosong! Buat apa lo minta maaf? Lo emang ga suka kehadiran gue. Lo benci gue dari lama! Lo ga pantes ada disini!" Lugas Revan dengan napasnya yang tersegah-segah karena emosinya.
"Mulai sekarang lo pergi dari kehidupan gue! Jangan cari gue atau peduliin gue lagi. Inget! GUE BUKAN REVAN LO LAGI!! PAHAM?!"
Selang beberapa detik, perawat datang menghampirinya karena mendengar suara sentakan dari pasien, perawat meminta Aletha untuk segera pergi meninggalkan ruangan.
"Revan! Gue mohon jangan jadikan alasan buat gue ngejauhin lo! Gue minta maaf!" Teriak Aletha. Sementara Gio menariknya keluar.
"Lo apa-apa sih? Nyari ribut dikamar orang. Revan lagi sakit, kenapa lo maksa dia buat maafin lo? Kalau dia ga mau, yaudah! Jangan maksain dia." Gio menatap wajah Aletha dengan tatapan dalam. Ia tidak mengerti dengan adiknya itu.
Dan kenapa Revan menjadi sebenci itu dengan adiknya?
Pintu ruang rawat ditutup oleh perawat tersebut. Revan kembali berbaring ketika perawat tersebut menggantikan cairan infus yang telah habis.
Disisi lain, Revan masih bisa melihat punggung Aletha dibalik kaca jendela, namun Revan berusaha mengabaikannya.
Kepalanya masih sedikit pusing, ia meraba perban yang mengelilingi pelipisnya. Sesekali ia memijitnya. Revan tak bisa membayangkan betapa sakitnya hati Aletha ketika ia membentaknya. Revan tersenyum getir. Inilah saatnya semuanya dimulai.
Melupakan perlahan dengan hal yang menyakitkan.
"Suster Diana, jangan beri izin dia buat jengkuk saya ya. Saya ga mau liat dia lagi ada di ruangan ini." ucap Revan kepada perawat yang ada disampingnya, perawat yang mengobatinya selama dirumah sakit.
Perawat Diana itu mengangguk. Revan pun tersenyum miring. Dan melirik sekilas di luar ruangan, ternyata Aletha sudah tidak ada di sana. Revan bernapas lega, setidaknya dia memang sudah tidak melihat gadis itu.***
TBC
Pengen punya Kakak cowok ga?
Abang Gio bentar lagi mau nikah, ada yang mau jadi pelakornya?
Vote dan koment ya zeyeng❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Revalet
Teen Fiction[COMPLETED] [LENGKAP] Sequel Boy Bestfriend [Bisa dibaca lebih dulu] jadi kalian ga perlu baca cerita pertamanya karna akan tetap nyambung. "Sahabatan sama mantan? Kenapa nggak?" tanya Revan. "Udah jadi mantan bukan berarti ga boleh temenan 'kan?" ...