Suara keramaian kota yang selalu macet itu terdengar. Lampu-lampu penerang jalan berjejer indah di pinggir jalan. Serta berbagai penjual kaki lima berjualan di sana dengan beberapa pelanggan yang membelinya.
"Lo mau makan apa?" tanya Revan dibalik helmnya.
"Terserah lo aja."
"Oke," balasnya.
Sedetik kemudian Revan menghentikan motornya didepan gerobak siomay. Lalu melepaskan helmnya dan juga helm Aletha.
"Lo tau aja makanan kesukaan gue apa," ucap Aletha.
Revan tersenyum miring seolah bangga dengan dirinya. "Cuma Revan yang tau makanan kesukaan lo."
Aletha tersenyum miring. Seperti ada semburan kesenangan menyelimuti dirinya ketika Revan masih mengingat hal-hal yang berkaitan dengan dirinya.
"Mang, siomay dua porsi, yang satu sedeng aja ga pedes dan ga pake pare sama kol ya mang. Yang satunya lagi campur aja. Sama es teh manis dua." Pesan Revan lalu duduk berhadapan dengan Aletha di sebuah kursi panjang dengan meja di tengah-tengah.
"Udah lama kita ga makan bareng kayak gini di luar," ucap Aletha.
Revan terkekeh. "Ckck kadang kita selalu sibuk sama dunia sendiri, sampe lupa orang disekitarnya."
"Btw lo kenapa ajak gue jalan tiba-tiba?"
"Gue cuma kangen sama lo, Tha." Revan tersenyum getir.
"Kangen? Tumben lo!" Aletha mengerutkan keningnya.
"Gue takut suatu saat nanti gue ga bisa nyapa lo lagi, gue takut kita emang ga bisa bersama dan ketemu lagi." Revan menunduk lalu meraih telapak tangan Aletha.
"Gue takut semuanya emang bener terjadi," lanjut Revan.
Aletha terdiam. Sedetik kemudian Revan mengecup punggung tangannya. Derai air mata membasahi pipi mulus Aletha. Matanya menatap nanar kearah Revan. Tatapan mereka bertemu.
"Lo ngomong apa sih? Kayak mau pergi jauh aja." Aletha mencoba memecahkan kesedihan yang menyelimuti.
Revan mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan meletakan di dalam telapak tangan Aletha. Revan memberikan Aletha gantungan kunci bergambar bulan berwarna emas.
Aletha menatap gantungan kunci itu. "Ini apa, Van?" Aletha melihat gantungan kunci yang Revan berikan bergambar bulan dengan ukiran kecil yang bolong-bolong menghiasi bentuk bulan itu layaknya bulan di luar angkasa.
"Tha, lo tau kan? Kalau kita ini bagaikan bumi sama bulan. Ga mungkin bisa menyatu. Lo itu bagaikan buminya, Tha, dan gue bulannya. Lo planet sedangkan gue cuma benda langit yang menghiasi di malam hari."
"Maksudnya?" Aletha kurang mencerna kata-kata Revan.
"Kita sejajar sebagaimana bumi sama bulan, bulan selalu menyinari bumi ketika malam, tapi kadang bumi suka mengharapkan matahari."
"Gue mengibaratkan kalau kisah kita itu, Tha. Gue harap lo menyadari kehadiran gue juga, gue pengen terkenang sama hatinya bumi, meski bumi ga tau bakalan pilih bulan atau matahari," lanjut Revan dengan nada sedikit gemetar.
Perlahan air mata Aletha kembali menetas menatap Revan dengan tatapan nanar. "Lo kenapa sih ngomong gitu? Lo ada masalah? Cerita sama gue. Gue pasti bantu lo." Aletha mengusap air matanya.
Revan menggeleng. "Ga perlu diomongin sekarang, gue mau yang sekarang kita lakuin adalah senang-senang, gue mau lo sama gue ngabisin waktu malam ini sebelum kita Ujian Nasional. Mau?"
Aletha mengangguk dengan senyuman dibibirnya. "Iya gue mau."
Sekarang rasa sedih menyelimuti perasaan Aletha. Aletha menatap wajah Revan yang kian berbeda seperti biasanya. Perilakunya kian berubah menjadi seolah dia adalah orang dewasa yang sesungguhan.
"Revan," ucap Aletha.
"Apa?"
"Gue mohon, ini bukan bertanda lo akan pergi kan?"✨✨✨
Malam semakin menyelimuti. Aletha dan Revan benar-benar menghabiskan waktu malam ini bersama sampai lupa kalau jam tangan yang ada di pergelangan tangan Revan menujukan pukul setengah sembilan malam.
Setelah selesai memakan siomay, Aletha dan Revan pergi mengunjungi pasar malam untuk bermain disana. Mereka banyak memainkan permainan seru yang ada di sana.
"Tha, gue mau ke toilet bentar ya. Lo tunggu sini," ucap Revan yang bangkit dari duduknya.
Aletha mengangguk dengan senyumannya. Revan berjalan meninggalkan Aletha sendirian.
Aletha tengah duduk dengan santai dikursi panjang pasar malam itu sambil memakan cotton candy. Suara langkahan sempat terdengar tiba-tiba di pendengarannya.
Aletha hendak menoleh namun mulutnya tiba-tiba dibungkam oleh seseorang yang belum sempat ia lihat wajahnya. Aletha merasa mencium bau yang amat menusuk penciumannya. Sehingga Aletha pun hilang kesadaran dan pingsan ditempat.
"Udah mati."
"Bawa ketempat!"
"Siap!"
Aletha dibopong oleh seseorang tanpa sepengetahuan Revan dan hanya meninggalkan cotton candy di kursi tersebut.
✨✨✨
Beberapa detik kemudian, Revan kembali. Revan terdiam seketika melihat Aletha sudah tidak ada ditempatnya. Revan melihat kembang gula yang tergeletak yang telah Aletha makan.
"Aletha!" Revan mengedarkan pandangannya namun tak melihat keberasaan gadis itu.
Lalu Revan menghampiri penjual cotton candy yang tak jauh dari posisinya. "Mas liat cewek yang duduk di sama ga tadi?"
"Oh yang itu? Tadi sih ada cuma kayaknya dia pingsan terus dibawa sama orang lain."
"Hah? Kok mas ga cegah mereka?""Mana saya tau, saya kan cuma jualan. Mas mau beli lagi?"
Revan menggeleng. "Nggak mas, makasih. Btw tadi orang yang bawa cewek itu gimana?"
"Pake pakaian item semua mas. Saya kira itu penjemputnya."
"Hah? Penjemput apaan item semua? Malaikat maut?"Penjual itu menggeleng.
"Yaudah makasih ya, mas."Revan meninggalkan lokasi pasar malam dan menelepon beberapa temannya untuk mencari keberadaan Aletha.
"Halo?, gue butuh kalian. Cepet ke lokasi! Gue share lock."
Revan memutuskan sambungan teleponnya, lalu mengirimi lokasi ke grup.
Tanpa menunggu aba-aba Revan segera berangkat mencari Aletha sebelum gadis itu terluka.***
TBC
Pendek banget ya? Iya sengaja hehe.
Vote dan koment ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revalet
Teen Fiction[COMPLETED] [LENGKAP] Sequel Boy Bestfriend [Bisa dibaca lebih dulu] jadi kalian ga perlu baca cerita pertamanya karna akan tetap nyambung. "Sahabatan sama mantan? Kenapa nggak?" tanya Revan. "Udah jadi mantan bukan berarti ga boleh temenan 'kan?" ...