Happy reading...
Boleh saja kamu membenciku, namun jangan pernah menjauhi diriku karna itu sangat menyakitkan bila terjadi.
Mustahil bagi Aletha jika gadis itu menyerah begitu saja. Tidak, Aletha tidak akan pergi sebelum Revan mau memaafkannya. Aletha mau Revan mengatakan kata 'iya' dan mau bersama Aletha kembali.
Aletha mengadahkan kepalanya menatap lampu bersinar cerah di langit rumah sakit. Sementara Gio, cowok itu berdiam dengan bosan menunggu Aletha mau pulang bersamanya.
"Sampe kapan nunggu di depan pintu gini?" tanya Gio sambil melirik Aletha yang tengah berjongkok di samping pintu kamar Revan dirawat. "Udahlah, lagian lo harus fokus belajar. Bentar lagi UN, lo ga mau kan ngecewain Mama? Lo ga mau kan bikin Mama kesel? Katanya lo mau ngebanggain Abang, Mama sama Papa dan sekarang lo malah begini."
Aletha menatap kearah depan dengan tatapan kosong. Sama sekali tidak mengubris perkataan Gio.
"Aletha! Lo denger gue kan?"
Perlahan Aletha menoleh dan menatap Gio. "Ga mau pulang. Mau disini sampe Revan keluar dan maafin Aletha."
"Astagaaa!" Gio berdecak frustasi. "Orang gila aja ga mau nunggu lama-lama kayak gini, lo udah kelewat gila kayaknya."
"Gue gila, Bang. Gila karna Revan."
"Ga usah bucin najis! Sekarang kita pulang." Gio menarik tangan Aletha, namun gadis itu enggan berdiri.
"Maaf, Mba. Ga baik jongkok di samping pintu." Aletha merasa ada seseorang yang menepuk pundaknya.
Aletha mengadah, melihat seorang perawat laki-laki tersenyum kepadanya. "Apa?"
"Pasien harus segera istirahat, hari sudah malam. Kalau Mba udah ga ada keperluan lagi, dimohon untuk segera kembali, Mba. Karna pasien membutuhkan ketenangan." Ucap perawat itu.
Aletha menggeleng. "GA MAU! GA MAU PULANG KALO REVAN GA MAAFIN!"
"Hmm maaf, adek saya kayaknya lagi butuh istirahat. Kalau gitu kami pamit dulu ya." Gio menarik paksa Aletha meski gadis itu tak mau. Dan membawanya menjauh dari ruangan Revan.
Gio menyeret Aletha sampe ke parkiran. Gadis itu malah sesegukan menangis, memasang wajah melas, dan terlihat sangat menyedihkan.
"Berhenti bertingkah bodoh! Lo harus jadi orang dewasa. Berhenti mengharapkan orang lain!" Ucap Gio dengan nada sedikit dingin.
Gio membuka pintu mobil dan menyuruh Aletha untuk segera masuk, diikuti dengan Gio yang membuka pintu mobil yang lain dan memasukinya.
Sejujurnya bukan ini keinginan Gio dan bukan keinginannya ia bersikap kasar dengan Aletha. Namun bagaimana pun juga gadis itu memang harus belajar dewasa dan mulai melupakan seseorang yang memang ingin segera dilupakan.
Gio menatap Aletha dari sudut matanya. Sesekali ia merasa iba dan tidak tega dengan gadis itu. Matanya sebam, tubuhnya bertambah kurus semenjak ia keseringan belajar dan begadang. Wajahnya kusam dan rambutnya berantakan.
Gio mengusap puncak kepala adiknya ketika Aletha pulas tertidur. Ia mengusap dengan lembut dan sekian kalinya Gio mengecup puncak kepala adiknya itu.
"Maafin Abang kalau suatu saat Abang juga yang akan pergi. Maafin Abang, Aletha."✨✨✨
Dua hari kemudian.
Aletha merasa hampa dan benar-benar hampa. Dua hari yang lalu ia selalu menangis menyesali akan perbuatan yang tidak seharusnya Aletha lakukan kepada Revan. Aletha banyak bersikap ketus dan mengeluarkan kebenciannya kepada Revan, membuat lelaki itu celaka. Dan masih banyak lagi sepertinya.
Kini baru terasa kalau dirinya memang benar-benar bersalah, tidak bisa bersikap dewasa.
Bahkan dua hari yang lalu Aletha tiba bisa berkonsetrasi untuk belajar. Sudah dua hari semenjak Aletha dan Arsen tidak jadi pergi, Arsen sudah tidak menghubunginya lagi atau memberinya kabar. Sudah beberapa kali Aletha mengirimi pesan dan miss call namun tak kunjung direspon. Ditambah lagi Aletha selalu merasa ragu setiap kali ingin pergi kerumah Arsen.
Bukan tanpa sebab, Aletha takut suatu saat Arsen menciumnya seperti beberapa hari yang lalu. Aletha merasa sangat terpuruk. Keberadaan Revan sangat terpenting dalam hidupnya. Semuanya terasa hampa ketika tidak lagi melihat Revan. Bahkan hanya sekedar melihat Revan di balkon kamarnya, Aletha sudah tak pernah. Kemana cowok itu, jujur Aletha merindukan kehadirannya.
"Woy! Bengong mulu, kesambet baru tau rasa!" Bella menganggetkannya. Aletha tersenyum miring mendapati kehadiran kedua sahabatnya itu.
"Semangat hari ini kita bakal tempur sama pelajaran pertama. Jangan lupa kartu peserta lo bawa ke lab," ucap Anggun.
Aletha hanya mengangguk sambil tersenyum samar.
"Jangan mikirin Revan dulu. Gue yakin Revan baik-baik aja, secara dia kebal dalam urusan apapun. Tubuhnya udah sekuat baja. Lo ga perlu khawatir. Sekarang lo fokus dulu sama ujiannya. Oke?" Bella tersenyum.
Aletha mengangguk. Meski ia tahu ini bukanlah hal yang mudah ia lakukan disaat suasana hatinya sedang tidak baik.
Beberapa menit kemudian, bel masuk berbunyi semua siswa berhamburan keluar kelas untuk segera memasuki laboraterium komputer sesi pertama.
Aletha merasa degub jantungnya berdebar. Ia berusaha mengontrol sebari berjalan ke laboraterium komputer yang ada di lantai 1. Matanya sibuk melihat-lihat keberadaan Revan, barangkali cowok itu sedang ada disekitarnya.
Namun ternyata hasilnya nihil, Aletha tak melihat keberadaan cowok itu sampai dirinya sudah ada di depan laboraterium komputer.
"Arsen sesi kedua ya?" tanya Anggun pada Aletha.
"Eh?" Aletha tersentak, lalu mengangguk.
"Pantes ga bareng."
Lalu mereka memasuki laboraterium komputer. Perasaan nervous menjalar di seluruh tubuh siswa seisi ruangan pada sesi pertama ini. Aletha melantunkan doa-doa pada hatinya agar Ujian Nasional bisa berjalan dengan baik dan mendapat hasil yang memuaskan.✨✨✨
3 hari kemudian.
Tak mudah melewati hari-hari ini. Ini adalah hari terakhir Aletha menjalankan Ujian Nasional.
Aletha bernapas lega kita baru saja selesai mengerjakan soal-soal terakhir dan langsung keluar dari ruangan. Aletha memeluk Bella dan juga Anggun.
"Selamat kawan! Kita udah selesai! Yey!!" Sontak Anggun memeluk kedua sahabatnya. "Gue harap kita semua sukses! Dan lo Aletha," Anggun menoleh kearah Aletha. "Saatnya kejar semua impian lo!"
Aletha tersenyum dan bersorak ria diikuti beberapa temannya yang lain, yang baru saja keluar ruangan."OKE GAES SAATNYA GUE JADI YOUTUBER!!! HOREEE."
"LULUS INI MAH DIJAMIN PASTI!!""YA ALLAH TERIMAKASIH! AKHIRNYA SELESEI JUGA!!"
"NASI KUNING! POTONG AYAM! PESTA-PESTA!! KULIAHHHH!!!"
Dan masih banyak sontakan lainnya. Aletha ikut bergembira. Ia menatap langit-langit yang sangat cerah. Ujian Nasional untuk sesi petama telah selesai, saatnya sesi kedua yang masih ada di jam siang nanti.
"Jangan kesenengan dulu, belum tentu kalian lulus." Itu suara Wildan kepada teman-temannya.
"Jangan coret-coret baju dulu, takut ga lulus jadi malu." Fathur menambahinya.
Langit cerah, teman-temannya bersorak gembira, namun hati Aletha entah mengapa kembali terpuruk ketika mengingat sudah lama tak melihat keberadaan Revan.
"Tha, nanti minggu kita jalan-jalan yuk! Gue mau ajak kita ke mall, kita belanja-belanja disana." Ajak Anggun.
Aletha hanya mengangguk saja sebari tersenyum. "Pokoknya lo ga boleh murung lagi! Kita habisin waktu bareng sebelum Anggun pindah ke Palembang! Ya ga Gun?" tanya Bella pada Anggun.
Anggun mengangguk.
Rencananya Anggun akan pindah ke Palembang setelah lulus sekolah nanti. Dan Wildan, cowok itu tidak tahu mau kuliah dimana, mungkin saja masih menunggu keputusan beasiswa. Dan Bella rencananya gadis itu akan kuliah di Bandung, mengambil jurusan Farmasi Apoteker. Sedangkan Aletha, hmm Aletha masih merasa ragu dengan beasiswanya ke Inggris, Aletha merasakan firasat yang tak enak.
Apalagi Aletha belum memikirkan universitas lain selain universitas di Inggris.
"Aletha," panggil seseorang.
Aletha menoleh ketika ada seseorang yang memanggil namanya. Aletha berharap itu Revan, namun ketika menoleh, Aletha malah mendapati Arsen.
"Arsen," balasnya."Selamat ya udah selesei ujiannya." Arsen tersenyum sebari menyodorkan tangannya, memberi tanda selamat. Dan seperdetik kemudian cowok itu memeluknya. "Semoga kamu bisa keterima di universitas yang diinginkan," bisik Arsen.
Aletha membalas pelukan cowok itu. Entah mengapa Aletha malah mengeratkan pelukannya. Menyalurkan kesedihannya meski tak diungkapkan kepada Arsen. "Kamu juga, selamat ya."
Matanya terpejam, Aletha berharap Revan hadir dan memeluknya juga. Aletha merindukan kejahilan cowok itu. Aletha merindukan semuanya.
Revan, kembalilah. Aku merindukan segalanya. Merindukan tawamu. Merindukan kejailan mu. Revan kembali. Aku akan menjaga perasaanmu dan tak menyakitimu lagi. Maafkan aku.
Tanpa Aletha sadari, Revan memang sudah hadir di sekitarnya. Menatap Aletha tengah berpelukan dengan kekasihnya.
Revan tersenyum samar melihat pemandangan itu. Tak disangka gadis itu bisa cepat berpindah darinya. Revan merasa dadanya tertusuk belati, Revan merasakan sesak yang tiba-tiba menjalar. Entah mengapa, pemandangan ini begitu menyakitkan.
"Gue harap lo bahagia," gumamnya.***
TBC
Ga kerasa udah mau lulus.
Ada yang mau ngucapin selamat buat mereka ga? Hehe
Vote dan komentar ya
Luv banget deh buat kalian yang selalu vomment❤Yang siders hati-hati bisulan Hahaha
Salam Sayang wuehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Revalet
Teen Fiction[COMPLETED] [LENGKAP] Sequel Boy Bestfriend [Bisa dibaca lebih dulu] jadi kalian ga perlu baca cerita pertamanya karna akan tetap nyambung. "Sahabatan sama mantan? Kenapa nggak?" tanya Revan. "Udah jadi mantan bukan berarti ga boleh temenan 'kan?" ...