Chapter 10: membopong

150 27 9
                                    

Ga usah mikirin kata mereka, kadang mereka ngomong suka ga pake otak.
-Revan-

***

Setelah selesai berperang menyelesaikan soal Matematika. Aletha dan kedua sahabatnya pergi menuju kantin untuk mengisi perutnya yang lapar serta cacing-cacingnya yang sudah sejak lama berdemo di dalam perut karna meminta untuk diisi.

Aletha dan kedua sahabatnya duduk di kursi kantin yang biasanya mereka duduki. Bella pergi memesan makanan sedangkan Anggun duduk berhadapan dengan Aletha.

Beberapa menit kemudian pesanan datang, Bella membawakan tiga mangkok bakso dan tiga es teh manis.

"Jadi lo nggak bareng Revan lagi?" tanya Anggun dan Aletha pun menggeleng sebari melahap basonya.

"Pantesan Revan sekarang bareng Marsya terus," lanjut Anggun membuat Aletha tersedak.

Aletha meraih es teh manis yang berada di samping mangkok baksonya dan meminumnya perlahan.

"Hati-hati makannya, jangan buru-buru," sambung Bella.

"Ya maaf." Aletha melanjutkan makannya. "Habisnya kalian selalu bahas Revan mulu. Bosen tauk!"

"Yaudah sekarang kita bahas Arsen aja." Bella tersenyum miring. "Gimana lo sama Arsen? Jadi tutor Kimia?"

Aletha mengangguk. "Katanya nanti dia bakal ke rumah gue buat belajar bareng. Sekalian dia minta gue ajarin Matematika."

"Btw Arsen pinter banget loh. Lo nggak merasa tersaingi sama dia di kelas?"

Aletha menggeleng. "Gue nggak pernah merasa tersaingi oleh siapapun."

"Btw nanti katanya bakalan ada beasiswa kedokteran di Inggris dari sekolah ini. Lo nggak mau ikutan, Tha?" Bella yang tengah terfokus ke ponselnya, ia langsung menunjukan ponsel miliknya ke arah Aletha. "Nih liat, sekolah kita mau ngadain beasiswa."

Aletha membulatkan matanya. "Serius itu? Beasiswa keluar negeri?"

Bella mengangguk. "Kapan lagi lo bisa ikut kesempatan ini. Lumayan kalau lo kepilih lo bisa kuliah di Inggris, tepatnya di London!"

Aletha terdiam sejenak. Ini adalah kesempatan baginya untuk mencapai cita-citanya yang selama ini ia impikan. Berkuliah di luar negeri adalah salah satu impiannya dan Aletha tak mau menyiakan kesempatan yang ada.

Beberapa menit kemudian, datanglah Revan dengan gadis mungil yang berada di tubuh cowok itu. Aletha terkesima melihat penampilan cantik dari gadis itu. Terlihat manis. Pantas saja Revan terus mendekati gadis itu.

"Tuh Revan," ucap Bella.

Aletha langsung menunduk, ia tidak mau melihat penampakan Revan dengan gadis lain. Aletha tak mau membuat dirinya sendiri cemburu dan hanya menyakiti hatinya.

Revan bersama teman-temannya dan juga Marsya duduk di pojokan kantin. Marsya terlihat sangat mesra ketika menyenderkan kepalanya ke pundak Revan. Revan pun dengan santai mengusap pipi gadis itu.

Sedangkan Anggun, juga fokus melihat kearah, bukan untuk melihat Revan melainkan melihat Wildan.

"Ngeliatin mulu!" Bella memukul pundak Anggun.

Anggun tersentak membuat itu salah tingkah. "Hah? Apaan sih, Bel."

"Lo belum jadian sama Wildan?" tanya Aletha.

Anggun menggeleng, "Wildan masih gantungin gue sampe sekarang."

"Sabar ya." Bella mengusap pundak Anggun.

✨✨✨


Selanjutnya di kelas Aletha ada pelajaran olahraga. Di mana ketika pelajaran tersebut semua murid 12 IPA 2 berlari menuju lapangan dengan cepat. Di sana sudah ada Pak Danu selaku guru olahraga kelas 12 SMA Kusuma Bangsa.

Pak Danu merupakan guru yang cukup baik. Pasalnya ia tidak pernah membuat murid-muridnya kesal.

Pelajaran olahraga kali ini adalah bermain bola basket. Dari dulu sampai sekarang Aletha tidak menyukai berbagai permainan yang berkaitan dengan bola.

Sedikit cerita. Dulu ketika SMP, Aletha pernah mengikuti pelajaran olahraga tentang sepak bola. Di mana guru olahraganya menyuruh semua siswa membuat dua kelompok sepak bola. Yaitu sepak bola putri dan sepak bola putra. Dan Aletha gabung di sepak bola putri tentunya yang terdiri dari dua kelompok sepak bola putri.

Semua perempuan di kelompoknya mulai menatap tajam kearah lawan. Ketika pertandingan dimulai, bola mulai dioper kesana-kemari. Aletha berusaha mengejar bola tersebut, namun ia tidak mendapatkannya. Aletha terus mengejar dan berlari kesana-kemarin, namun tidak sama sekali bisa menendang bola tersebut. Aletha tidak pernah kebagian menendang bola sekalipun.

Pada saat itulah Aletha mulai sudah tidak suka lagi dengan permainan olahraga yang berbau bola.

Sekarang kembali ke topik awal. Pak Danu menyuruh membentuk dua kelompok bola basket. Ada bola basket putra dan bola basket putri. Bola basket putri terdiri dari dua kelompok.

Aletha, Anggun, dan Bella satu kelompok. Sehingga Pak Danu pun mulai menyuruh kelompok putri untuk lebih dulu memulai pertandingan. Dan segera bersiap di lapangan.

Aletha dan teman sekelompoknya mulai terfokus pada pertandingan. Seketika peluit dari mulut Pak Danu pun dibunyikan, Pak Danu mulai melempar basket tersebut dan kelompok Aletha berhasil meraih bola basket tersebut.

Mulailah pertandingan. Sudah Aletha duga, Aletha tidak akan pernah mendapatkan pergantian memainkan bola basket. Tapi ia terus berusaha meraihnya meski bola tersebut dioper kesana-kemari.

Beberapa menit kemudian, Aletha melasa lelah, ia berhanti sejenak di tengah lapangan. Sesekali ia menunduk karna matahari membuatnya silau. Tanpa sadar sebuah bola mengenai kepala Aletha, membuat gadis itu terjatuh di lapangan.

Bruk

Aletha merasa kepalanya berdenyut. Keringat mulai bercucuran di kening kepala gadis itu. Pandangannya seketika berubah menjadi gelap dan kabur. Sehingga sebuah tangan kokoh membopong Aletha tanpa Aletha ketahui siapa yang telah membopongnya. Dan seketika Aletha hilang kesadaran.

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang