Chapter 25: siapa sebenarnya?

104 13 1
                                    

Happy reading...

Nyatanya mizone lebih enak daripada friendzone.

Sudah beberapa minggu hubungan Aletha dan Arsen terjalin. Mereka baik-baik saja. Hanya saja semenjak Aletha berpacaran dengan Arsen, Aletha merasakan banyak perubahan yang terjadi pada dirinya. Aletha mulai sering begadang, banyak main hp, dan banyak menghamburkan kuota hanya untuk videocall dengan cowok itu.

Dan semenjak berpacaran dengan Arsen, nilai Aletha menjadi turun. Tentu Aletha merasa dirinya berubah, namun ia tidak merasa bahwa Arsen yang membawa perubahan itu pada dirinya.

Dimata Aletha, Arsen adalah seseorang yang disukainya sampai kapanpun. Memang kadang cinta dapat membuat seseorang buta, sehingga tak selama cinta itu menguntungkan, namun kebanyakan orang tak menyadarinya dan malah mengabaikannya.

Seperti halnya pada Aletha, Aletha tak pernah merasa bahwa Arsen membawa pengaruh buruk bagi dirinya. Aletha merasa semua kesalahan yang ia buat adalah kesalahan dirinya, bukan Arsen.

"Kayaknya hari ini kita ga bisa tutor dulu ya. Aku harus rapat PMR dulu, mau ngebahas soal pemilihan ketua yang baru."

Aletha memasukkan semua bukunya ke dalam tas dan menresleting tas tersebut setelah semua bukunya sudah dimasukan.

Arsen menoleh dan menatap mata hitam milik Aletha. Lalu seperdetik kemudian ia tersenyum. "Aku tungguin ya?"

Aletha menggeleng. "Nggak usah. Aku bakalan lama. Kamu pulang duluan aja."

Arsen mengangguk, "Kalau gitu, nanti kalau kamu pulang telepon aku aja. Biar aku jemput ke sekolah."

Aletha mengangguk. "Iya deh. Makasih ya."

"Makasih apa?"

"Makasih aja."

"Nggak pake panggilan lain gitu?"

Aletha menaikan sebelah alisnya karna bingung.

"Makasih sayangggg." Arsen mengacak rambut Aletha. "Gitu kek, kamu bikin aku gemes aja."

Aletha terkekeh, lalu tersenyum. "Yaudah aku duluan ya, udah ditungguin sama yang lain." Lalu Arsen mengangguk.

"Bel, Gun, gue duluan ya." Pamit Aletha, Bella dan Anggun mengangguk lalu menatap kepergian Aletha yang kian menjauh.

Anggun melirik ke belakang, di sana ada Arsen yang masih duduk di bangkunya sambil memainkan ponsel. "Cewek lo ga bareng sama lo?" tanya Anggun.

"Mau rapat PMR katanya," jawab Arsen cuek dan tatapannya masih menatap ke layar ponsel.

Anggun hanya mengangguk-angguk sebelum Wildan datang menjemputnya dari ambang pintu. Anggun tersenyum lalu menghampiri Wildan dan berpamitan kepada Bella.

Tak lama kemudian, datanglah Fathur yang menjemput Bella. Bella berjalan kearahnya dan mereka pergi pulang bersama.

Sampai semua orang keluar dari kelas dan menyisakan Arsen yang masih duduk di bangkunya. Cowok itu masih asik memainkan ponsel sampai bunyi gebrakan meja menbuatnya terlonjak kaget.

Kepalanya mendongkrak dan melihat siapa orang yang telah mengebrak mejanya. Arsen tersenyum miring ketika melihat yang ada di hadapannya adalah Revan.

"Kemana Aletha?" tanya Revan dengan nada datar.

"Kenapa? Masih peduli lo sama pacar gue?" tanya Arsen dengan nada angkuh.

"Pacar? Lo sendiri yang bilang ke gue kalo lo ga bener-bener mencintai dia."

Arsen bangkit dan menatap Revan yang tingginya sama. "Lo sendiri juga playboy dan ga cukup mencintai hanya satu wanita. Kenapa lo menghina gue? Ga sadar diri."

"Heh! Itu dulu. Gue ga seburuk gue yang dulu."

"Nyatanya yang berengsek tetep berengsek 'kan? Sekarang gue tanya, kenapa Aletha sampe ngejauhin lo? Karna sikap lo yang dibenci sama dia sehingga dia milih sama gue." Arsen menatap remeh kearah lawan.
"Kalau lo ga gangguin gue setiap kali Aletha sama gue, mungkin dia ga akan benci sama lo. Lo egois, Van. Lo selalu posesif sama Aletha dan seolah maksa buat dia harus terus deket sama lo."

"Tau apa lo tentang gue sama Aletha? Lo itu cuma pendatang yang ga tau apa-apa!" sergah Revan.

"Pendatang? Lo salah besar," Arsen menggantungkan ucapannya. "Dengerin baik-baik, saat dulu pun gue udah pernah ketemu kalian berdua di acara kemping. Lo yang nendang punggung gue saat gue nyulik Aletha di hutan," ucap Arsen.

Revan seolah memutar memorinya ke masa lalu. Ia teringat dengan cowok bajingan yang waktu itu membuat Aletha hilang di hutan. Revan sekilas teringat mata cowok berhidung belang tersebut, namun ia tidak mengingat wajahnya, hanya matanya saja. Dan bila dipikir-pikir dan mencoba mengingat orang tersebut, matanya mirip seperti mata Arsen

"Jadi lo?" Revan menatap Arsen tak percaya. "Berengsek lo! Lo hampir macem-macem sama Aletha saat itu." Tangan Revan mulai mengumpal.

Arsen tertawa renyah. "Lo baru tau? Haha dasar bocah! Mungkin lo ga bakal tau sampe kapanpun kalo gue ga ngasih tau sama lo."

"Bangsat!" Revan meninju rahang Arsen dan Arsen pun tersungkur ke lantai.

Revan hendak meninju lagi, namun Arsen bangkit dan menahan pergelangan tangannya. "Kalau lo nonjok gue, lo tau apa yang bakal gue lakuin? Gue bakal nyelakain Aletha, inget itu!" ancam Arsen.

Revan menahan emosinya yang susah memuncak. Arsen sudah tak waras lagi. Cowok itu benar-benar misterius dan jalan pikirannya tak bisa di tebak. Dia layak dikatakan sebagai psikopat karena tidak mempunyai hati sama sekali. Berani hampir mencelakai Aletha dan membuat gadis itu terluka. Namun, kali ini ia juga berencana menjadikan Aletha sebagai ancaman untuk Revan agar tak sembarangan menonjok Arsen.

Sial.

"Dan satu lagi," Arsen kembali menoleh sebelum meninggalkan Revan, "Lo mending fokus sama cewek lo. Ga usah deket-deket sama cewek gue!"

Revan menghela napasnya dan menatap kepergian cowok itu. "Awas lo!"

✨✨✨


Sudah beberapa kali Revan berhasil memasukan bola basket ke dalam ring dengan mudahnya. Ia terus mendribble bola tersebut tanpa lelah. Pada teman-temannya yang lain sudah beristiahat di pinggir lapangan. Menyisakan Revan yang masih terus bermain basket di lapangan.

Keringat berucuran di dahi cowok itu. Ia tidak peduli dengan terik matahari. Bahkan dalam keadaan berkeringat sekalipun, tak akan mengurangi ketampanannya. Revan sudah biasanya seperti itu.

Setelah benar-benar merasa lelah, barulah cowok itu pergi menghampiri Leon dan Aldo yang menunggunya di pinggir lapangan. Seharusnya Wildan latihan basket hari ini, namun ia izin, dikarenakan ia ingin pergi bersama Anggun ke Mall untuk menemani cewek itu ke gramedia.

Revan meneguk sebotol air mineral yang senantiasa ada di dalam tasnya. Sedangkan Leon, cowok itu selalu merokok. Revan juga heran, sampai kapan Leon akan terus merokok. Bahkan jika dipikir-pikir Leon sudah hampir menjadi perokok candu yang hampir menghabiskan setelah bungkus perhari.

Aldo, cowok itu semenjak kelas 12 menjadi lebih pendiam. Bahkan biasanya ia selalu mengerutuki Leon jika pemuda itu tengah merokok. Namun kali ini tidak, Aldo sibuk memainkan ponselnya sampai tak menoleh sedikitpun ketika Revan duduk di tengah-tengah antara mereka.

"Sibuk amat lo," ucap Revan kepada Aldo.

Barulah Aldo menoleh. "Lo juga, sibuk banget main basket sampe lupa sama temen sendiri."

"Gue lagi bingung." Tatapan Revan menunduk.

"Bingung kenapa?" tanya Leon yang membuang puntung rokoknya, lalu menginjaknya.

"Arsen, dia bilang ke gue kalo dia adalah orang yang dulu pernah nyulik Aletha di hutan," jelas Revan.

"Hah? Serius lo?" tanya Aldo dan Leon secara bersamaan.

"Terus jadinya gimana? Gimana kalo seandainya Arsen berbuat jahat?" tanya Leon.

Revan menggeleng. "Aletha itu kadang sikapnya egois. Kalau gue ngomong sama dia, pasti dia ga mau dengerin gue. Dia kalau suka sama orang, seolah dia terhipnotis. Aletha ga tau kalo Arsen bukan orang baik. Gue bingung harus gimana." Revan mengacak-acak rambutnya frustasi. "Gue takut gue gagal ngejagain dia."

Leon dan Aldo tampak berpikir. "Lo ajak dia baikan," pendapat Aldo.

"Gue udah nyoba, tapi dia ga mau."

"Lo ajak dia jalan."

"Dia kan udah punya pacar."

"Lo kasih dia makanan kesukaan."

Tiba-tiba lampu kuning di pikiran Revan menyala, seolah cowok itu mendapatkan ide cemerlang. "Gue tau harus ngapain"

***

TBC

Vomment yakk

Salam,
MarsitaDewiA

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang