Chapter 26: kesukaannya

113 16 0
                                    

Happy reading..

Setelah selesai ekskul, Aletha menelepon Arsen dan meminta untuk segera menjemputnya. Namun Aletha sudah beberapa kali mengirimi Arsen pesan, meminta pemuda itu untuk menjemputnya di sekolah. Dan sampai saat ini belum terlihat batang hidungnya.

Aletha mengedarkan pandangannya. Banyak teman-temannya yang sedari tadi menyapanya. Bahkan ada juga laki-laki dari SMAnya yang tidak Aletha kenali mengajaknya pulang bersama. Namun dengan nada halus, Aletha menolak ajakan itu dengan beralasan bahwa pacarnya sedang dalam perjalanan menuju sekolah.

Aletha menunggu Arsen di pinggir jalan yang tak jauh dari area sekolahnya. Sampai beberapa detik kemudian, hujan turun membasahi bumi. Aletha berlarian menuju halte yang tak jauh dari tempatnya berada. Aletha berteduh di sana seorang diri.

Banyak kendaraan berlalu-lalang mengabaikannya. Aletha mengirimi Arsen pesan lagi, untuk segera menghampirinya di halte.

Beberapa menit kemudian, ada mobil hitam berhenti tepat dihadapannya. Aletha bernapas lega ketika Arsen membuka pintu mobil dengan payung yang ada di tangan kanannya. Pemuda itu berlarian menghampiri Aletha dan langsung memeluk gadis itu agar terhindar dari rintikan hujan.

Arsen mempersilahkan Aletha memasuki mobil, lalu setelah Aletha memasuki mobil, Arsen beralih ke tempat duduk sampingnya untuk memasuki mobil.

"Kamu kok lama banget sih jemputnya? Aku takut tau pas banyak cowok yang ngajakin aku pulang," gerutu Aletha kepada Arsen.

Arsen menaikan sebelah alisnya. "Siapa cowok yang ngajakin kamu pulang?"

Aletha menggeleng. "Aku ga tau, aku liat dia bareng temen cowoknya yang lain. Aku takut akhirnya aku nolak buat pulang bareng."

Arsen menghela napasnya. "Kalo ada yang ngajakin kamu pulang bareng selain aku, kamu cepet-cepet pergi ke tempat rame, biar aman." Aletha pun mengangguk.

"Btw maafin aku ya udah telat jemput kamu. Tadi jalanan macet. Aku sampe kewalahan nyari jalan pintas," lanjut Arsen.

Aletha tersenyum. "Gapapa, lagian kamu bawa mobil, pantes aja kalo kejebak macet."

"Makasih udah ngertiin aku."

Hening sesaat. Selama perjalanan tidak ada obrolan yang mereka bahas lagi. Suasana semakin canggung sedangkan awan di luar sana terlihat sangat mendung. Gelap dan terasa dingin. Bahkan rasa dingin tersebut menusuk jaket berwarna biru langit yang Aletha kenakan.

"Kita mampir dulu ke cafe yuk. Kebetulan lagi hujan, enaknya nongkrong dulu," ajak Arsen yang berusaha memecahkan keheningan.

Aletha menoleh lalu menyetujuinya. Mobil Arsen pun akhirnya berhenti di depan cafe yang tak jauh dari sekolahnya.

Seperti biasa, Aletha memilih tempat duduk dekat jendela.

"Mau makan apa?" tanya Arsen.

"Nasi hijau aja deh sama apple tea." Pesan Aletha. Arsen mengangguk, lalu beberapa detik kemudian, Arsen melambaikan tangan ke arah pelayan dan memesan beberapa makanan dan minuman.

Aletha menggosok-gosok kedua telapak tangannya karena merasa dingin.

"Dingin banget ya." Ucap Arsen.

Aletha tersenyum sambil menatap ke luar, hujan begitu sangat lebat di sana disertai petir yang mengkilat di langit namun tak disertai dengan suara. Hanya sebatas kilatan saja.

Arsen menatap lekat wajah Aletha dari berbagai sisi.

"Kamu ngeliatinnya jangan kayak gitu dong! Aku mau." Aletha mengalihkan pandangannya ketika Arsen tak berhenti menatapnya.

"Lagian cantik banget sih," celetuk Arsen.

Tanpa sadar ada seorang menatap lekat keberadaan mereka. Seseorang yang selama ini selalu memperhatikan sepasang remaja itu kemanapun mereka berada.

Revan.

Cowok itu menahan rasa cemburunya. Ia menggempalkan tangannya, mengingat omongan Arsen yang sebenarnya tidak sepenuhnya mencintai Aletha.

"Dasar bermuka dua!" Gumam Revan. Revan terlalu sibuk mengawasi Aletha, sampai lupa bahwa ia melupakan sesuatu. "Astagfirullah! Marsya belum di jemput!"

Revan buru-buru meraih kunci motornya dan menghampiri motor yang terparkir di depan cafe. Ia pun menstater motornya dan menerobos hujan.

✨✨✨


Aletha merenggangkan otot-otot tubuhnya. Hari ini terasa sangat melelahkan. Rasanya begitu hampa jika hidup tidak ada pengganggu. Aletha merebahkan tubuhnya di kasur.

Sebentar lagi ia akan lulus sekolah. Sebentar lagi ia bukanlah anak SMA lagi. Sebentar lagi ia akan menjadi mahasiswi. Aletha menghela napasnya ketika masa-masa SMA lambat-laun akan berakhir dengan berbuah kenangan. Kata orang masa SMA adalah masa yang sangat menyenangkan. Yap benar! Di mana kita bisa merasakan berbagai macam masalah remaja.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuat Aletha bangun dari tempat tidurnya. Disana Tania datang dengan sebuah kotak yang ada di tangan kanannya. Melihat Tania, Aletha merasa sedikit bersalah karena kemarin sikapnya kepada Tania sedikit kasar. Aletha merasa dia adalah anak yang durhaka karena melawan ucapan Ibunya saat itu.

"Aletha, ini ada titipan bolu buat kamu."

Aletha terdiam sejenak ketika Tania menyodorkan sekotak berisikan kue bolu. "Dari siapa, Mah?"

Tania menggeleng. "Nggak tau. Coba aja kamu baca surat yang ada di kotak itu." Ucap Tania berbohong. Padahal sebenarnya ia tahu kalau itu dari Revan.

Aletha menggangguk. Lalu seperdetik kemudian, Aletha meletakan bolu tersebut di kasurnya. Gadis itu langsung memeluk Tania. Tania terdiam mematun ketika Aletha, anak perempuannya itu memeluk dirinya.

"Kenapa nih?" tanya Tania yang membalas pelukan Aletha.

"Maafin Aletha karena Aletha udah durhaka sama Mama waktu itu, Aletha ngerasa bersalah, Mah."

Tania mengusap puncak kepala gadis itu. "Seorang ibu ga mungkin ga maafin kesalahan anaknya. Mama udah maafin kamu dari awal. Maafin Mama juga ya, Nak. Karena Mama terlalu mengekang kamu jadi yang terbaik di sekolah."

Aletha melepaskan pelukannya. "Aku akam berusaha buat dapetin beasiswa, Mah. Aku ingin wujudin keinginan Mama. Mama doain aku ya." Aletha tersenyum.

Tania mengangangguk. "Sekarang masa depanmu ada di tanganmu. Mama akan selalu dukung kamu. Jangan nangis ya. Kalau ada kesulitan jangan lupa berdoa."

Aletha mengangguk lalu sepersekian detik kemudian, Tania meninggalkan kamar Aletha. Gadis itu langsung mengusap air matanya yang menetes di pipi mulusnya. Gadis itu sedikit terisak, beruntung Tania memaafkan dirinya.

Aletha menatap kue bolu yang tergeletak di kasurnya. Ia membuka kotak tersebut dan menemukan secarik kertas kecil di atas bolu brownis coklat.

Aletha membacanya tiap kata dan senyumannya terukir di sana.

My dear,
Buat kamu yang suka coklat. Aku tau kamu ga suka kue keju, makanya aku beliin kamu kue coklat :)

Aletha meletakan surat kecil itu diatas kasurnya. Ia melahap bolu brownis coklat tersebut. Ia merasa perutnya seperti ada ribuan kupu-kupu yang membuatnya senang. Aletha yakin orang yang telah mengirimi dirinya coklat adalah Arsen.

Arsen selalu membuatnya tersenyum.

✨✨✨


Revan membolak-balikan lembaran buku tiap halaman. Sebenarnya Revan hanya iseng belajar malam ini. Seketika pandangannya tertuju pada seberang balkonnya. Disana ada seorang gadis cantik yang tengah duduk di atas kasur sambil memakan kue.

Revan tersenyum kecil, kue itu adalah kue pemberiannya.

Revan tahu betul kue kesukaan Aletha, oleh karena itu Revan membeli kue itu dengan penuh cinta. Bentar-bentar, Revan melupakan sesuatu. Tiba-tiba Revan menepuk dahinya.

"Bego! Gue belum nulis nama si pengirim kue itu!"

"Aletha pasti bakal nyangka kalau kue itu dari Si Bangsat," gumam Revan. Yang di maksud 'Si Bangsat' itu adalah Arsen.

Revan mengacak rambutnya frustasi. Bisa-bisanya ia lupa menulis nama pengirim. Lalu? Aletha pasti akan mengira kalau Arsen-lah yang mengiriminya kue.

✨✨✨


Semakin hari Aletha semakin merasa tertekan. Test untuk mendapatkan beasiswa ke Inggris semakin dekat, sedangkan Aletha belum mempersiapkannya secara matang.

Arsen, cowok itu sedari tadi sibuk membaca buku pelajaran. Padahal hari ini tidak ada ulangan, namun entahlah, apa yang membuat cowok itu menjadi sedikit berubah.

"Sen, makasih ya," ucap Aletha. Teringat kue bolu yang semalam dikirimkan, Aletha menjadi senyum-senyum sendiri ketika membayangkannya.

"Makasih untuk apa?" Arsen menoleh, seperti biasa tatapannya tidak akan berubah.

"Makasih yang semalem."

Cowok itu hanya tersenyum, entah mengapa cowok itu selalu tersenyum ketibang berbicara.

"Aku mau ajak kamu ke suatu tempat, tapi nanti," lanjut Arsen.

"Kemana?"

"Ada dong, kamu ga perlu tau sekarang. Tapi aku minta, mulai sekarang kamu harus jauhin Revan seperti yang aku minta beberapa hari yang lalu."

Aletha mengangguk. Aletha yakin Arsen-lah laki-laki yang akan menjadi pengganti Revan. Tidak ada yang dapat menyamakannya. Karna Arsen-lah yang terbaik di mata Aletha.

Sebuah tangan menyentuh tangan gadis itu, suasana kelas memang sedang ramai karna sedang jam kosong, Bella dan Anggun juga sedang asik mengobrol berdua di depan meja Aletha. Anggun yang tiba-tiba menoleh seperti ingin menyampaikan sesuatu, ia langsung kembali berbalik badan ketika melihat Aletha dan Arsen sedang berpegangan tangan

"Jangan gitu ah, Sen. Malu diliat temen," bisik Aletha, pipi gadis itu menjadi merah tomat.

"Gapapa, biar semua orang tau kalau kamu cuma punya aku."

"Kenapa harus semua orang tau?"

"Karna supaya ga ada yang mau nyentuh kamu."

Aletha tersenyum, kata-kata Arsen mampu membuat hatinya luluh. Aletha seperti di terpa pelangi saat itu juga. Tak ada seorang pun yang bisa membuat atau membuktikan bahwa perkataan Arsen hanyalah fiktif belaka.

***
TBC

Vomment gaess

Follow:
MarsitaDewiA

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang