Chapter 39: Ketidakinginan

115 14 0
                                    

Happy reading...

Meski dia adalah kekasih masa laluku. Namun aku tak mau kehilangan dirimu. Karna dia... sungguh berarti bagiku.

    
Sebelum terjadinya kecelakaan.
    
Pada sore hari, Revan mengendarai motornya dengan kecepatan santai. Suasana kota Jakarta sangatlah ramai. Debu dan polusi bertebaran dimana-mana. Matahari sore mulai menerpa, menyisihkan warna jingga di garis cakrawala.
    
Revan banyak berpikir selama berjalanan menuju rumahnya. Ia terus memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi Arsen. Sejujurnya, Revan merasa ragu kalau Arsen bukanlah sahabat kecil Aletha. Revan sudah merasa ragu dari pertama mengenal Arsen, sampai saat ini ia mengetahui seluk-beluk cowok misterius itu.
    
Revan merasa motornya terasa berat ketika di kendarai. Revan langsung memberhentikan motornya di tepi jalan, lalu ia turun dan mengecek keadaan bannya.
    
Revan mendengus sebal ketika ban motor ninjanya itu kempis. Revan mengedarkan pandangannya, ia tak melihat tukang tambal ban di sekitarnya.
    
Alhasil, mau tak mau, Revan harus mendorong motornya dan mencari tukanh tambal ban.
    
Tak membutuhkan waktu lama, pemuda itu memberhentikan motornya di depan bengkel yang sudah menjadi langganannya. Ia memasuki bengkel tersebut dan menyapa beberapa orang di sana.
    
"Maaf Pak, motor saya kempes, tolong periksa ya, Pak," ucap Revan kepada pria paruh baya itu yang berpakaian dengan beberapa noda oli di bajunya yang berwarna biru.
    
Pria paruh baya itu menekan-nekan ban motor Revan.
    
"Ini mah harus di ganti bannya Dek, udah lama, ada bagian yang bocor juga," jelas Pria paruh baya itu.
    
"Kira-kira butuh waktu berapa lama, Pak?" tanya Revan.
    
"Besok sore baru bisa diambil."
    
Revan mengangguk-angguk. "Kalau gitu, tambal dulu aja, Pak," ucap Revan. Lalu seperdetik kemudian cowok itu, mengeluarkan beberapa uang dari saku celananya. "Ini uang buat tambal bannya. Dan ini ada kartu alamat saya, nanti saya minta tolong ke Bapa buat anterin motor saya ke rumah yang ada di alamat itu ya?"
    
Pria itu mengangguk. "Iya, Dek. Terima kasih. Nanti saya antarkan." Revan kenal dekat dengan pegawai bengkel tempat motornya diperbaiki, Revan sudah mempercayainya,oleh karena itu ia memilih meninggalkan bengkel itu dan menyerahkan kunci motor seraya menunggu motor itu selesai diperbaiki dan diantarkan ke rumahnya.
     
"Sama-sama, Pak. Ini kunci motornya." Revan menyodorkan kunci motornya.
    
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak."
    
Pria itu mengangguk-angguk.
    
Revan keluar dari bengkel. Ia mengedarkan pandangannya di tepi jalanan itu. Lalu ia mengecek layar ponselnya dan melihat waktu di sana.
    
Langit semakin gelap. Angin magrib mulai menerpa dan menusuk tubuh Revan yang terbaluti oleh jaket berwarna navy.
    
Tidak ada angkot ataupun taksi di jalanan tersebut. Revan mendengus, nasibnya sangat buruk hari ini. Revan berjalan kaki sedikit demi sedikit menuju rumahnya.
   
  Ia merasakan ada sesuatu bergetar di saki celananya. Revan merogoh sakunya dan mengeluarkan benda berbentuk pipih tersebut dan membaca sebuah pesan yang masuk dari nomer tak di kenal.

From: +62XXXXXXXXXXX
Dateng ke danau kalau lo ga mau dibilang pengecut.

Revan mengerutkan keningnya ketika selesai membaca pesan itu. Ia tak sama sekali mengenal siapa pengirim pesan tersebut. Revan memasukan ponselnya ke saku celana, lalu ia berjalan menuju sebuah danau yang letaknya tak jauh dari tempatnya berada saat ini.
    
Hari semakin gelap, matahari mulai mengumpat digantikan dengan bulan. Revan merasa bulu kuduknya meremang. Ia mamasuki kawasan danau yang tak terlalu luas tersebut. Ia berjalan perlahan-lahan. Namun sesampainya ia di tepi danau, Revan tak melihat apapun di sana.
    
Namun sebuah pukulan keras mengenai punggung cowok itu, membuat Revan tersungur ke tanah berlapis rumput hijau tersebut.
    
"Bangsat!" ucap Revan. Cowok itu merapa punggungnya yang terasa sakit. Ia merasakan sakit luas biasa karena mengenai tulangnya yang menonjol.
    
Revan menoleh dan menatap seseorang memakai pakaian serba hitam sambil membawa tongkat baseball.
    
Revan bangkit dan langsung menghajar seseorang tersebut.
   
  Bugh
    
Revan menendang dadanya. "Lo siapa jing!?"
    
"Dasar emosian!" ucap orang tersebut.
"Pengganggu wajib mati!"
    
Revan membulatkan matanya, ia sepertinya mengenal suara orang tersebut.
    
"Lo siapa?! Lo mau mati sama gue?"
    
"Ga ada seorang pun yang mau mati didunia ini, tapi takdir ga akan bisa dilawan." ucap seseorang tersebut.
    
Revan mendekati orang tersebut, sepertinya orang tersebut adalah laki-laki. Penampilan orang tersebut memakai jaket hitam di sertai kupluk yang menutupi kepalanya, dan celana jeans yang ketat tersebut.
    
Orang tersebut mencoba melakukan penyerangan dengan mengarahkan tongkat yang ada di tangannya. Revan menghindar serangan tersebut. Ia meraih tongkat itu dan membuangnya ke danau.
    
"Cuma pengecut yang beraninya pake senjata!" sergah Revan. Emosi cowok itu sudah memuncak.

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang