Chapter 12: Pertengkaran

146 26 1
                                    

Sepertinya aku memang belum bisa melepaskanmu dan hati ini masih terasa untuk merindu dan tak mau kehilangan dirimu.

✨✨✨


Revan sudah pulang ke rumahnya, tinggallah Aletha sendirian di kamar. Tania dan Alika sedang tidak ada, kata Gio mereka sedang membeli kebutuhan di supermarket.

Akhirnya Aletha hanya berdiam diri di kamar. Ia meraih ponsel yang ada di nakas dan membukanya. Aletha membuatlatkan matanya ketika melihat ada 37 panggilan tak terjawab dan 45 pesan belum di baca dari Arsen di sana.

Senyuman tiba-tiba terukir dari bibir gadis itu. Ia merasa terharu. Arsen masih memikirkannya walau tadi ia sempat meninggalkannya di sekolah.

Aletha hanya melihat pesan terakhir Arsen yang mengatakan.

Arsen: Lo di mana? Udah sampe rumah. Gue khawatir.

Aletha: Udah

Beberapa detik kemudian pesan di balas.

Arsen: Bagus deh, lo pulang sama siapa tadi?

Aletha: Sama Revan.

Arsen: Ngapain pulang sama dia? Kenapa ga naik angkot aja

Ingin rasanya Aletha mengatakan bahwa tidak ada angkot tadi sore. Namun emosinya ia tahan dulu. Karna Aletha tahu ia harus menjaga imagenya. Karna kalau Aletha marah, bisa-bisa Arsen tak mau bersamanya lagi.

Aletha: Gapapa

Aletha bingung harus marah atau tidak kepada Arsen. Disisi lain Aletha tidak bisa marah kepadanya karna Aletha menyukainya, disisi lain Aletha merasa sedikit kecewa. Aletha bingung dengan perasaannya sendiri. Aletha membantingkan tubuhnya ke kasur, sehingga mata Aletha perlahan terpejam dan Aletha pun tertidur.

✨✨✨


Revan mengetuk kesal layar ponselnya. Sedari tadi Revan mengirimi Marsya pesan, bahkan meneleponnya namun tidak ada satupun yang di balas olehnya.

Revan mengacak-acak rambutnya frustasi. Akankah Marsya sudah mengetahui semuanya? Sampai kapan Marsya marah kepadanya?

Revan tidak habis pikir jika Marsya benar-benar kecewa padanya.

"Kadang cewek suka ngga jelas kenapa sih? Dikit-dikit marah, dikit-dikit cuek? Emang ya cowok selalu salah," gumamnya.

Revan bangkit dari kursi belajar yang sedari tadi ia duduki. Namun ada sebuah panggilan yang menyuruh Revan untuk kembali duduk.

Cepat-cepat Revan meraih kembali ponselnya yang ada di atas meja belajar. Dan segera mengangkat panggilan dari orang yang selama ini dia cari.

"Hallo?"

"Hallo Marsya!"

"Kak Revan"

"Lo marah sama gue? Pulang sekolah lo kemana?"

"Aku nggak marah kok. Pulang sekolah aku ada tugas kelompok, dan aku pulang sama temen aku."

Revan bernapas lega saat itu juga. Ia mengusap dadanya.

"Besok gue jemput lo di rumah ya? Ga ada penolakan!"

Revan langsung mematikan ponselnya tanpa menunggu persetujuan dari Marsya.

✨✨✨


Aletha berangkat sekolah dengan Arsen lagi. Namun ketika sudah sampai di koridor lantai satu, Arsen menyuruh Aletha lebih dulu menunju kelas. Alasannya Arsen mau pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang ia pinjam.

Aletha pun mengangguk lalu memasuki kelasnya tanpa seorang Arsen. Di sana sudah ada Bella dan Anggun yang seperti biasanya menyapa Aletha.

"Aletha!" teriak Bella dengan nada cemprengnya.

"Haii!" balas Aletha dan langsung duduk di bangkunya.

"Arsen mana?" tanya Anggun.

"Ke perpustakaan."

Bella dan Anggun hanya ber'oh' saja. Namun beberapa detik kemudian ada suara teriakan Yugo yang membuat seisi kelas menatap Yugo yang muncul dari ambang pintu.

"ADA YANG BERANTEM!" Yugo tampak engos-engosan seperti habis lari marathon.

"Siapa?" tanya salah satu cowok.

"REVAN SAMA ARSEN BERANTEM DI PARKIRAN!"

Aletha, Anggun, dan Bella langsung bangkit dari duduknya. Mereka di kelas langsung menjadi pusat perhatian, terutama Aletha yang mengenal Arsen dan Revan. Aletha dan kedua temannya berlari menuju lantai satu dan langsung berjalan menghampiri parkiran sekolah yang tampak ramai.

Ada adegan adu jotos di sana. Siapa lagi kalau bukan Revan yang menghajar Arsen habis-habisan sampai ada cairan merah disudut bibir Arsen. Arsen tak melawan, cowok itu seolah rela tubuhnya di hajar oleh Revan Si Pembuat Onar.

Sedangkan Revan bersemangat menghajar wajah Arsen sehingga menimbulkan beberapa luka memar di wajahnya.

"Kalau bukan karna lo! Semalam Aletha ga akan sakit!" Revan terus menonjoki Arsen.

Semua murid SMA Kusuma Bangsa menyaksikan perkelahian tersebut, semuanya tampak tercengang. Sudah lama sekali Revan tak menghajar orang di SMA Kusuma Bangsa, membuat semua orang rindu dengan hal itu. Bahkan ada yang sampai menvideokan Revan.

Sampai Pak Roby--selaku guru BK datang dan menyuruh Revan untuk menghentikan aksinya. Pak Roby juga menyuruh Arsen bangkit.

"Yaelah! Kalian ini bikin tugas aja buat Bapak!" ucap Pak Roby. "Terutama kamu Revan. Bapa liat kemarin-kemarin kamu udah mulai membaik, sekarang berantem lagi. Belum tobat kamu?"

Revan menghela napas beratnya sebari menatap tajam ke arah Arsen.

"Dari awal gue emang ga suka ngeliat wajah lo ada di depan muka gue!" Lagi-lagi Revan kembali membuka suara. Sedangkan Arsen hanya terdiam, Pak Roby menatap tajam ke arah Revan membuat Revan seolah adalah biang kerok dari masalah ini.

"Sudah! Kamu kok hobinya bikin masalah terus. Saya sampe bingung mau ngasih nilai sikap kamu seperti apa," lanjut Pak Roby. "Ikut saja ke BK!"

Lagi dan lagi Revan masuk ruang BK. Diikuti Arsen yang berjalan di belakangnya. Sehingga sampailah mereka di depan ruang BK dan duduk di sana.

Pak Roby memberikan hukuman untuk Revan dan Arsen. Pak Roby menyuruh Revan membersihkan toilet dan Arsen membersihkan musholla yang ada di dalam sekolah.

Revan terpaksa mengangguk dan menyetujui hukuman itu. Akhirnya mereka berjalan keluar BK dengan sikap tak acuh.

"Bukan gue yang salah dalam hal ini. Lagian siapa suruh Aletha hujan-hujanan," ucap Arsen ketika sudah berada jauh dari ruang BK.

Revan yang berjalan mendahuluinya pun menoleh ke belakang. "Kalau lo nggak ngebiarin Aletha pulang sendiri, dia ga bakal kehujanan sampe basah kuyup begitu. Bahkan semalem dia sampe sakit. Untungnya aja orang tuanya ga tau soal ini," ucap Revan. "Kalau tau, lo udah babak belur sama bokapnya."

Arsen berdecak. "Itu cuma alasan lo aja supaya nakut-nakutin gue. Nyatanya gue ga pernah takut sama lo." Arsen mendekatkan langkahnya.
"Lo cuma cowok pengecut yang belum bisa move on dari mantan lo sendiri," bisiknya. Lalu pergi meninggalkan Revan sendirian dengan emosi yang bergejolak.

"Argh!" Revan mengusap wajahnya dengan kasar, lalu seperdetik kemudian ia menonjok dindingnya dengan keras sehingga punggung tangan kanan Revan mengeluarkan darah. Meski wajah Revan tidak babak belur, hanya ada luka memar yang kecil di bagian sudut bibirnya. Setidaknya tidak separah Arsen yang mempunyai banyak luka di wajahnya.

"Kalau lo sampe nyakitin Aletha lagi, gue pastiin lo mati di tangan gue!" gumam Revan dengan penuh emosi.

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang