Happy reading...
Aletha kesal, kesal antara Arsen tidak membelanya sama sekali ketika pelajaran Matematika tadi di kelasnya. Akhirnya sepulang sekolah tadi, Aletha langsung keluar kelas tanpa berpamitan kepada Arsen. Ia langsung berjalan menuju taman belakang sekolahnya.
Mengingat Revan mengajaknya untuk mengobrol. Aletha langsung duduk di kursi panjang di taman itu.
Suara pijakan sepatu pun berbunyi. Aletha menoleh dan mendapati Revan yang tengah berjalan ke arahnya dengan tas yang di gendong di salah satu pundaknya. Revan mengibaskan rambutnya yang sedikit basah itu, membuat Aletha sedikit terpana dengan ketampanannya. Namun Aletha langsung menepis pikiran itu ketika Revan sudah duduk di sampingnya.
"Udah lama nunggu?" tanya Revan.
"Baru sampe kok." alas Aletha dengan sedikit gugup.
"Arsen dimana?""Gue tinggalin sendirian di kelas."
"Lagi marahan?"
Aletha tersenyum basi. "Mungkin. Dia selalu berkata manis setiap kali dia salah."
"Cowok fakboy rata-rata kan emang gitu," ucap Revan dengan santai.
"Maksudnya?" Aletha menaikan sebelah alisnya."Hah? Eh?" Revan menoleh, lalu terkekeh melihat ekspresi Aletha. "Hehe nggak. Oh iya gue mau ngomong sesuatu nih btw."
"Ngomong apa?"
Revan membenarkan posisi duduknya menjadi sedikit tegak. "Soal Arsen, gue denger sendiri dari penjelasan dia kalau Arsen adalah orang yang--"
"Aletha!"
Belum sempat Revan menjelaskan maksud ucapannya, seorang cowok yang berperawakan tinggi berjalan ke arah Aletha dan Revan.
"Lo ngapain disini? Masih belum puas gangguin Aletha?" Arsen berjalan menghampiri dan langsung menatap tajam ke arah Revan.
Revan bangkit dan ikut menatap Arsen. "Kenapa lo ke sini? Jelas-jelas Aletha pengen ketemu sama gue." Revan menatap remeh kearah lawan.
Arsen menarik tangan Aletha dan membawanya ke belakang punggung Arsen. Kini Revan dan Arsen saling menatap tajam.
"Fokus aja ke pacar lo, ga usah ke pacar orang!" Tegas Arsen.
"Cihh!" Revan membuang pandangannya. "Pacar? Lo pacar macam apa yang ga belain sama sekali ketika pacar lo dihukum?"Arsen berusaha bersikap santai. "Ga usah ikut campur urusan gue. Aletha udah jadi milik gue. Lo ga berhak deketin dia lagi."
"Gue ga percaya sama orang yang bermuka dua. Gue akan selalu deketin Aletha selagi lo masih nyakitin dia."
Arsen menggempalkan tangannya sudah berniat menonjok wajah Revan yang tengil. Namun mengingat ada Aletha, Arsen mengurungkan niatnya.
"Tonjok aja, Sen. Ga usah sok berlaga manis dan sabar di depan pacar sendiri." Revan semakin memancing emosi Arsen.
Arsen tak menjawab ia langsung menarik kasar Aletha dan berjalan menjauh meninggalkan Revan.
"Lepasin, Sen!" Aletha berusaha melepaskan genggaman Arsen namun tak bisa karna Arsen menggenggam pergelangan tangannya sangat kuat.
Arsen menarik pergelangan Aletha sampai ke parkiran. Banyak sepasang mata memerhatikan mereka. Pasalnya tidak biasanya mereka bersikap seolah bertengkar. Biasanya Arsen dan Aletha selalu terlihat mesra di depan umum.
"Kamu itu apa-apaan sih!" Aletha mengibaskan lengannya dan menatap tajam ke arah Arsen. "Aku ga suka ya sama cowok yang kasar."
"Terserah kamu mau ngomong apa. Yang jelas kenapa kamu milih ngobrol sama Revan ketibang sama aku?" Arsen menatap Aletha dengan tatapan tajam.
Banyak sekali orang-orang yang melihat Arsen dan Aletha tengah bertengkar di parkiran. "Kayaknya kita perlu bicara deh." Arsen membuka pintu mobilnya diikuti oleh Aletha yang memasuki mobil dengan malas-malas.
Di dalam mobil Arsen menatap Aletha dengan tatapan yang tak biasa. "Revan bicara apa sama kamu?"
"Ga bicara apa-apa." Aletha lebih memilih tak menatap Arsen, pandangannya mengarah ke depan.
"Jawab jujur Aletha, aku dengar tadi dia menyebut namaku."
"Aku jujur. Kamunya aja yang terlalu posesif. Kamu ga mikirin kan perasaan aku pas tadi dihukum? Aku jadi males sama kamu!"
"Cuma karna itu kamu jadi ngobrol sama Revan?" Aletha terdiam sejenak. "Maafin aku karna aku juga ga tau harus berbuat apa saat itu. Yang jelas aku udah memperingati kamu buat ga deket-deket sama Revan, tapi kenapa kamu masih deket sama dia juga?"
Aletha menatap Arsen. "Kalo kamu ga berubah, mungkin aku juga ga akan begini. Sekarang sikap kamu aneh, Sen. Jemput aku sering telat, bahkan kamu sekarang agak cuek."
"Aletha dengerin aku..." Arsen mendekatkan tubuhnya, lalu mendekatkan wajahnya dengan wajah Aletha. "Aku ga pernah berubah. Aku akan selalu sama kamu. Kamu inget waktu itu aku pernah nyium kamu? Itu karna aku sayang sama kamu. Aku pengen sama kamu terus."
Aletha terdiam. Jantungnya berdegub sangat kencang. Pasalnya jarak antara wajahnya dan Arsen sangat dekat, bahkan hembusan napas Arsen bisa dirasakan.
Tak ada yang melihat mereka saat ini. Suasana di mobil sangat hening, meski di luaran sama banyak siswa dan siswi berkeliaran keluar sekolah. Namun kaca mobil Arsen cukup gelap sehingga kemungkinan tidak ada yang melihat Arsen akan berbuat apa.
Arsen mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi. Sehingga tatapan mereka bertemu sangat dekat. Suasana semakin menegang. Aletha terdiam terpaku, tidak bisa bergerak ketika bibir mungilnya bersentuhan dengan bibir Arsen. Mereka berciuman. Sehingga Arsen dapat merasakan hembusan napas Aletha. Aletha tidak bisa menolak karna telapak tangan Arsen menahan kepala Aletha untuk tidak menjauh.
Aletha meremas ujung rok abunya. Arsen membuat dunianya seolah terhenti.
Beberapa menit kemudian, Arsen menjauhi wajah Aletha perlahan. Tatapan cowok itu terlihat sangat kalem. Aletha menelan ludahnya yang terasa aneh. Ia tidak mampu berkata-kata.
"Kamu akan jadi miliku selamanya, Aletha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Revalet
Teen Fiction[COMPLETED] [LENGKAP] Sequel Boy Bestfriend [Bisa dibaca lebih dulu] jadi kalian ga perlu baca cerita pertamanya karna akan tetap nyambung. "Sahabatan sama mantan? Kenapa nggak?" tanya Revan. "Udah jadi mantan bukan berarti ga boleh temenan 'kan?" ...