Chapter 27: ketidak percayaan

102 15 0
                                    

Happy reading...

Revan berjalan dengan langkah lumayan cepat menuju ke ruang BK. Kalau bukan karna Arsen, Revan tak mau pergi ke ruang BK. Namun Revan juga sudah lama tidak memasuki ruang BK beberapa minggu terakhir ini membuat Revan merasa rindu dengan suasana wewangian yang ada di ruangan itu.
    
"Assalamualaikum, Bu Rena yang cantik jelita," goda Revan dengan senyuman atau lebih tepatnya cengiran yang ia ukir.
    
Bu Rena yang sedang duduk sambil membaca beberapa berkas yang ada di mejanya pun langsung mengadahkan kepalanya menatap Revan yang baru saja memasuki ruang BK.
    
"Waalaikumsalam, Revan Si Tukang Rusuh. Ada apa?"
    
"Panggilannya ga enak banget Bu, hehe."
    
"Jangan banyak basa-basi, saya masih banyak tugas yang harus dikerjakan."
    
"Iya-iya Bu. Galak amat sih," celetuk Revan. "Jadi gini Bu. Ibu tau kan anak baru yang bernama Arsen yang ada di kelas Aletha?"
    
Bu Rena berpikir sejenak, lalu kemudian mengangguk. "Yang pinter itu kan? Ya pasti tau lah."
    
"Ibu masih inget kasus beberapa tahun yang lalu yang menimpa Aletha di tempat kemping? Waktu itu Aletha sempat hilang di hutan dan hampir saja dilecehkan oleh lelaki tak dikenal." Revan menghela napasnya.
    
"Ya memang kenapa?"
    
"Ibu, saya tau Arsen sekarang jadi anak kesayangan para guru. Tapi Bu, penampilan ga menjadi karakter mereka baik 'kan?"
 
Bu Rena menegakkan tubuhnya yang semula menyender di kursi mengubah menjadi tegak. "Maksud kamu apa?"
    
"Saya dengar penjelasan langsung dari Arsen, Bu. Bahwa dialah yang menyulik Aletha di tempat perkemahan waktu itu," lanjut Revan.
    
Bu Rena menatap Revan tak percaya. "Jangan mengada-ngada kamu Revan. Mana bukti yang dapat kamu beri kepada Ibu atas kasus Aletha?"
    
Revan terdiam sejenak. "Bu saya tidak mempunyai bukti, tapi itu pengakuan Arsen."
    
Bu Rena tersenyum miring sambil geleng-geleng kepala. "Jangan jadikan kecemburuan kamu kepada Arsen menjadi alasan kamu melaporkan bahwa Arsen pelaku kejahatan saat di perkemahan."
    
Revan menatap Bu Rena dengan tatapan dalam. "Tapi Bu, saya dengar sendiri penjelasan Arsen. Arsen memang tak sebaik apa yang Ibu lihat."
    
"Ah sudah-sudah! Lebih baik kamu kembali ke kelas. Jangan berbicara yang tidak-tidak. Saya tidak akan mudah pecaya kecuali bila ada bukti."
    
Revan menghela napasnya sebari mengacak rambutnya frustasi. "Saya mau ngasih bukti apa Bu? Lagian di hutan ga ada CCTV."
    
"Ya bukti apa gitu, ga harus rekaman CCTV."
    
"Bu, polisi aja belum bisa ngungkapin kasus itu 'kan? Kalo saya udah tau siapa pelakunya, kenapa Ibu malah ga percaya?"
    
"Karna saya tau, omongan kamu kadang ga bisa di percaya." sergah Bu Rena.
    
Revan langsung terdiam. Setidak percayakah guru kepada Revan? Bahkan Aletha sekalipun? Revan benar-benar tak berkutik. "Kalau begitu saya pamit dulu, saya akan membuktikan kepada Ibu dan yang lainnya kalau saya bisa di percaya Bu."
    
Revan bangkit. "Terima kasih Bu atas waktunya, saya pamit. Wassalamualaikum."
    
"Wa'alaikumsalam."

✨✨✨

    
Suasana kelas menjadi mendadak sunyi ketika Pak Dadang selaku guru Matematika memasuki ruangan kelas. Aletha dan teman sekelasnya langsung duduk di bangkunya masing-masing dan segera mengeluarkan buku pelajaran Matematika.
    
"Mampus gue lupa belum ngerjain PR!" gumam Aletha sebari menepuk dahinya.
    
Arsen menoleh. "Kok kamu bisa lupa?"
    
"Terus gimana dong? Aku takut di hukum." Aletha mengigit bibir bawahnya dan membuat Arsen mengalihkan pandangannya.
    
"Lo belum ngerjain PR, Tha?" bisik Bella yang menoleh ke belakang kursinya.
    
"Gue takut di hukum, Bel." Aletha hampir menangis.
    
"Selamat siang semuanya, hari ini kita ulangan ya, bagi yang sudah mengerjakan pekerjaan rumah silahkan dikumpulkan. Bagi yang belum harap keluar kelas dan tidak mengikuti pelajaran saya sampai selesai," ucap Pak Dadang yang tengah menaruh tasnya di meja.
    
Aletha bengkit dari duduknya sambil melambaikan tangannya.
    
"Iya Aletha, ada pertanyaan?" tanya Pak Dadang.
    
"Sa-saya lupa mengerjakan PR, Pak." Aletha mengatakan itu dengan suara gemetar.
    
"Kok bisa tidak mengerjakan? Kamu ini bagaimana sih? Anak pintar tapi kok pemalas?" Pak Dadang geleng-geleng kepala. "Sekarang kamu keluar dan tidak diperbolehkan mengikuti ulangan!"
    
Aletha dengan perasaan sedih keluar dari kelas. Bella dan Anggun hanya bisa melihat kepergian sahabatnya itu sedangkan Arsen. Pemuda itu malah diam mematung tanpa memberikan pembelaan sedikit pun.
    
"Arsen! Lo gimana sih? Kok ga ngebantuin Aletha nyelesein masalahnya?" bisik Anggun yang menatap tajam ke arah Arsen. "Lo pacarnya atau bukan sih? Ga care banget."
    
"Gimana gue mau bantuin dia? Kalo dia salah ya sepantasnya dihukum," ucap Arsen dengan santai.
    
"Apa lo bilang? Berani-beraninya lo ngomong gitu? Lo tu--" belum sempat Bella melanjutkan ucapannya, Pak Dadang sudah memotong ucapannya.
    
"Bella! Kamu mau ikut bersama Aletha juga?" Tegas Pak Dadang.
    
Bella mengarahkan pandangannya ke depan. Ia menyengir kuda dan menggeleng. "Nggak, Pak."
    
"Ya sudah, siapkan kertas selembar, kita ulangan harian."
    
"Baik, Pak." Ucap seluruh murid yang ada di kelas.

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang