Chapter 43: Kotak Biru

124 16 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flashback on

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flashback on.

Sekitar 3 minggu yang lalu.
    
Revan baru saja pulang dari rumah sakit menjengkuk Aletha yang tengah koma selama satu minggu. Revan hendak menuju anak tangga, namun suara panggilan membuatnya menoleh kearah dapur.
    
"Revan!" Panggilnya.
    
Di sana ada Arma yang baru saja keluar dari dapur membawa segelas minuman berisi air putih.
    
"Revan, Paman udah punya rencana buat kuliah kamu. Paman berencana akan memperkuliahkan kamu di Jerman bersama Nadya," ucap Arma.
    
Revan terlonjak kaget dalam batinnya. "Hah? Kuliah di Jerman? Kenapa bisa? Revan mau kuliah disini bareng temen-temen Revan, Paman."
   
Arma tersenyum miring. "Perusahaan Paman udah lama berkerja sama dengan perusahaan Nadya. Jadi Paman harap setelah kamu benar-benar lulus, kita akan pindah ke Jerman. Itung-itung, supaya Paman ga perlu repot-repot pulang pergi ke Jerman."
    
"Tapi, Paman? Revan ga mau ke Jerman. Revan mau disini."
    
Arma menepuk pundak Revan. "Tidak bisa, Nak. Keputusan ini sudah bulat. Kita harus segera pindah agar perusahaan paman selalu lancar dan tidak ada hambatan."
   
Revan terdiam. Jika sudah menyangkut kehidupan pamannya, Revan tidak bisa mengelak. Karena seharusnya Revan bersyukur masih bisa bersekolah dengan dibiayai oleh Pamannya. Revan hanya bisa diam menerima pernyataan itu.
   
Hatinya gusar ketika sudah sampai di dalam kamarnya. Bagaimana caranya mengatakan kepada Aletha tentang perkuliahannya? Revan menggaruk puncak kepalanya. Dugaannya tidak pernah salah.
    
Sebenarnya Revan memang sudah menduga sebelum Ujian Nasional kalau ia akan kuliah di Jerman, firasat tersebut muncul ketika Revan tidak sengaja mendengar pembicaraan Arma dan istrinya di ruang tamu. Yang menyebut-nyebut nama 'Revan' dan juga negara Jerman.
   
Revan menghela napasnya. Ia merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamarnya. Jika memang ini benar-benar terjadi, Aletha pasti akan sangat sedih.
    
Revan bangkit dan menuju meja belajarnya. Disana ia mengambil sebuah kertas kosong dan bolpoin. Ia menuliskan sesuatu disana.
    
Revan harus menyiapkan sesuatu jikalau pamannya benar-benar akan memberangkatkan Revan ke Jerman suatu saat nanti.

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang