Chapter 40: kecemasan

118 17 0
                                    

Revan menatap langit-langit rumah sakit. Hatinya kalut bak diterkam secara tiba-tiba. Bagaimana mungkin ia sebodoh ini dalam hal menjaga Aletha?
    
Ya Revan memang menyayangi Aletha. Meski ia adalah mantannya, namun rasa sayang selalu tertanam dalam dirinya.
    
Ini semua karna Revan. Jika saja Revan tidak menyakiti Marsya, mungkin Arsen tak akan mencelakai Aletha. Oh iya, kemana Marsya? Entahlah Revan tak tahu, ia tak memikirkan gadis itu. Yang ada di pikirannya hanyalah Aletha.
    
Revan mendengus menunggu dokter keluar dari ruang Aletha di rawat. Di dalam ruangan itu tampak jelas tubuh Aletha dibaluti dengan berbagai alat medis yang membantu Aletha untuk tetap bertahan.
    
Akhirnya beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruangan dan menghampiri Revan yang langsung bangkit dari duduknya.
    
"Bagaimana keadaannya, Dok? Apa kondisinya sangat parah?"
    
Dokter terdiam sejenak. "Kondisinya sangat parah, setelah melakukan operasi karna bagian pelipisnya ada yang robek, pasien Aletha ini juga mengalami koma." Jelas Dokter.
    
Punggung Revan seketika ambruk dan terbentur ke dinding. "Sampai kapan, Dok?"
    
"Saya tidak bisa memastikan. Yang jelas kita harus berdoa bersama agar kondisi pasien bisa cepat pulih." Setelah mengatakan itu dokter dan seorang perawat yang ada di belakangnya pun pergi meninggalkan Revan.
    
Mengapa? Mengapa semua ini harus terjadi secara tiba-tiba? Setelah beberapa tahun lalu ayahnya meninggalkan Revan, kini orang yang Revan jaga mengalami kecelakaan. Apa semua orang perlahan akan meninggalkan Revan sendirian? Mengapa takdir begitu kejam dan tak selalu berpihak kepadanya. Revan merasa kecewa.
         
Revan menghembuskan napas beratnya. Beberapa saat kemudian, keluarga dari Aletha, teman-teman Revan, dan teman-teman Aletha berjalan menghampiri dengan tergesa-gesa.
    
"Aletha! Kenapa dia jadi seperti ini?" tanya Tania dengan nada panik melihat salah satu putrinya tertidur lemah di rumah sakit.
    
"Maaf Tante, Aletha kecelakaan. Sekarang dia koma. Maafin Revan yang ga bisa jaga Aletha." Revan tertunduk.
    
Tania mencoba tersenyum dan mengelus pundak cowok itu. "Kamu ga perlu nyalahin diri kamu sendiri. Selama ini kamu banyak membantu. Beruntung kamu bisa lebih dulu menolong Aletha saat kecelakaan. Kalo kamu ga cepet bawa dia ke rumah sakit, mungkin Tante ga tau harus berbuat apa. Terima kasih ya Revan."
    
Revan tersenyum samar. Lalu, pelan-pelan ia membuka ruang perawatan Aletha yang dipenuhi dengan berbagai macam alat medis yang menghiasi sekitar kepala dan tangannya.
    
Tania menangis seketika melihat Aletha dalam kondisi seperti itu. Tania menenggelamkan kepalanya di pelukan suaminya. Adit mencoba menenangkan, namun ia malah mendapatkan tonjokan dari Tania yang menonjok-nonjok dada bidang miliknya.
    
"Aduk Mama! Dada Papa sakit, nanti tetenya kempes Mama mau tanggung jawab?" ucap Adit.

Adit mencoba memecahkan suasana namun Tania malah semakin menangis. Alhasil Adit membawa Tania menjauh, daripada membuat suasana menjadi semakin menyedihkan.
    
"Aletha!" Anggun dan Bella menghampiri keranjang gadis itu.
    
"Kenapa dia bisa kecelakaan, Van?" tanya Bella pada Revan.
    
Revan menatap sendu. "Semuanya gara-gara Arsen! Dia yang udah ngebawa Aletha dan bikin dia celaka."
    
"Arsen?" tanya Anggun.
    
"Iya, gue dari awal emang udah curiga sama dia kalau dia bukan laki-laki yang bener." Revan menghembuskan napasnya. "Tapi walaupun gue cerita sama Aletha soal keburukan Arsen, Aletha ga pernah percaya."
    
Pandangan Revan tak sekalipun terlepas pada Aletha. Wajahnya kian memerah, Revan menahan tangisannya. Jangan sampai ia kehilangan gadis yang ia sayangi.
    
"Sabar, Van." Fathur menepuk pundak Revan.

Revan selalu sabar. Untuk sekarang Revan tak meminta orang lain mengatakan sabar pada Revan. Karna yang Revan butuhkan Aletha membuka matanya dan menyapanya dengan senyuman manisnya. Itu saja.

"Please Aletha, bangun ya. Gue ga mau  ngeliat lo lemah begini. Ini bukan lo banget, Tha."
    
"Maafin gue karna gue ga bisa jaga lo. Maafin gue karna gue menyia-nyiakan lo. Maafin gue Aletha. Gue salah dan gue minta maaf."
    
Revan tertunduk, menatapi kebodohan dirinya yang selama ini sangat salah menyikapi Aletha. Perasaan Revan terlalu dihiasi oleh kecemburuan sehingga melihat Aletha tampak membuatnya kesal ketika dulu.
    
Revan selalu merasa cemburu setiap kali Aletha dekat dengan Arsen. Jujur, Revan sangat iri. Ketika Aletha selalu menceritakan Arsen, ketika Aletha berjalan bersama Arsen, dan ketika Aletha selalu menghabiskan waktunya untuk Arsen, dan bukan untuk Revan lagi.
    
Revan terlalu cemburu sehingga membuat ia lengah terhadap sikap Arsen yang sudah ia ketahui berbahaya. Revan terlalu lengah. Ia merasa dirinya sangatlah bodoh.

RevaletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang