2 | Perihal Waktu Semua Akan Hilang Perlahan

441 101 62
                                    

Bagian 2

Perihal Waktu Semua Akan Hilang Perlahan

"Biarkanku memelukmu tanpa memelukmu, mengagumimu dari jauh."
Mengagumimu Dari Jauh-Tulus

_____

KEADAAN kelas sunyi saat terdengar pengumuman dari speaker yang terpasang di setiap kelas. Biasanya dari sana akan terdengar pengumuman penting, baik pemanggilan siswa atau lainnya.

"Tes ... tes ... selamat siang, saya Kenzie Athala dari kelas dua belas IPA dua."

Semua siswa yang berada di kelas langsung melempar pandangan. Bahkan guru yang saat itu tengah mengajar sempat mengernyit heran. Berbeda dengan Ara, dia merasa biasa saja dan masih fokus menyalin materi dari papan tulis ke buku catatannya.

"Saya di sini ada kepentingan dengan Clara Ayu Alexi kelas sepuluh IPA satu."

Merasa namanya disebut, Ara menghentikan kegiatannya. Semua pasang mata dalam kelas menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Caca menyenggol lengannya berkali-kali. "Kamu punya masalah apa sama Kak Ken? Sampai Kak Ken ngumumin lewat speaker?"

"Aku nggak punya masalah kok sama dia."

Hanya terdengar embusan napas berkali-kali dari speaker, dengan beragam pertanyaan di pikirannya, Ara terus memperhatikan kotak hitam yang menempel pada langit-langit ruang kelasnya.

"Clara, saya harap Anda tidak lupa dengan janji yang Anda buat sendiri kemarin. Saya hanya mengingatkan, terima kasih."

Ara mengingat kembali kejadian terakhir bersama Ken. Hanya berpapasan di tangga penghubung kelas 10 dan 12. Lalu di mana letak masalahnya? Janji? Dirinya sama sekali tidak membuat janji pada Ken. Dasar cowok aneh.

Kelamaan melamun, Ara sampai tidak sadar jika kini sudah waktunya istirahat. Semua siswa di kelasnya sudah menyerbu kantin untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Seperti biasa, istirahat adalah waktu yang selalu tepat untuk bertemu Al di perpustakaan.

Dia selalu menundukkan wajahnya selama perjalanan, hingga tak sadar jika di depannya ada pilar dan langsung menabraknya.

"Aduh," kata Ara sambil meringis.

"Dasar ceroboh!"

"Pilarnya saja yang tiba-tiba ada di situ."

"Bego, dari tadi juga memang di situ," cecar Ken, sadis.

"Nggak sopan ngomong kayak gitu!"

"Lebih nggak sopanan mana kalau ngomong nggak natap wajahnya?"

Karena merasa tersindir, Ara mendongakkan wajahnya. Menatap Ken dengan penuh kekesalan. "Gimana? Ini sudah sopan 'kan? Puas kamu!"

"Tambah nggak sopan lagi kalau lo panggil gue tanpa embel-embel 'Kak'."

Waktunya akan digunakan percuma saat meladeni Ken. Untuk itu, Ara memutuskan pergi menjauhi Ken. Layaknya orangtua yang menyuruh anaknya pulang karena hari sudah larut, tapi anaknya bandel dan akhirnya beliau menggendong anaknya untuk pulang. Sama halnya seperti itu, Ken menggendong Ara secara tiba-tiba.

"Ken kamu kenapa sih?! Nyebelin banget, turunin aku cepat!" Tak henti-hentinya Ara memukuli punggung kokoh Ken.

"Sorry ya. Abisnya lo kalau gue ajak pasti nolak, jadi terpaksa deh."

Ara pasrah. Tangannya gatal ingin mencolok beberapa pasang mata yang selalu memperhatikannya dengan garpu siomay yang ompong hingga berbentuk seperti taring.

Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang