11 | Snowball Pengirim Rindu

211 49 7
                                    

Bagian 11

Snowball Pengirim Rindu

"I shouldn't stay but I don't wanna go."
I Don't Wanna Go-Alan Walker ft. Julie Bergen

_____

HARI ini, seharian penuh, Ken tidak menampakkan batang hidungnya di sekolah. Membuat Ara sedikit memikirkannya, entah mengapa, tapi ini tidak seperti biasanya. Tidak ada lagi senyum tipis yang lelaki itu tunjukkan. Apa mungkin sakit?

"Ara? Belum pulang?"

Suara seseorang membuyarkan pikiran Ara mengenai Ken? Astaga! Ara memikirkan Ken? Bukan Ara sekali.

"Lho Kak Al?"

Al mengibaskan jaket Levi's miliknya. Alisnya merengut saat cipratan air mengenai wajahnya. "Sendirian?" tanya Al sambil menyisir rambutnya dengan jemari lalu duduk di sebelah Ara. "Belum dijemput atau bagaimana?"

"Nggak dijemput Kak, aku pulang naik angkot."

"Mau pulang bareng saya? Kalau nunggu angkot bisa sampai sore, apalagi hujannya deras kayak gini."

Ara tak perlu menimangnya, tentu saja ia mau. Mengingat yang mengajaknya Al, lelaki yang ia sukai, pasti Ara terima.

Senyum Ara mengembang dan menjawab, "Mau Kak."

"Nunggu hujannya sedikit reda dulu."

Selama apapun menunggu hujan reda, akan Ara lakukan jika bersama Al. Manik cokelat Al menyorot Ara dengan keteduhan, menyiratkan arti yang tak biasa Ara rasakan. Setelah hujannya sedikit reda, Al melajukan motornya membelah dinginnya udara.

Baru setengah jalan, hujan kembali turun dengan derasnya. Al menepikan motornya di emper ruko yang tutup. "Hujannya deras banget Ra, teduh dulu."

Bibir Ara pucat, tubuhnya pun gemetar, seragamnya sedikit basah karena terkena cipratan. Ara terkejut saat sesuatu mendarat halus di punggungnya.

"Pakai jaketnya kalau kamu nggak mau lihat saya khawatir," ujar Al lirih. Tangannya merogoh sesuatu di dalam tas lalu mengeluarkannya dengan antusias. Sebuah gantungan kunci rubik mini yang Al genggam menarik perhatian Ara saat itu juga.

"Suka, ya? Ambil," kata Al singkat karena ponselnya berdering.

Segera Al mengangkatnya, seketika wajahnya menjadi cemas. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran, lalu mendekati Ara dengan langkah lunglai.

"Ra, saya minta maaf. Saya duluan, ada yang lebih penting, Esfa jatuh dari tangga. Kamu ditinggal nggak apa-apa? Atau mau saya pesankan ojol?"

Seolah dihipnotis, Ara menjawab dengan anggukan singkat. "Nggak apa-apa kok Kak Al, nanti Ara minta jemput Abang."

Al tersenyum mendengar jawaban Ara. Kemudian melajukan motor matic-nya secepat mungkin menerobos hujan, tak peduli jalanan yang licin maupun cacian pengendara lain atas ketidaknyamanannya karena Al.

Itu semua demi Esfa. Hanya karena Esfa jatuh dari tangga, dengan beraninya ia meninggalkan Ara sendirian. Di emper ruko, di bawah derasnya hujan, dan beberapa kemungkinan buruk yang akan menimpa Ara. Benar-benar tak punya hati. Sebenarnya tadi Ara sempat mendengar percakapan Al dengan Esfa, itu suara Esfa, kakinya terkilir. Yang benar saja, hanya terkilir. Coba bayangkan, dalam situasi ini, Esfa lebih penting bagi Al?

Sialnya lagi, ponsel Ara lowbat, mana mungkin ia bisa meminta Damar supaya bisa menjemputnya.

Jadi, yang Ara lakukan saat ini, duduk sendirian sambil memperhatikan air hujan yang menciprati sepatunya, sedikit demi sedikit, hingga membuat sepatunya basah sempurna.

Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang