Bagian 6
Lebih Dalam Dari Laut dan Lebih Luas dari Langit
"Entah aku pengecut, entah kau tidak peka."
Garis Terdepan-Fiersa Besari_____
RAMAI. Keadaan kantin mendadak sesak saat bel istirahat dibunyikan. Berisik sekali. Tidak ada tempat, Ara berdiri dengan menggesekkan sepatunya di lantai sambil menunduk. Menunggu Caca yang sedang memesan makanan. Seseorang menyentuh bahu Ara dari belakang, lalu tangannya menunjuk ke arah sesuatu.
Ara lantas mengikuti arah pandang seseorang itu. Tak ada apa-apa, hanya kerumunan siswa yang sedang bergurau. Satu persatu kerumunan itu memecah. Memperlihatkan Ken dengan aura itu. Aura yang membuat seluruh pasang mata menatapnya terpukau.
"Ara!"
Sial. Berisiknya berhenti, semua penghuni kantin menatap Ara dengan sorot mata yang sulit diartikan. Suara Ken terdengar indah di tengah keheningan kantin.
"I-ya?"
Tak banyak bicara, Ken menghampiri Ara lalu melirik sekumpulan siswi di salah satu meja kantin dekat dinding.
"Boleh nggak lo semua pindah?"
Seolah dihipnotis, sekumpulan siswi itu langsung pindah, tak lupa mereka sempat curi pandang pada Ken.
Ken mengajak Ara untuk duduk di bangku yang baru saja kosong. Lalu mengambil spidol dari saku seragam dan membukanya dengan mulut. Dia menuliskan pada meja kalimat 'hanya Ken dan Ara yang boleh duduk di sini!' dengan spidol permanen yang sengaja dia bawa.
Kantin semakin riuh, tepuk tangan, dan sorak-sorai. Lengkap sudah penderitaan Ara hari ini. Harusnya tadi dia menolak ajakan Caca untuk pergi ke kantin, dan seharusnya dia pergi ke perpustakaan. Menemui Al.
"Ken kamu apa-apaan sih?"
"Oke, untuk peri kecilnya Bang Damar dan peri cantiknya Ken. Kita 'kan teman?"
"Berlebihan, nggak suka!"
"Jadi, sekarang mau Ara apa?"
"Apa maksud kamu nulis gituan?"
"Supaya kamu nggak terus berdiri kayak gitu, supaya kamu nggak capek, supaya kamu bisa duduk. Dan supaya kamu bisa dekat sama aku."
Sejurus kemudian Ara meninggalkan kantin. Meninggalkan Ken dengan senyum tipisnya. Juga, meninggalkan Caca yang buru-buru mengejarnya. Omong-omong ucapan Ken tadi, Ara sama sekali tak peduli. Sama sekali tak ambil hati.
_____
"Ikut aku yuk, gimana mau nggak?"
Ken datang tanpa Ara duga. Dia sudah berjalan di samping Ara. Baju seragam menjuntai keluar dari celana abu-abunya. Dasi yang biasa terikat rapi di kepala sudah tidak ada, entah hilang ke mana.
"Ken kamu tuh aneh!"
Ken menepuk pelan punggung Ara, hingga gadis itu terseok-seok akibat ulahnya. "Eh, sorry, abis tubuh kamu mungil banget sih, atau kekurangan makan?"
"Sembarangan!" ketus Ara dengan tangan yang terlipat di depan dada.
Sebenarnya bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Akibat pelajaran terakhir adalah pelajaran Pak Putu--Biologi--maka waktu belajar diperpanjang. Yang awalnya hanya dua jam, malah menjadi dua jam dua puluh menit. Bukan hanya itu, kebetulan atau memang sudah ditakdirkan, waktu keluar kelasnya berbarengan dengan kelas Ken yang mendapat pelajaran tambahan materi UN.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken & Ara [SELESAI]
Teen FictionKetika logika menjelaskan bahwa semuanya diawali dari pertemuan yang tak terduga, saling jatuh cinta, hingga merajut kisah bersama. Itu bukan alur sebenarnya. Sayangnya ada sebuah hati yang sempurna, selalu menunggu balasan atas apa yang diperbuatny...