9 | Ken-nya Ara

230 57 11
                                    

Bagian 9

Ken-nya Ara

"Walaupun ku tak melihat parasmu. Tapi selalu kurasakan hadirmu."
Hadirmu-Virzha

_____

"ARA? Sudah selesai belum?" Teriakan Damar menggema seantero ruang makan.

Cowok dengan rambut kemerah-merahan itu melahap roti dengan kunyahan cepat. Setelahnya dia meminum susu cokelat hangat dengan buru-buru, hingga terlihat jakunnya naik-turun.

"Lho kok makannya buru-buru Mas?"

"Lagi ditunggu sama teman, Mbok, di kafe biasa Damar nongkrong," jawab Damar menyambar jaket yang tadi dia sampirkan di kursi.

"Sama Mbak Ara?"

"Iya Mbok, katanya bosan kalau di rumah."

Mbok Ida sudah seperti orangtua kandung bagi mereka. Walau begitu, asisten rumah tangganya itu memiliki peran penting dalam menyayangi mereka. Sejak kedua orangtuanya wafat, Damar dan Ara masih memiliki Mbok Ida yang selalu ada dalam lingkup keluarga kecilnya. Selalu ada bagi mereka apapun keadaannya. Damar dan Ara benar-benar menyayanginya seperti mereka menyayangi ibu kandungnya dulu.

"Ayo Bang, Ara sudah siap nih!" Ara menuruni tangga dengan senyum yang mengembang. "Mbok Ida, Ara sama Abang pergi dulu ya," ujar Ara menyalami Mbok Ida, Damar juga melakukan hal yang sama.

"Hati-hati ya Mas Damar, Mbak Ara."

Damar berjalan duluan menuju halaman depan rumah, kemudian disusul Ara. Motor trail warna hijau Damar sudah terparkir rapi di sana. Motor itu didapat dari jerih payahnya sendiri. Dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pengganti tulang punggung keluarga, lebihan uangnya dia tabung untuk membeli motor trail hijaunya itu. Ara beruntung sekali memiliki Abang seperti Damar, sangat mandiri.

Damar menstarter motornya, lalu melajukannya dengan kecepatan standar. Ada yang ingin Ara bicarakan pada Damar.

"Abang kenal sama Ken?"

"Hah? Apaan Ra? Abang kurang dengar, coba ulangi lagi."

Ara menarik napas, lalu kembali mengulangi pertanyaannya dengan volume lebih ditinggikan. "Abang kenal sama Ken?"

"Oh? Ken? Kebetulan itu rumahnya." Damar menunjuk rumah yang baru saja dilaluinya. "Kenzie Athala 'kan? Yang satu sekolah sama Ara? Iya itu tadi rumahnya."

Menoleh ke belakang sambil mengamati rumah yang terlewat barusan. Dia melongo seketika. Jadi, selama ini dirinya satu kompleks perumahan dengan Ken? Si cowok misterius itu? Apa-apaan ini, pantas saja Ara sering bertemu Ken tanpa diduga.

"Abang nggak bohong 'kan?"

"Ngapain Abang bohong."

"Abang kenal 'kan? Abang juga yang sudah ngizinin Ken buat ngajak Ara nonton konser?"

"Iya, Abang kenal. Malah itu Abang ngizinin karena Mbok Ida lagi ada urusan, terus Abang juga lagi sibuk kerja. Daripada Ara sendirian di rumah, buat Abang nanti khawatir. Jadi Abang izinin saja sampai Abang kelar kerja," papar Damar membuat Ara mengangguk paham.

"Kok tadi rumah Ken kelihatan sepi? Kenapa ya Bang, padahal 'kan rumahnya besar, pasti banyak penghuninya."

Damar tertawa renyah. "Mungkin penghuninya lagi pada sibuk Ra. Tumben apa Ara nanyain rumah Ken? Nyariin Ken ya, ya, ya?"

"Ish nyebelin!"

Suara dentingan lonceng kafe menyambut kedatangan mereka berdua. Aroma kopi langsung menelisik masuk ke indera penciuman. Ara memang tidak menyukai minuman yang mengandung kafein, tapi Ara sangat menyukai aromanya.

Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang