43 | Hukuman

87 14 0
                                    

Bagian 43

Hukuman

"Mungkin kau takkan pernah tahu betapa mudahnya kau untuk dikagumi. Mungkin kau tak pernah sadar betapa mudahnya kau untuk dicintai."
Pemuja Rahasia-Sheila On 7

____

"PACAR ...," panggil Ken setelah memakaikan helm ke kepala Ara.
Tak ada sahutan, Ken mengamati wajah Ara. Seolah ia ingin tahu hal apa yang sedang dipikirkan Ara hanya dengan membaca raut wajahnya.

"Pacar ...," panggil Ken sekali lagi.

Ara tersentak. Matanya mengerjap beberapa kali saat mengetahui Ken sedang memandanginya.

"Kenapa?" tanya Ken diakhiri senyuman.

"Nggak apa-apa kok, cuma sedikit kepikiran."

Ken tertawa kecil. "Itu berarti ada apa-apa. Memangnya Ara mikirin apa?"

Ara tak kunjung menjawab, alhasil Ken langsung menuntun agar segera naik ke motornya. Ara mengangguk dengan tangan yang bertopang pada bahu Ken, jurus utama ketika ia kesulitan naik ke motor yang tingginya hampir menyamai tubuhnya.

Dari kaca spion, Ken menarik kedua sudut bibirnya mengamati wajah Ara dengan saksama. Akibat kaca helm yang tidak Ara turunkan, membuat gadis itu terbatuk kecil menghirup udara jalanan yang penuh dengan polusi. Sesekali alisnya merengut akibat terpapar sinar matahari siang-siang begini.

"Pacar ...." Entah kenapa, mungkin panggilan ini akan Ken sematkan pada Ara untuk hari ini, besok, dan sampai seterusnya.

Ara terkekeh pelan. "Siapa yang suruh kamu alay kayak gitu?"

Oh, alay ya? Sepertinya Ken tidak akan memanggil Ara seperti tadi, untuk selamanya. Ia tidak akan pernah!

"Tuh, yang tadi nanya!"

Jawaban tersebut menggantung di udara, terhempas oleh asap kendaraan yang berlalu lalang. Mendadak, Ken merasa cemas karena Ara hanya diam saja sedari tadi.

"Punya pertanyaan?"

Hati gelisah Ara menguap hilang, tergantikan dengan keterkejutan. Matanya melebar sempurna, sebelum berbicara Ara berdeham pelan. "Ada, sih," cicit Ara. "Eum ... tapi nggak apa-apa?"

Melihat Ken yang mengangguk, lagi-lagi Ara berdeham. "Kak Luvi gimana?" tanya Ara ragu.

Gadis itu menggigit pipi bagian dalam, menunggu Ken yang tak kunjung menjawab. Ken malah tertawa puas setelah ia bisa menoleh ke belakang karena lampu merah, tepat melihat wajah khawatir nan was-was yang Ara tunjukkan.

"Cemburu?"

Satu kata itu berhasil membuat wajah Ara menghangat. Pasti wajahnya sudah memerah sekarang, disertai detakan jantung yang sudah tidak sesuai dengan ritmenya.

"Siapa b-bilang?!" Ara meringis pelan ketika menyadari suaranya menjadi sedikit gagap.

"Wajar dong kalau cemburu."

Ara cemberut, berdecak sebal saat mengetahui Ken kembali tertawa puas. Usai itu, kepala Ara langsung menghantam punggung Ken yang tiba-tiba menghentikan motor.

"Ish! Kalau mau berhenti bilang-bilang," cicit Ara sembari meringis. Mau bagaimanapun juga dahinya benar-benar terasa nyeri. Lupakan saja tentang Ken yang pasti cowok itu juga merasakan ngilu di punggungnya.

Dengan wajah yang sedikit meringis, namun Ken berusaha untuk menormalkan. "Sorry ya, kamu tunggu dulu di sini bentar."

Ken berjalan terburu-buru mengarah ke tengah jalan. Ia sempat meminta maaf bagi pengendara lain yang berhenti mendadak akibat ulahnya. Kedua tangannya meraih kucing kecil yang menjadi sumber umpatan pengendara lain yang merasa terusik, karena kehadiran kucing yang diam saja di tengah jalan.

Sambil menggendong, Ken membawanya ke pinggir jalan. Di sana ada semak-semak, dan di balik semak-semak itu Ken meletakan anak kucing tersebut. Lalu berlari mendekat ke arah Ara kembali.

Ken tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya. "Gimana?"

"Gimana apanya?" tanya Ara yang bingung. Ia memperhatikan Ken dari ujung rambut sampai kaki. Melihat ada yang berbeda dari penampilan Ken dari yang sebelumnya, Ara menyugar rambut Ken dengan sela-sela jemari. Membuat cowok itu mematung atas perlakuan Ara.

"Rambutnya acak-acakan!"

"Masa? Coba bandingin aku sama Nathan," kata Ken membuat tawa Ara menyembur seketika.

"Nathan siapa? Yang jual es buah dekat sekolah?"

Ya ampun! Ini karena Ara yang tidak peka atau memang Ken yang kurang jelas memberitahu Ara?

Ken menepuk dahinya sendiri dengan gregetan. "Nathan-nya Salma."

"Terus? Kamu mau aku bandingin sama Nathan, gitu? Buat apa? Ini 'kan Ken-nya Ara, bukan Nathan-nya Salma."

Kalau saja semesta mendengar ucapan Ara barusan, mungkin ia akan iri dengan posisi yang dimiliki Ken. Jika ada kesempatan waktu, Ken akan menjeda bagian tadi. Ia ingin merekam ucapan Ara dan nantinya akan ia jadikan audio yang selalu ia putar sebelum tidur.

"Nggak lupa 'kan sama hukumannya?"

Mendadak hati Ken mencelos, ia merasa dag-dig-dug ser saat disinggung mengenai hukuman yang akan Ara berikan. Tentu saja banyak pemikiran yang berseliweran di kepalanya, apa jangan-jangan Ara ingin menggunakan cara menjauhi dirinya balik? Lalu hubungan mereka akan renggang? Putus begitu saja?

Ah, mana mungkin! Ken terlalu jauh memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya ia pikirkan.

Seperti ada efek slow motion ketika mulut Ara mulai membuka, hendak menyuarakan hukuman bagi Ken. Melihat ekspresi panik di wajah Ken, mulut Ara kembali terkatup menahan tawa. Begitu seterusnya, hingga kalimat dengan satu helaan napas itu meluncur dari mulut Ara dengan mudah.

"Buat satu kebahagian detik ini juga!"

Kali ini, Ken tersenyum tipis. Ia meraih paper bag berwarna cokelat yang tergantung di stang motor bagian kanan. Ara bahkan baru tahu jika ada paper bag di sana. Geez, Ken tersenyum penuh kemenangan saat Ara tak berkutik menatap benda yang baru saja dikeluarkan Ken dari paper bag tersebut.

Ingatkan Ara bahwa Ken memang tahu semua tentangnya. Termasuk kotak musik Carousel berwarna pink mengagumkan. (Lihat di mulmed ya, walau nggak terlalu jelas, bisa cek Google juga, soalnya aku coba up fotonya di sini tapi nggak bisa).

Ken memutar bagian atasnya yang seperti payung beberapa kali, sampai dirasa pas ia melepasnya. Membiarkan benda itu berputar dengan suara musik Fur Elise mengiringi komedi kecil itu berputar.

"Seorang Kenzie Athala baru saja menyelesaikan hukuman dari sang Pacar!"

"Enak aja! Masih belum selesai," potong Ara cepat, membuat Ken

mengangkat sebelah alisnya.

"Nanti malam ada pekan raya. Tempatnya nggak jauh kok dari kompleks, nanti naik ini ya?" Ara antusias menunjukkan kotak musik yang di tangannya.

Oh my God! Ken nggak bisa nurutin kemauan Ara yang satu itu! Seseorang, bawain kantung plastik nanti malam buat Ken ya!

Entah takdir akan membawanya ke persimpangan mana, yang pasti ia akan mencari cara untuk setiap proses yang akan ia lewati.

Sebentar saja, hanya bersama Ara.

_____

Makasih yang udah baca <3

Salam,

Illa :)

Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang