Bagian 7
Apa Karena Al?
"Seandainya satu hari bertukar jiwa. Kau akan mengerti dan berhenti bertanya-tanya."
Tukar Jiiwa-Tulus_____
PAGI dengan koridor sepi.
Ara berjalan santai sambil memegangi tali ransel. Alih-alih menuju ke kelas, ia malah melangkahkan kaki ke kantin. Tidak seperti biasanya, hari ini Ara sarapan di kantin.
Mulutnya terkatup saat hendak memesan bubur, karena sudah ada Ken yang duduk di meja kantin biasanya. Tumben sekali cowok itu berangkat sepagi ini. Tak guna jika Ara putar balik langkah, rasa laparnya terlalu besar. Hingga dia memutuskan memesan bubur.
"Mas Wen, buburnya satu ya!" Secepat kilat Ara mengucapkan itu. Firasatnya benar, Ken langsung menoleh dan tersenyum ke arahnya.
"Sini Ra, duduk."
Terpaksa Ara duduk di sebelah Ken, ada hal yang perlu dia bicarakan pada Ken. Tentang kemarin. Tentang pernyataan Ken yang ambigu bagi Ara. Sampai semalaman dia berpikir keras mengartikan perkataan Ken.
"Ken, aku minta maaf."
"Kenapa minta maaf?"
"Tentang kemarin," ucap Ara ragu.
Ken malah tertawa kecil. "Udah lupain aja, nggak penting juga."
Ara semakin bingung atas jawabannya. "Eum--"
Perkataan Ara terhenti saat Mas Wen memberikan bubur pesanannya. Ara hanya memperhatikan kepulan uap buburnya, tak terasa Ken juga ikut melakukan hal yang sama.
Orang seperti Ara memang mudah ditebak, sedari tadi Ken perhatikan gerak-geriknya seperti ada hal yang ingin Ara bicarakan, dengan serius.
Ken menarik mangkuk bubur Ara dengan cepat. "Dari tadi cuma dilihatin mulu. Kamu suka bubur yang diaduk atau nggak? Lho kok ini pakai kacang? Bukannya kamu alergi kacang ya?"
Astaga! Untung Ken mengingatkan, jika tidak alerginya akan kambuh. Ara sampai lupa bilang ke Mas Wen jangan pakai kacang. Tapi tunggu, ada yang lebih penting dari itu. Ken tahu dari mana alerginya? Lagi, lagi, seperti ini.
"Karena aku Ken," kata Ken membalas sorot kebingungan di mata Ara. "Ini kacangnya udah aku buang. Kalau mau pesan lagi, aku panggilkan Mas Wen, ya?"
"Eh nggak usah Ken. Makasih, ya."
Dengan segera Ara memakan buburnya. Ken pun sama. Tak ada apa-apa lagi. Mereka diam menyelami pikirannya masing-masing. Hingga setelah buburnya habis, Ara ingin mengambil segelas teh manis hangat yang disediakan Mas Wen tapi langsung dicegah Ken.
"Kamu lupa ya kalau belum pesan minumnya sesuai selera kamu? Itu yang dibuatkan Mas Wen teh manis hangat. Ini punya aku aja, sama kayak selera kamu, air manis hangat. Tenang, belum diminum kok."
Ara mengambilnya ragu, dua detik kemudian dia meminumnya. "Kenapa selera kamu sama kayak aku?"
"Perlu ya aku jawab?"
"Jangan buat jawaban dengan pertanyaan," ucap Ara, ketus.
"Jawabannya mutlak. Aku suka kamu."
Untuk sekian kalinya, Ara merotasikan bola matanya jengah. Bukannya hati bukan bahan main-main? Tapi kenapa Ken terlihat sangat mudah menyatakan perasaannya tanpa pakai pembukaan dahulu? Apa itu tandanya dia memang tidak ingin serius? Ingin main-main, begitu?
"Ken ...."
"Mau bilang kalau kamu nggak suka aku? Nggak apa-apa Ra, nggak masalah."
"Maaf Ken ...."
"Kenapa minta maaf? Tenang aja, aku bisa buat kamu suka sama aku."
"Tapi aku--"
"Apa karena Al?"
Mati aja Ra!
_____
"Bagaimana?"
"Apanya?"
Ken mengambil alih tumpukan buku yang di tangan Ara. Semua buku-bukunya sudah Ken ambil dan hanya menyisakan satu buku di tangan Ara. Sepulang sekolah ini Ara diminta Bu Dini untuk menyimpan tumpukkan buku tugas kelasnya di meja Bu Dini. Namun, baru saja dia keluar kelas sudah ada Ken yang langsung mengambil alih.
"Masih mau bilang kamu nggak suka aku?"
"Kalau iya?"
"Aku tetap akan buat kamu suka."
Aneh memang. Cowok seperti Ken itu cowok teraneh yang pernah Ara temui.
Ara menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, mengamati satu buku yang dia genggam. "Kenapa cuma disisakan satu?"
"Nanti juga kamu tahu alasannya."
Selain aneh, tingkah Ken juga memaksa Ara untuk putar otak mengartikannya.
Ken yang posisinya di depan Ara tiba-tiba berhenti mendadak, membuat Ara hampir saja menubruk punggungnya. Sejenak Ken membetulkan tas ranselnya yang dia sampirkan di bahu kanan. Suara gemerincing hadir di antara keheningan mereka, itu karena kunci motor Ken yang terjatuh saat membetulkan tasnya.
Ken membungkuk, bermaksud mengambil kunci motornya.
Saat bersamaan, Ara membungkuk, bermaksud sama.
Jadilah kepala mereka berbenturan dengan suara yang cukup keras dan lumayan menyakitkan.
"Biar aku aja yang ambil," kata Ken sedikit meringis akibat kepalanya yang nyeri hasil benturan tadi.
"Maaf," timpal Ara menunduk, dia juga sama menahan sakit, bahkan Ara sampai ingin menangis saking perihnya.
"Nggak apa-apa."
Itu percakapan terakhir mereka setelah Ken memberikan kembali tumpukan buku itu pada Ara dan pamit pulang duluan yang diakhiri lambaian tangan.
_____
Makasih yang udah baca <3
Mampir ke IG-ku yuk @illa_fadillah08
Kita berteman!Salam,
Illa :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken & Ara [SELESAI]
Teen FictionKetika logika menjelaskan bahwa semuanya diawali dari pertemuan yang tak terduga, saling jatuh cinta, hingga merajut kisah bersama. Itu bukan alur sebenarnya. Sayangnya ada sebuah hati yang sempurna, selalu menunggu balasan atas apa yang diperbuatny...