45 | Pacar

90 9 0
                                    

Bagian 45

Pacar

"You always be my day one,
day zero when I was no one,
I'am nothing but my self,
you where no one else,
thankful you are my day one."
Day 1-Honne

_____

"MAAF ya."

Ara menggeleng lemah. "Nggak apa-apa kok. Memangnya kapten futsal harus banget ya bisa nambah poin buat tim?"

Lalu, Ara membuka tutup botol minuman isotonik yang ia bawa dan langsung memberikannya pada Ken.

Tangan Ken menyambut halus, meminum isinya hingga habis total. "Bukan gitu maksudnya, kalau kejadian akhirnya aku kalah, kamu nggak usah datang repot-repot gini."

"Ken, kamu tuh ...," jeda Ara bersusah payah mengurungkan niat untuk mencubit pipi Ken. "Gemesin banget."

"Cubit dong pipinya," pinta Ken dengan wajah memelas.

Ara memegang pipi Ken, menggerakkannya seperti mulut ikan koi. Kemudian ia mencubit pipi Ken bertubi-tubi.

Masih dengan wajah memelasnya, Ken berkata, "Maaf ya aku kalah."

"Nggak apa-apa, Ken."

"Tap---"

"Nggak apa-apa, Pacar."

Seketika jemari Ara yang mencubit pipi Ken terasa menghangat, menyadari semburat rona merah tampak di pipi cowok itu.

Ara linglung sendiri, apa ia salah bicara sampai Ken diam saja? Hingga akhirnya Ara tahu, ia menjauhkan tangannya dari pipi Ken. Pipinya juga ikutan merona, ternyata panggilan 'baru' yang pernah ia bilang alay kini malah terlontar begitu saja dari mulutnya.

"Eh, sorry, duh ... eh."

Ken terkekeh ringan, lalu berujar dengan amat pelan namun masih terdengar oleh Ara. "Nggak apa-apa, Sayang."

Dengan susah payah Ara mengontrol raut wajah agar biasa saja. Rasanya, sekarang ini ia bisa lompat dari satu gedung ke gedung lain karena saking bahagia.

"Aku masuk dulu ya? Bentar lagi bel," sahut Ara dengan lengkungan sabit yang masih tampak di bibirnya.

Dibalas Ken dengan anggukan malu-malu. Ah, menggemaskan sekali pacarnya ketika sedang salah tingkah.

Kedua tangan Ken terkepal di udara, lalu menggerakkannya pelan. Disusul dengan gerakan bibir yang mengeja, "S-E-M-A-N-G-A-T!"

Ara yang sudah lumayan jauh melangkah mundur, masih memandangi Ken dan membalas dengan lambaian tangan. Setelah Ken sudah bergabung kembali dengan timnya, Ara hendak berbalik badan agar ia bisa berjalan normal---karena sebelumnya ia berjalan mundur.

Tiba-tiba bahunya tanpa sengaja menabrak seseorang hingga terdengar ringisan pelan. Refleks Ara meminta maaf. Namun, orang itu tersenyum senang melihat figur Ara.

"Eh Ara?"

"Maaf ya Kak Esfa."

"Gue nggak apa-apa kok, santai aja."

Ara menunduk sembari menggesekkan sepatu ke lantai, ia merasa tak enak hati. Setelah Esfa merapikan tumpukan buku di tangannya, barulah gadis itu bersuara kembali.

"Kebetulan ketemu lo, ada yang perlu gue omongin."

Terselip kesenduan dalam perkataan Esfa, dengan saksama Ara menunggu perkataan selanjutnya.

"Besok Al pergi ke Singapura. Kondisinya makin parah, jadi ortunya cari pengobatan ke Singapura."

"Lho? Kok mendadak Kak? Bukannya nanti lusa kelas 12 mulai UN?"

"Al mundurin diri dari sekolah, gimanapun juga kesehatannya penting. Urusan pendidikan, mungkin kalau kondisinya udah baik pasti Al pikirin lagi."

Tanpa diizinkan, kepala Ara langsung memproyeksikan percakapan dirinya dengan Al saat terakhir kali bertemu, tepatnya dalam pesta ulang tahun Helena.

"Mau saya bantu?"

Ara mengerjap beberapa saat. Ia menggeleng kuat. "Eh, nggak usah Kak Al, aku bisa sendiri."

Terlihat kerutan di dahi Al. Alih-alih menjawab, cowok itu malah merogoh saku celana dan mengeluarkan sapu tangan. "Pakai ini aja, sini saya bantu ya! Soalnya kamu kelihatan repot dengan es krimnya."

Sebelum Ara menerima, Al lebih dulu membersihkan telapak tangan Ara yang terdapat cairan es krim. "Kalau boleh tahu, kamu kenal sama saya? Kok kamu tahu nama saya?"

Pertanyaan itu membuat Ara menatap nanar Al yang telaten membersihkan tangannya. Jadi, sudah separah itu penyakit Al? Ia bahkan tidak mengenali wajah Ara? Apa yang harus Ara lakukan sekarang?

"Kok malah diam?"

Ara tersedak, padahal ia tidak sedang makan atau minum apa-apa. Kenapa ia merasa sangat jauh dengan Al?

"Kan, Kak Al, Kakak kelas aku."

"Oh, ya? Kenalin, nama saya Alfarez Yezkanda," ujar Al menawarkan tangannya untuk dijabat.

Tubuh Ara mendadak lemas, Al yang kini sedang berdiri di hadapannya amat berbeda dengan Al yang sering memberi tahu tentang filosofi, Al yang memberinya Buku Rahasia L, Al yang mengajarkannya bermain rubik, dan semua tentang Al yang Ara kenal.

Semuanya sudah hilang.

Lenyap.

Terganti dengan Al yang sama sekali tidak mengenalinya.

Ara menjabat tangan Al. "Clara Ayu Alexi."

Nama Ara seakan menjadi bom waktu bagi Al. Mendadak, pusing menjalari kepalanya. Untuk sejenak, Al memegang kepala.

Sontak Ara langsung bertanya, "Kenapa Kak?"

Al menggeleng lemah, "Saya duluan ya."

Ara teringat sesuatu, ia ingin meminta sapu tangan itu untuk ia cuci. Tapi, Al sudah keburu jauh dari pandang, lenyap di tikungan dinding yang mengarah pintu keluar.

Telapak tangan Esfa yang digerakkan ke atas-bawah tepat di depan wajah Ara, berhasil membuyarkan lamunan gadis itu

"Ara? Lo mau 'kan pulang sekolah nanti ke rumah Al bareng gue?"

Ara mengangguk mantap. Karena memang ia tidak mempunyai janji dengan yang lain sepulang sekolah nanti, bahkan Ken sendiri hari ini akan pulang cepat, katanya ada urusan.

Urusan yang sama sekali Ara tidak tahu.

Karena ketika menanyakan itu, Ken selalu mengelak atau lebih tepatnya selalu mengalihkan topik pembicaraan.

Satu hal yang Ara tidak tahu mengenai Ken kini mulai tumbuh, rasa penasaran itu sering merusuh di kepalanya.

_____

Makasih yang udah baca <3 jangan lupa share ya!

Salam,

Illa :)


Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang