20 | Kejutan (Tanpanya)

144 23 3
                                    

Bagian 20

Kejutan (Tanpanya)

"Bila kau cinta, katakan, katakan, katakanlah."
Katakan-Jaz

_____

COWOK dengan celana jeans yang sobek di bagian lutut bersandar di gerbang sekolah. Matanya meneliti hilir-mudik murid yang berdesakan keluar dari lingkungan sekolah. Senyumnya terbit ketika sosok yang dicarinya tertangkap mata, gadis mungil dengan rambut sebahu dengan senyum manisnya.

"Woy!"

Sapaan itu menukik tajam di telinga Ara. Tak adakah sapaan yang sedikit lembut, misal hallo atau hai?

"Bagas? Ngapain?"

"Pengin ngajak lo main aja," kata Bagas, alisnya bergerak naik-turun seakan menggoda.

"Belum izin sama Abang."

Bagas berkacak pinggang lalu berdecak kesal. "Gue butuh jawaban, bukan alasan. Iya atau nggak?"

"Nggak."

Jawaban pendek Ara membuat Bagas menggelengkan kepala, tangannya memijat pangkal hidung sebentar. "Oke, gue udah izin sama abang lo. Nih lihat," kata Bagas menunjukan layar ponsel yang berisi pesan dari Damar. "Abang lo ngizinin, pokoknya lo harus mau!"

Penilaian Ara terhadap Bagas dari awal bertemu, Bagas mirip dengan Ken, seperti copy paste. Mungkin karena ia sahabatnya, ada yang bilang kalau seseorang yang bersahabat dengan lama maka mereka akan terlihat mirip. Hanya ada sedikit perbedaan, seperti rambut Bagas yang gondrong dan wajahnya lebih sangar karena penampilannya.

"Gue tahu gue mirip Ken, nggak usah segitunya lo lihatin gue," sindir Bagas, membuat Ara buru-buru mengalihkan pandangannya.

Tangan Ara menaikkan ransel yang digendongnya, menatap sinis dan membalas, "Dasar preman!"

"Coba ulang tadi ngomong apa?"

"Dasar preman!"

"Gini-gini juga mirip Ken-nya lo," kata Bagas melirik Ara yang sibuk mengamati beberapa toko yang dilaluinya.

Dengan berjalan kaki, membuat Ara senang. Lebih leluasa memperhatikan toko-toko sekitar dalam jarak sedekat ini. Terkadang melalui kaca toko, Ara tersenyum kecil melihat pantulan wajahnya sendiri. Sampai-sampai orang yang berada di dalam toko secara kebetulan memperhatikan Ara di balik kaca juga membalas dengan senyuman.

"Nggak cowoknya, nggak ceweknya sama-sama aneh!"

Senyum Ara memudar, bukan karena ucapan Bagas. Tapi karena boneka teddy bear besar yang dipajang di kaca toko boneka membuat Ara meringis sendiri, mengingat harga boneka itu yang lumayan mahal bagi dirinya. Ia pernah meminta agar Damar membelikan, tapi yang Ara dapat malah wejangan untuk menghemat uang, peringatan agar tidak membeli apa yang sekiranya tidak penting.

"Lo suka bonekanya? Ambil."

Langkah Bagas berhenti, matanya mengisyaratkan agar Ara masuk ke toko boneka itu. "Ambil sana, apa yang lo mau!"

"Jadi, mau ngajarin aku mencuri, gitu?"

"Mending nggak usah banyak tanya, sana lo masuk dulu," timpal Bagas gemas sendiri karena wajah Ara yang sedikit kebingungan.

"Ara nggak bawa uang, ngapain masuk ke toko boneka?"

"Keras kepala!"

"Suka maksa!"

"Berisik lo! Sana masuk," ucap Bagas mendorong tubuh Ara agar masuk ke toko boneka itu. Baru sekali dorongan saja, tubuh Ara sudah berada di dalam toko boneka.

Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang