35 | Kamuflase Rasa

130 13 2
                                    

Bagian 35

Kamuflase Rasa

"Mungkin ku tak benar salahkan diriku, ku tak ingin melihatmu pergi, kita sempurna mungkin sebaliknya."
Mungkin-The Overtunes

_____

PERNAH tidak kamu berada pada titik dimana damai di sekitar namun ramai di kepala. Maksudnya, tampak nyata suasana di sekeliling sepi, tapi di kepala seolah ada banyak asteroid yang menghujam dengan menyangkutpautkan hal-hal yang kini sedang terjadi.

Kalau pernah berarti satu server dengan Ara. Gadis manis dengan rambut sebahu itu sedang asyik menggumuli isi kepala. Tumpukan buku yang ada di tangannya terasa tidak memiliki gaya gravitasi, ringan. Padahal sudah jelas, dilihat dari tingginya tumpukan buku itu tentu saja akan menarik rasa kemanusiaan dari seseorang, karena sepertinya memang sangat berat.

Tapi menurut Ara tidak, karena ia lakukan sambil mengingat kejadian kemarin di rumah Ken. Alhasil, energinya bertambah atas bantuan rasa kesal yang terproduksi sendiri.

Beritahu juga pada pak Aga, selaku guru yang memberi amanat ini pada Ara. Bisa-bisanya guru olahraga berambut gondrong itu menyuruh gadis untuk hal yang lumayan berat seperti itu, tak ada kah cowok dengan jumlah energi dua kali lipat yang ia suruh? Dasar, mentang-mentang meja Ara dekat dengan meja guru, seenaknya saja ia menyuruh. Kenapa harus dirinya? Kenapa tidak Caca saja?

Jika ia punya buku semacam death note, pasti nama pak Aga akan ia tulis pada urutan kedua, karena sudah jelas di urutan pertama nama bu Ifa yang super killer sudah tersemat cantik di sana.

"Ara? Kebetulan kita ketemu di sini," celetuk gadis tinggi putih dengan rambut digerai indah.

Kaki Ara yang hampir menyentuh garis pintu ruang guru urung seketika. Memutar tubuh agar menghadap sumber suara. "Eh, Kak Esfa, kenapa?"

"Ada yang mau gue obrolin sama lo," jeda sejenak, ia menatap Ara dengan rasa kemanusiaan. "Gue bantu, ya?"

"Oh, nggak usah Kak. Bentar ya Kak, aku mau simpan ini dulu."

Esfa mengangguk mantap. Tidak butuh waktu lama Ara sudah berdiri di hadapannya sembari merapikan seragam yang sedikit kusut akibat beban sisi tumpukan buku yang menjepit seragamnya.

Alis Ara naik sebelah, tiba-tiba saja Esfa menarik lengannya. Entah akan membawanya ke mana, tapi yang Ara tahu kini ia dan Esfa mengarah ke lapangan basket indoor. Bangunan yang bisa dibilang jarang terjamah orang banyak, bahkan bagi Ara sendiri ini adalah kedua kali ia menginjakan kaki pada bangunan dengan cat abu-abu.

Sekolah memiliki aturan kalau lapangan basket indoor hanya boleh digunakan untuk pertandingan antar sekolah, jam olahraga kelas 12 yang mendapat materi basket, dan lomba basket antar kelas. Meskipun demikian, tetap saja ada orang yang mengunjungi tempat ini untuk sekedar main-main ketika suntuk saat jam kosong.

"Kakak mau ngapain? Bentar lagi pergantian jam Kak," ucap Ara halus.

Gadis dengan baju olahraga itu mempercepat langkah. Mencari singgasana untuk duduk di salah satu bangku tribune. "Ini tentang Al," ujar Esfa mengambil minuman isotonik di sampingnya, meneguk hingga menyisakan seperempat isi.

"Hah? Kak Al memang kenapa Kak?" tanya Ara heran.

Pemandangan hilir mudik orang-orang yang berpakaian baju olahraga sekolah menarik atensi Ara. Hingga bola matanya bergulir ke sana ke mari, menyadari bahwa kali ini jam olahraga kelas Esfa. Ada yang hanya duduk-duduk di tribune sambil mengelap peluh di dahi, ada yang masih bermain di tengah lapangan, dan ada juga yang semakin keras menyoraki kata semangat.

Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang