15 | Satu Dua Tiga

150 30 7
                                    

Bagian 15

Satu Dua Tiga

"Aku butuh tahu, seberapa kubutuh kamu."
Ruang Sendiri-Tulus

_____

BEL istirahat berbunyi sejak dua menit yang lalu. Ara mengembuskan napas pelan, dilihatnya bangku kosong yang berada di sebelah. Hari ini Caca tidak masuk sekolah, katanya izin ada acara keluarga. Padahal hari ini Ara membutuhkan Caca untuk menjadi pendengar baiknya.

Ara ingin sekali menceritakan kejadian kemarin bersama Ken di Bandung tanpa ada sedikitpun kepingan cerita yang tertinggal. Sayangnya, untuk saat ini ceritanya hanya bisa Ara simpan. Sampai tak henti-hentinya ia tersenyum sambil mengingat kejadian kemarin.

"Kamu udah beberapa hari ini nggak main ke panti asuhan Bu Neni ya?"

"Kena--"

"Jangan dipotong dulu," sela Ken, cepat.

"Anak-anak panti pada nyariin kamu. Deo, Elin, Loli, dan Aldebaran. Khusus Aldebaran, kemarin dia nangis minta komik Detektif Conan yang aku bawa. Dan jadilah, semua koleksi komik Detektif Conan aku kasih ke Aldebaran."

"Tiap hari kamu main ke panti asuhan itu?!"

"Everyday."

Ponsel Ara berbunyi, menandakan ada pesan masuk. Dari nomor yang tidak dikenal, dilihatnya isi pesan itu dengan dahi yang berkerut dan diakhiri dengan senyuman.

08xxxxxxxxxx
Everyday, everything about you :)
-Ken

"Ya ampun Ken, aku 'kan ada di sebelah kamu. Ngapain pakai kirim pesan segala?!"

Suara decitan kursi membuyarkan lamunan Ara. Kepalanya menoleh ke sumber bunyi yang rupanya berasal dari bangku di sebelahnya.

"Kok senyam-senyum gitu?"

"Eh ... nggak kok, siapa juga yang senyam-senyum. Cuma perasaan Kak Al aja kali," ucap Ara terkejut.

Senyam-senyum, ya? Karena Ken, ya?

Ara menggelengkan kepala, mana mungkin ia memikirkan Ken. Jelas-jelas di hadapannya sudah Al dengan manik cokelat kesukaannya. Tangan Al membuka lalu menutup kembali novel yang dibawanya.

"Nih, ambil," kata Al memberikan novel itu. Terlihat kertasnya sudah menguning dan warna cover-nya sedikit pudar, tapi masih ada sampul plastik sebagai pelindung luar novel.

Ara mengambil novel itu dengan ragu, sedikit bingung juga tiba-tiba Al hadir dan memberinya sebuah novel. "Kok pakai bahasa Inggris novelnya?"

"Kenapa memang? Ceritanya seru tahu."

Seru bagi yang pintar bahasa Inggris. Kalau yang nggak bisa, ya percuma aja. Kak Al nggak tahu apa kalau Ara nggak suka bahasa Inggris?!

"Saya coba bacakan ya sedikit isinya, kalau kamu memang memerlukan kamus. Nanti kamu bisa baca di rumah. Oke?"

Ara mengangguk patuh. Diliriknya Al menggunakan ekor mata, cowok itu berdeham sebentar sebelum bercerita. Seperti banyak kedamaian dalam diri Al, Ara merasa nyaman di sebelahnya. Manik cokelat Al menyorot Ara sejenak, Ara sampai bingung harus bagaimana dan langsung saja Ara menolehkan wajahnya ke arah lain.

Kesannya berbeda, bukan salah tingkah. Hanya saja rasanya seperti sedikit terganggu dengan Al yang tiba-tiba menatapnya.

"Tentang gadis yang bernama Lara Jean yang nggak pernah bilang-bilang kalau sedang naksir sama seseorang. Tapi dia menulis surat, lalu disegel, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak. Nggak ada seorang pun yang tahu tentang surat itu. Suatu hari kotaknya hilang, ter--"

"Lho 'kan nggak ada yang tahu," sela Ara refleks.

"Sabar dulu, ini saya lanjutkan."

Dari dulu juga Ara sabar kok nunggu Kak Al!

Tapi, tunggu dulu!

Cerita di novel ini persis seperti kisah dirinya, yang bisa dibilang 'naksir' sama Al dengan diam-diam. Bedanya, Lara Jean mencurahkan perasaannya dengan menulis surat. Sedangkan Ara selalu selalu memperhatikan Al ketika sedang membaca di perpustakaan.

Ini Al sedang memberi kode atau memang Ara-nya saja yang tidak peka? Ah, mana mungkin Al memberi kode, sama sekali dirinya tidak tahu jika Ara diam-diam menyukainya.

"Lara Jean nggak tahu hal itu dan mulai bingung ketika cowok-cowok yang ditaksirnya mulai mendekatinya. Apalagi salah satu cowok tertampan dan paling terkenal, namanya Peter Kavinsky meminta agar Lara Jean jadi pacarnya. Menurut saya, mungkin itu takdir indah ya, Ra?"

Ini, Al kenapa, sih?! Pakai tanya segala, tak tahu apa kalau Ara sampai menggigit bibir dalamnya menahan gugup.

"Eum ... iya sih, Kak."

"Misalnya kamu berada di posisi Lara Jean, kamu gimana?"

"Gimana apanya?"

"Perasaan kamu?"

"Pastinya kaget kalau tiba-tiba cowok yang aku taksir pada mendekat," ucap Ara kikuk setelahnya ia tersenyum. Kenapa posisinya sekarang Ara seperti tersudut atas pertanyaan-pertanyaan yang Al limpahkan.

"Memangnya siapa cowok yang kamu taksir?"

Orang yang di hadapan Ara, yang tadi barusan nanya.

Andai bisa mengucap kalimat itu langsung di depan Al. Baru dapat tatapannya saja, nyali Ara sudah ciut. Belum lagi kalau gugup, sudah dipastikan nanti bibirnya akan berdarah, mengingat kebiasaan Ara kalau sedang gugup akan menggigiti bibir bagian dalamnya.

Lalu, sekarang Ara harus menjawab apa?

"Ya sudah, deh. Saya lanjut aja ya?"

Ara mengembuskan napas lega, pasokan oksigen seolah leluasa dapat ia hirup dengan rakus.

"Padahal Lara Jean bukan anak sekolah yang terkenal, hanya seorang murid biasa yang nggak pernah berpacaran."

"Tapi Kak, kok bisa ya cowok-cowok yang Lara Jean taksir pada mendekat?"

"Oh iya, saya lupa menceritakan bagian itu. Kitty, adiknya Lara Jean menemukan surat-surat itu dan mengirimkannya ke orang-orang yang dimaksud Lara Jean dalam suratnya."

Pokoknya, Ara berharap apa yang diceritakan Al segera berakhir. Bila perlu bel masuk segera berbunyi saja, agar Al bisa keluar dari kelasnya. Dan bila perlu lagi, Esfa datang menarik Al dan mengajaknya entah ke mana. Yang terpenting, Ara merasa sedikit terganggu. Ini tidak seperti biasanya.

Baru saja Al membuka mulut ingin melanjutkan ceritanya, tapi bel masuk telah berbunyi. "Nanti saya lanjutkan, deh," ucap Al kemudian ia bangkit dan meninggalkan kelas Ara.

Ara segera menenggelamkan kepala di lipatan tangannya. Novel yang diceritakan Al hanya sedikit yang menempel di kepala, dan sisanya hanya mampir saja. Tiba-tiba ada derap langkah seseorang yang mendekati mejanya, perlahan tapi pasti. Hatinya menebak jika itu pasti Ken.

Semoga benar Ken, satu ... dua ... tiga.

Hatinya mencelos, ternyata bukan Ken.

"Kalau kamu mau, novelnya bisa kamu bawa ke rumah kok," tutur Al menggeser novel itu hingga tepat berada di meja hadapan Ara.

Ken ke mana sih!

_____

Makasih yang udah baca <3
Btw, ada yang tahu nggak judul novel yang diceritain Al ke Ara? Kalau ada yang tahu, sini Illa kasih hadiah. Bercanda ding, huekekek (^^) tapi boleh coba tebak kok mwhee ;)

Salam,

Illa :)

Ken & Ara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang