Bagian 28
Berbeda
"Menghapus tinta yang pernah kau lukis di kanvas hatiku, merobek semua bayangan yang tampak di relung sukmaku."
Lara-Dialog Senja_____
MATA Bagas menangkap figur cowok yang kini menjadi bahan dugaannya setelah beberapa menit yang lalu, baru saja ia saksikan perbincangan cowok itu dengan Ara yang masih tidak berkutik di tempat.
"G-O-B-L-O-K," eja Bagas tanpa suara namun hanya gerakan bibir yang terlihat sangat jelas mengeja setiap huruf-huruf itu. Bagas layangkan itu pada Ken yang melajukan motornya keluar dari area SMA Nusa Bangsa, matanya sempat beradu pandang sejenak dengan manik mata legam Ken di balik kaca helm. Namun, Ken sama sekali tidak peduli, melajukan motornya dengan kecepatan tinggi memutus kontak mata dengan Bagas.
Kuat-kuat tangan Bagas meremas apron yang ada di genggamannya. Menatap jengkel jalanan yang barusan Ken lalui hingga sosok itu hilang di persimpangan jalan. Dugaannya benar, tepat sasaran.
Ada yang berbeda dalam diri Ken. Kemarin tanpa rasa sopan, Ken menyuruh Bagas pergi dari rumahnya padahal beberapa jam sebelum itu Ken malah meminta agar Bagas datang untuk menemaninya bermain PS. Aneh sekali, perubahan yang frontal. Hari ini, Bagas terpaksa kabur sebentar dari pekerjaannya untuk menemui Ken di sekolah, ingin membicarakan alasan apa yang membuat Ken akhir-akhir ini berubah.
Menurut Bagas, sikap Ken seolah ada yang ditutupi, bahkan sahabat satu-satunya sekaligus tempat berbagi ceritanya itu tidak memperbolehkan ikut campur dalam masalah Ken.
Ken semakin sensitif, tidak bisa mengatur emosi, dan kata-kata apa pun yang keluar dari mulutnya membuat si pendengar nyeri hingga ke ulu hati. Contohnya seperti sekarang, Bagas melihat sendiri bahkan sampai mendengar obrolan antara Ken dan Ara. Dan tentu saja, tangan Bagas gatal ingin sekali melakban mulut Ken. Sedari kemarin, Ken terus saja mengungkit mengenai Ara adalah sumber bebannya, sampai sekarang juga Bagas belum mengerti maksudnya.
"Woy! Hus, Ara. Woy kampret!"
Astaga.
Kebiasaan buruk Bagas saat mendapati kehadiran gadis dengan rambut sebahu yang kini sedang menunduk lesu. Ara enggan untuk bicara apa-apa, apalagi mendengar sapaan Bagas yang sama sekali tidak ada lembut-lembutnya.
"Nunduk aja lo, nggak ada uang jatuh," ujar Bagas menyentil dahi Ara yang langsung terdengar suara desisan.
Ara mendongak lemah. "Ngapain kamu ke sini?"
Jari telunjuk Bagas mendarat di dahi Ara lalu mendorongnya ke belakang. Lagi dan lagi, kebiasaan buruk Bagas kali ini hampir membuat Ara terjungkal.
Ara menjauhkan tangan Bagas, malas berhadapan dengan orang yang kini sedang mengucir rambut lumayan gondrongnya dengan karet gelang. Apa bagusnya coba, ya? Yang ada wajah Bagas seperti karakter Upin.
"Ngapain dikucir segala sih? Jelek dih," sahut Ara tanpa rasa bersalah. Meluapkan sejenak kejadian barusan, tertawa kecil melihat tingkah gila Bagas.
Kemudian cowok itu menjulurkan lidah dengan bola mata juling, juga meletakkan kedua tangannya di atas kepala sambil digerak-gerakan asal meski apron masih tersempil di tangan kanannya.
Bagas gila, tak tahu malu. Ara mengusap wajahnya kasar, kini mereka menjadi pusat perhatian murid yang ada di sekitar. Sebagian pasang mata seolah mengawasi, dan sebagiannya lagi ikut tertawa melihat tingkah gila Bagas.
Ara menghentikan aksi Bagas dengan menginjak kaki cowok itu hingga meringis kesakitan. Bagas hendak membalas, namun Ara lebih dulu meninggalkannya.
"Woy! Enak aja lo tinggalin gue, gue mau ngomong sama lo, heh!"
Telinga Ara seolah menjadi tuli, pura-pura tidak mendengar seruan berat Bagas yang mungkin menarik atensi semua orang yang dilalui.
"Lo jangan pikirin masalah tadi ya," kata Bagas menarik tas Ara dari belakang.
Ara risih, menggoyang-goyangkan tasnya agar cekalan Bagas terlepas. Seketika tubuhnya mengerem mendadak, menahan agar tidak terjungkal ke belakang akibat Bagas menarik tasnya dengan kuat.
"Apa?"
"Lo jangan pikirin masalah tadi ya," ulang Bagas mengimbangi langkah dengan Ara. "Gue tadi dengar kok."
"Gimana nggak bisa dipikirin sih, Gas? Ken tumben sikapnya berubah ke aku. Memangnya aku beban ya buat Ken? Bagas, coba jelasin beban yang dimaksud Ken itu apa?"
"Udah, lo nggak salah. Ken goblok, ya gitu."
Mata Ara membulat sempurna, menjadi lebar selebar jalan tol. Seenaknya saja ia menghujat dambaan hati Ara dengan ucapannya barusan. "Sembarangan kalau ngomong!"
"Dih, emang bener kalau Ken itu goblok," jeda sejenak, mata Bagas memicing menghunus tatapan Ara. "Lo suka ya sama Ken?"
"Iya," cicit Ara pelan tanpa ragu.
Tepukan yang lumayan keras mendarat di bahunya, berasal dari cowok yang kini tergelak sambil memegangi perutnya. "Akhirnya ... lo udah mastiin hati lo sendiri."
Kepala Ara menoleh ke kanan dan kiri, bersiap menyebrang untuk menaiki angkot siang ini. Bisa-bisanya udara hari ini mengikuti suasana hatinya, panas. Tanpa sepengetahuannya Bagas tiba-tiba sudah ada di samping dengan tangan yang ia ulurkan khas orang menyebrang. Hingga tubuhnya meringsek masuk ke dalam angkot yang lumayan padat, Bagas masih tetap mengikutinya. Duduk di samping mengamati raut wajah Ara yang memikirkan sesuatu.
"Gue udah bilang, nggak usah dipikirin. Mungkin Ken lagi banyak masalah aja, besok-besok juga baikan lagi," ucap Bagas mendekatkan mulutnya ke telinga Ara agar ucapan mereka tidak berkoar seantero isi angkot ini.
Ara cemberut, dahinya terlipat lesu. "Iya, tahu."
"Oke sip, kalau semuanya udah beres. Bang kiri!" Terakhir pertemuannya dengan Ara kali ini ia hadiahkan senyuman untuk gadis itu.
Ara membalas senyumnya walau terasa heran. "Kenapa harus turun di sini?"
"Karena gue harus balik kerja. Ini masih jam kerja gue, gara-gara sahabat gue yang goblok itu buat masalah sama lo, jadinya gue bolos bentaran." Bagas melambaikan tangan hingga hingga angkot yang dinaiki Ara semakin jauh melaju.
Ah, mana mungkin Ara melupakan kejadian hari ini? Mana sikap manis yang biasa Ken tunjukkan? Mana Ken yang selalu menunjukkan senyum tipis untuk Ara? Mana Ken yang pernah mengajak Ara menonton konser Bagas? Mana Ken yang pernah meletakkan mawar jingga di tasnya? Mana Ken yang pernah memberi Ara gantungan kunci snowball? Mana Ken yang memberi kejutan Ara dengan teddy bear sekaligus tokonya juga? Ya walau akhirnya Ara menolak pemberian Ken yang satu itu. Berlebihan.
Mana? Mungkin untuk besok-besok sepertinya tidak ada lagi sosok Ken-nya yang dulu.
_____
Makasih yang udah baca <3
Salam,
Illa :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken & Ara [SELESAI]
Teen FictionKetika logika menjelaskan bahwa semuanya diawali dari pertemuan yang tak terduga, saling jatuh cinta, hingga merajut kisah bersama. Itu bukan alur sebenarnya. Sayangnya ada sebuah hati yang sempurna, selalu menunggu balasan atas apa yang diperbuatny...