Younghoon berdiri di pinggir jendela, kamar apartemen ini sudah kosong. Biasanya ada Lisa yang bermalas-malasan. Kepalanya menoleh, seakan melihat Lisa duduk di sofa panjang sambil memakan keripik kentang.
"Satu hal yang lo suka dari keabadian?" Tanya Lisa di suatu sore.
Younghoon yang sedang memasukkan pakaian ke lemari berhenti sejenak. "Pertama, gue ini gak abadi. Gue bisa mati, oke?"
Lisa mengibaskan tangannya, "oke, oke. Sori. Jadi, apa yang lo suka dengan umur panjang ini?"
Younghoon memasukkan celana di lemari sebelah kiri. "Bisa menyaksikan langsung sejarah yang lo pelajari saat ini. Something you can't have."
Lisa mengangguk, setuju. "Bener juga. Lo 'kan bukti sejarah harusnya ada di museum."
"Diam." Potong Younghoon, sebal.
"Kalau yang gak lo suka?" Tanya Lisa lagi.
Younghoon berhenti, menatap pakaian di depannya. "Ngeliat orang-orang pergi dan menghadapi kematian."
"Im sorry for making you suffer later." Balas Lisa dengan kaki terlipat. Ia menatap punggung Younghoon. "Kita udah bareng dari gue umur 16 dan sekarang 26. It's been quite a long time. Thank you, Younghoon. Makasih karena gak pernah ninggalin gue kaya perjanjian kita."
Younghoon menoleh dan Lisa tersenyum lebar. "Gue bersyukur bisa ketemu lo."
Younghoon ingat, hari itu Lisa tersenyum begitu lebar seakan tak ada beban. Siapa sangka itu akan jadi hari terakhir mereka bicara? Esoknya saat gadis itu pergi ke kantor, kecelakaan besar terjadi. Bus yang ditumpangi tertabrak truk dan ia menjadi salah satu korbannya.
Lelaki itu menghela napas. Lisa benar, saat ini Younghoon merasa begitu menderita. Ia menutup wajahnya, "I love you." Lirihnya pada ruang kosong di sana.
Sepuluh tahun bagi Younghoon terasa begitu cepat, hingga ia tak sempat mengatakan perasaannya. Rasa haus di tenggorokannya mencekik. Menyakitkan karena ia tak lagi bisa menghilangkan dahaganya. Lisa sudah tak ada.
Ya emang tidaq ada hepi ending
-amel