Selamanya menjadi waktu yang terlalu lama untuk dihabiskan sendiri. Waktu yang terlalu lama juga untuk hidup dalam kenangan menyakitkan. Sekali lagi, Younghoon duduk di bangku SMA untuk menyembunyikan umurnya.
Kehidupannya semakin lama semakin menyakitkan. Lebih menyakitkan karena ia tak bisa memilih untuk mati. Terlalu banyak yang harus dilakukan, terlebih untuk vampir sepertinya. Younghoon harus menemukan pure blood yang mengubahnya menjadi vampir. Mencari pure blood terlalu sulit untuk ia lakukan sebab ia tak memiliki koneksi dengan para bangsawan itu. Pada akhirnya, Younghoon terus hidup tanpa tujuan yang pasti.
Sore ini salju pertama turun. Ia melangkah, melewati taman. Waktu berlalu begitu cepat ketika tak memiliki tujuan yang berarti. Akan tetapi, memori tetap hidup. Memori yang mengingatkannya bahwa ia masih memiliki emosi manusia.
"Iya, Mama. Lalice lagi di jalan. Gak, tenang aja aku pake syal dan payung." Ucap seorang gadis yang berjalan di sampingnya.
Younghoon menoleh, melirik sekilas kemudian langkahnya terhenti begitu saja. Nama yang tak asing, sosok yang tak asing, dan aroma yang tak asing. Gadis itu menoleh, mengangkat payungnya hingga mereka bersitatap. "Kamu baik-baik saja?" Tanyanya, penuh rasa khawatir.
Takdir pasti sedang mempermainkan dirinya. Gadis di depannya mengulurkan sapu tangan. "Kamu menangis."
Younghoon bahkan tak sadar jika ia menangis. Lelaki itu mengulurkan tangannya, namun menariknya kembali. "Kamu bahagia?" Tanyanya pada gadis di depannya. Rasanya begitu dekat namun terasa asing.
"Hm, aku mendapatkan kasih sayang orangtua dan saudaraku. Aku memiliki empat ekor kucing. Nilai sekolahku memang tak terlalu bagus, tetapi aku punya banyak teman." Racau gadis itu dengan mata bersinar. "Jadi, ya. Aku bahagia karena setiap membuka mata aku tahu aku gak sendirian. Kamu sendiri?"
Younghoon tak menjawab. Ia hanya mengangguk dan meninggalkan gadis asing itu. "Hei!" Panggil Lalice, ia mengejar Younghoon. Tangannya melepaskan syal merah di lehernya. "Kamu bakal kedinginan kalau gak pake syal."
Sudut bibir Younghoon terangkat. "I don't need it. Aku gak gampang kedinginan."
"Pake aja! Kapan-kapan kalau kita ketemu lagi, kamu bisa balikin oke?" Balas Lalice seakan tak mendengar ucapan Younghoon. "Namaku Lalice Choi. Kelas 1 A SMA Trisula. Nama kamu?"
Ada yang tidak berubah bahkan meski menjadi orang yang berbeda. "Younghoon. Kim Younghoon."
Lalice terdiam selama beberapa saat, namun kemudian mengangguk. "Kalau gitu, sampai jumpa! Kalau ketemu kamu boleh traktir aku!"
Younghoon mengangguk. Tangannya menggenggam syal di lehernya. Kali ini, apa boleh Younghoon berharap akhir yang berbeda?
Boleh ga?
-amel