MEMBURUK

3.3K 180 22
                                    

Saat ini Vira berada di ruangan Kaila. Ia mengecek kondisi Kaila. Sementara Fathur menunggu sambil sesekali mencuri pandang ke arah Vira yang tengah fokus dengan Kaila.

"Gimana?" tanya Fathur.

Vira tersenyum manis ke arah Fathur. "Kamu sibuk?"

Fathur menggelengkan kepalanya. Kenapa gadis di hadapannya ini malah balik bertanya?

Mengajak Fathur berbicara di taman adalah hal tepat menurut Vira. Setidaknya Fathur harus merileks kan pikirannya sebelum Vira memberitahukan keadaan Kaila.

"Bagaimana keadaan Kaila?" tanya Fathur.

Vira menoleh ke arah Fathur. Namun, beberapa detik kemudian Ia mengalihkan pandangannya menatap lurus ke depan. Vira menundukkan kepalanya. Gadis itu tahu bahwa memberitahukan kondisi pasien kepada keluarganya adalah salah satu kewajibannya. Tapi entah kenapa rasanya sulit untuk memberitahukan keadaan Kaila kepada Fathur. terlebih lagi setelah Ia mendengar cerita tentang keduanya dari Raihan, sepupunya. Rasanya Semesta terlalu berlebihan jika harus menghukum Fathur sekejam ini. Mereka baru saja bertemu setelah 8 tahun lamanya.

"Dokter Vira?"

Vira menatap Fathur dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kondisi Kaila memburuk. Kaila tak memperlihatkan progres sama sekali selama Ia koma."

Fathur Tertegun mendengar penjelasan Vira. Apa tandanya ini? Apakah Ia akan kehilangan Sang adik?

"J- jadi?" tanya Fathur dengan suara bergetar.

"Jadi.. Kita hanya bisa berdoa agar Tuhan memberikan Kaila kesempatan," lirih Vira.

Fathur menegang di tempatnya. Air matanya kembali meluncur dengan derasnya. Tanpa disuruh pun Fathur selalu berdoa kepada Tuhan agar Sang adik dapat sembuh "Jangan Tuhan... jangan ambil Kaila secepat ini. Kita baru saja dipertemukan dan aku bahkan belum sempat membahagiakan Kaila," tangis Fathur.

- - - - -

Setelah mendengar penjelasan Dokter Vira, Fathur memutuskan untuk menenangkan diri di Panti Asuhan  Cahaya Kasih. Rasanya kesedihannya sedikit terobati ketika melangkahkan kakinya memasuki tempat yang penuh kenangan indah ini.

Fathur duduk di kursi besi tua yang berada di taman Panti. di temani oleh guratan Orange yang terpatri indah di langit. Ia menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. berharap Ia bisa membagi Kesedihannya pada Semesta.

Semuanya mengingatkan Fathur pada Sang adik. Bahkan senja sekalipun. Senja adalah hal yang paling dinanti-nanti oleh Fathur dan Kaila saat kecil dulu. Senja selalu menyapa keduanya dalam kondisi apapun. Ingin rasanya kembali ke masa-masa itu. Dimana Fathur dan Kaila selalu bersama-sama dan tak akan terpisahkan.

"Ila..."

"Kakak kangen lihat Senja bareng kamu," lirih Fathur.

"Senja bahkan tidak lagi menarik tanpa kehadiranmu."

Persetan dengan air mata. Fathur tak perduli air mata yang terus menerus menerobos keluar dari matanya.

"Bahkan senjapun mungkin ikut merindukan kamu, Ila."

* * * *

Fathur berlari menyusuri lorong rumah sakit dengan napas yang tersengal dan Peluh yang bercucuran. Setelah mendapatkan kabar dari Dewa yang memberitahukan bahwa Kondisi Kaila semakin memburuk, tanpa berlama-lama Fathur langsung kembali ke rumah sakit. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Lelaki itu bahkan tak memperdulikan sumpah serapah yang keluar dari mulut para pengendara lain.

Fathur menghentikan langkahnya ketika melihat telah banyak orang yang berada di depan ruangan Kaila. Ada Siska, Bela, Raihan, Dewa dan juga beberapa teman-teman Kaila. Tapi tunggu! Kenapa keadaan seperti ini? Mereka semua menangis histeris. Apa yang terjadi?

KailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang