Menikmati senja bersama

2.9K 147 4
                                    

Kaila menghirup udara segar di taman rumah sakit sambil mengamati senja yang memikat hati. Sudah lama sekali Ia tak menyapa senja. Sementara Raihan hanya diam sambil mengamati wajah gadisnya yang terkena cahaya keemasan dari sang senja. Rasanya Kaila lebih menarik dari senja itu sendiri.

"Kangen ya sama suasana kaya gini?"

Kaila menoleh lalu mengangguk dengan senyum yang terpatri di bibirnya. "Banget."

"Kamu tau Kai apa yang lebih indah dari senja?"

Kaila menggeleng. Memangnya apa yang lebih indah dari senja?

"Senyumanmu."

Pipi Kaila merona seperti kepiting rebus. Dan Hanya Raihan yang bisa membuatnya seperti ini.

"Aku pikir kamu itu sama kayak senja. Indah tapi hanya sesaat. Nyatanya Tuhan menciptakan kamu lebih dari senja. Tuhan masih mengizinkanku menikmati keindahan itu untuk waktu yang lebih lama."

Raihan... sejak kapan lelakinya bisa sepuitis ini? Apakah Raihan mengambil jurusan kuliah sastra? Ahh tapi rasanya tidak mungkin seorang Raihan mengambil jurusan sastra. Jadi apakah kata-kata itu tulus dari hatinya?

"Semesta masih ingin melihat senyum indahmu, Kai."

Ayolah Raihan! Jangan buat Kaila seperti ini. Apakah Raihan belajar dari Wahyu? Tentu saja tidak mungkin kan?

"Belajar darimana kamu?" Malah pertanyaan itu yang terlontar dari bibir Kaila.

Raihan mendengus kesal. 'Belajar dari mana?' Pertanyaan itu rasanya ingin sekali Ia singkirkan dari muka bumi ini secepatnya. Ayolah!! Semua ucapan Raihan adalah tulus dari hati.

"Aku ngomong tulus dari hati lho, Kai," gerutu Raihan.

Kaila terkekeh kecil melihat wajah kesal Raihan. Mau sedang marah atau sedang apapun wajahnya tetap saja tampan.

"Kalau seandainya Tuhan jadi ngambil aku, gimana?"

Raihan menoleh cepat ke arah Kaila. Apa yang gadisnya bicarakan? Tentu saja Raihan tak akan mengizinkan Tuhan mengambil Kaila darinya secepat itu.

"Ngomong apaan sih kamu?!!" ujar Raihan sambil membuang muka.

"Seandainya, Raihan Pranata."

"Aku gak akan ngizinin Tuhan ngambil kamu dari aku!! Kalau perlu aku akan minta Tuhan buat ngambil nyawa aku satu hari sebelum ngambio nyawa kamu."

Marah? Tentu saja!! Kaila koma saja sudah membuat Raihan benar-benar seperti orang gila. Apalagi jika gadis itu meninggalkannya untuk selamanya. Kaila tersenyum. Lucu sekali melihat Raihan marah hanya karena hal sepele. hal sepele katanya!!

Kaila meraih tangan Raihan dan meletakkan di atas pangkuannya. membuat perhatian Raihan tertuju pada Kaila. Kaila menggenggamnya dengan erat sambil sesekali memainkannya.

"Balik ke ruangan, yuk. Aku mulai kedinginan," ucap Kaila lirih.

Sial! Suara lembut itu mampu mencairkan hati Raihan. Amarahnya tadi sudah menguap entah kemana. Raihan mengangguk lalu mendorong kursi roda Kaila menuju ruangannya.
Kaila menyentuh salah satu tangan Raihan sambil mendongak menatap ciptaan Tuhan yang jauh dari kata cacat itu. Raihan menunduk, membuat tatapan keduanya saling bertemu. Kaila menatap dalam-dalam netra kelam tersebut.

"Maaf, jangan marah lagi."

Raihan tersenyum. Bagaimana Ia bisa marah dengan gadis semanis Kaila. Apalagi suaranya yang begitu lembut mampu meluluhkan hati Raihan
Raihan bersimpuh di hadapan Kaila. lalu menggenggam tangan mungil tersebut dan mengecupnya.

"Gimana aku bisa marah sama kamu. Denger suara kamu aja udah buat hati aku luluh."

"Jangan pernah tanya tentang hal itu lagi ya, Kai. Kamu koma aja udah buat aku gila, gak cuma aku tapi semuanya terutama Kak Fathur. Dia bener-bener kaya mayat hidup."

Kaila terkekeh kecil mendengar ucapan Raihan "Jangan gitu. nanti Kak Fathur denger gimana? Bisa dihajar kamu."

"Aku ngomong apa adanya kok. Kalo gak percaya tanya aja Dewa, Bela atau yang lain."

Tangan Kaila terulur Menyentuh pipi Raihan dan mengelusnya. Raihan menahan tangan itu di pipinya.

"Kamu cewek istimewa Kai, jangan bikin kita gila karena khawatir sama kamu ya."

Kaila tersenyum dan mengangguk. Apakah Keadaannya berdampak Besar bagi semua orang? Jika Iya, Kaila jadi merasa bersalah karena telah membuat orang-orang terdekatnya khawatir.

* * * *

"Jadi kapan Kaila bisa diperbolehkan pulang?" tanya Fathur.

Fathur dan Dokter Vira tengah berada di kantin Rumah sakit untuk membicarakan kondisi Kaila. Beberapa hari ini keduanya memang terlihat dekat dan telah bertukar nomer ponsel satu sama lain. Acieee!!

"Kira-kira dua hari lagi Kaila bisa diperbolehkan pulang. Lagipula Keadaannya meningkat signifikan," beritahu Vira.

"Syukurlah."

Hening. Tak ada lagi percakapan antara keduanya. Fathur sibuk dengan Ponselnya untuk mempersiapkan keberangkatannya bersama Sang adik ke Inggris. Sementara Vira sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri sambil memperhatikan lelaki di hadapannya. Fathur.. apakah dia tidak peka dengan perasaan Vira?

"Fathur."

Fathur mengalihkan perhatiannya dari ponsel kepada gadis Manis nan cantik di hadapannya. Terlihat sekali gadis itu ingin mengatakan sesuatu tapi takut untuk menyatakannya.

"Ada apa?"

"E-anu itu-"

Sial! Kenapa Vira jadi gugup seperti ini? Semesta tolong bantu Vira.

"Ada apa? Kenapa gugup?" tanya Fathur lembut yang membuat Vira semakin gugup.

Ayolah!!! Vira hanya harus menanyakan tentang rencana Fathur yang ingin tinggal di luar negeri bersama Kaila. Itu saja kok susah sekali!

"Te-tentang rencanamu. Apakah jadi?"

"Rencana apa?"

"Kepindahan kamu bersama Kaila ke Inggris?"

"Ohh itu, Tentu saja jadi. Aku mau membalas penantian Kaila dengan menemaninya mewujudkan impiannya yang ingin kuliah di Universitas Oxford."

"Oh.."

Hanya itu yang terlontar dari bibir Vira. Setelahnya Dokter cantik itu tertunduk lesu. Itu tandanya Ia tak akan bertemu dengan Fathur lagi. Padahal Ia sudah merasa nyaman dengan lelaki tampan itu. Tapi Ia tak boleh egois, Fathur melakukan ini untuk Sang adik. Vira Seharusnya juga sadar diri, dia tak punya hak atas Fathur, Dia bukan siapa-siapanya.

Fathur mengamati dokter cantik di hadapannya. Apakah Gadis itu tidak rela jika Fathur pergi? Sejujurnya ada rasa mengganjal di diri Fathur ketika Ia berencana pergi ke Inggris bersama Kaila.

"Kenapa?"

Vira mendongakkan kepalanya, menatap netra kelam milik Fathur.

"Enggak papa."

"Memangnya aku percaya sama 'enggak papa' nya cewek."

Vira diam. Tak menanggapi pertanyaan Fathur. Lebih tepatnya Ia bingung harus menjawab apa. Masa iya dia harus jujur dengan perasaannya. Wanita menyatakan cintanya duluan pada laki-laki? Mau ditaruh dimana mukanya?!! Andai Ia adalah laki-laki, ini semua akan terasa mudah, Ia tinggal menyatakan cinta saja. tapi jika Ia laki-laki, Vira pasti tidak akan tertarik dengan Fathur kan? Serba salah!!

"Tenang. Kalo kita ditakdirkan buat bersama, kita pasti akan bertemu lagi."

"Hah?"

"Kenapa kaget? Apa selama ini kamu gak sadar kalo aku tertarik sama kamu?" ucap Fathur enteng.

@lungayuazzahra

KailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang