Sakura Bramanta tidak pernah menyangka dirinya akan dijodohkan dengan dosennya sendiri, Wiradharma Wijaksana, atau yang lebih sering dipanggil Pak Wira. Sejak awal Sakura selalu menduga jika dosennya ini seorang gay. Terus Sakura harus nikah sama ga...
PLEASE VOTE AND COMMENT Dichapter ini kalian bakalan dibuat semakin tidak menyukai Sakura. Kalian akan semakin ingin mengata-ngatai Sakura.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari ini Wira tampak bahagia. Aura kebahagiaan terpancar begitu jelas dari wajahnya. Sebuah momen langka ketika ia melemparkan senyum kepada beberapa mahasiswa yang menatapnya. Tentu saja mereka sangat terkejut dengan perubahan sikapnya karena pribadinya yang dikenal jarang tersenyum. Bagaimana tidak, hubungannya dengan Sakura sudah semakin baik. Mereka juga lebih terbuka. Sebuah kemajuan yang luar biasa bagi Wira.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wira punya jadwal mengajar yang cukup padat hari ini. Pagi sampai sore. Hanya punya waktu istirahat di jam makan siang.
Namun, ditengah-tengah jadwal mengajarnya, ia merasakan pandangan tak biasa dari para mahasiswa terhadap dirinya. Hal itu membuat Wira melihat dirinya lagi, apa ada yang salah dengannya. Apa ada kejanggalan? Akan tetapi, ia tak menemukan jawabannya. Hingga, menjelang sore, saat ia sedang berjalan menuju kelas, ia tak sengaja mendengar percakapan antara mahasiswa.
"Gue gak nyangka, kak Sakura bisa begitu." Nama Sakura hanya satu di fakultas ini. Ialah Sakura Bramanta, istrinya sendiri.
"Cantik-cantik tapi kok bisa jadi pelakor sih." Kata pelakor yang didengar Wira membuatnya kaget. Menguping pembicaraan orang lain bukanlah kebiasaan Wira. Tapi, berhubung nama istrinya disebut, maka rasa penasaran pun timbul.
"Menurut gue, Pak Wira juga ganjen sih. Udah punya istri tapi masih ngedekatin Sakura."
"Sakura juga mau ajah dideketin."
"Yaiyalah! Biar nilainya bagus. Dasar!"
"Bener juga." Kemudian mereka tertawa.
Wira yang sedari tadi menguping pembicaraan itu langsung menghampiri mereka. "Sakura yang kalian maksud itu Sakura Bramatan? Sedangkan Pak Wira yang kalian maksud itu saya?" Mata para mahasiswa itu membulat sempurna. Dada mereka berdegub kencang. Salah satu objek dari topik pembicaraan mereka mendengar pembicaraan itu.
"P-Pak?" Salah satu mahasiswa tergagap.
"Jawab pertanyaan saya!" Wira berusaha mengontrol emosinya saat ini.