Saat bis yang ditumpangi Mi'an sampai di terminal Surabaya, hari sudah menjelang senja. Mi'an sendiri sebenarnya ingin langsung ke Malang untuk mengunjungi makam orangtuanya. Namun karena di Surabaya masih ada urusan yang harus diselesaikan, maka ia menunda keberangkatannya. Setelah menyempatkan mampir ke warung, ia segera mencari tukang ojek.Haji Misran dan beberapa orang tamu sedang asyik menikmati kopi dan pisang goreng saat Mi'an tiba di rumah itu. Laki-laki yang berprofesi sebagai pedagang barang antik itu langsung berdiri saat melihat Mi'an datang.
"Walah, benar-benar jodoh ini. Pas ada tamu, pas kamu juga datang, An. Ayo langsung masuk ae," serunya.
Mi'an hanya tersenyum, kemudian ia ikut bersila bersama Haji Misran dan tamu-tamunya.
"Bawa barang apa saja, An? Ada yang istimewa tidak?“ tanya Haji Misran.
"Cuma beberapa keris saja, Bah. Istimewa atau tidak kan Abah yang bisa menilainya."
"Mana, coba lihat barangnya?"
Mi'an mengeluarkan beberapa keris dari tas kumalnya. Total ada tujuh keris yang dibawanya saat itu. Haji Misran lalu memeriksa satu per satu keris yang dikeluarkan Mi'an.
"Di, katanya pak Harto butuh pegangan untuk mempertahankan posisi. Ini ada satu keris yang cocok. Pamor Lar Gangsir, dapur Karna Tanding, tangguh Tuban sepuh," ucap Haji Misran sambil menatap salah satu tamunya.
"Berapa, Bah?"
"Yo agak mahal, Di. Warangkanya saja iras dari kayu timoho kendit tembus. Soal harga nanti kita rundingkan dulu saja."
"Ayo yang lain pilih-pilih. Mumpung ada barang istimewa lo. Belum tentu setahun sekali Mi'an ini mampir ke sini."
Empat orang tamu Haji Misran lalu bergantian memeriksa keris-keris Mi'an.
"Tidak punya koleksi bambu petuk, rantai babi, mirah delima, atau benda-benda mustika lain, Mas?" tanya laki-laki yang dipanggil Di oleh Abah.
"Susah proses mengambilnya, Pak. Tebusannya berat."
"Berapa, Mas? Kalau soal uang kan bisa diusahakan."
"Saya tidak mau mengorbankan nyawa orang lain demi uang, Pak."
"Maksudnya butuh tumbal?"
"Ya jelas, Pak. Karena itulah benda-benda itu dihargai mahal. Pring petuk, mirah delima, dan lain sebagainya itu rumahnya jin. Pasti jin-jin itu akan meminta tebusan mahal saat rumah mereka diambil."
"Kalau yang banyak beredar itu barang-barang palsu. Biasanya cuma berkhasiat beberapa bulan lalu tidak berguna. Ibaratnya seperti baterai isi ulang, kalau tidak diisi lagi ya tak bisa dipakai."
"Kamu itu ngomong apa sih, Di? Kan sudah kubilang jangan bermain-main dengan benda semacam itu. Resikonya terlalu besar. Nyawamu taruhannya," ucap Haji Misran.
"Lho iya?! Aku kok lupa kamu belum dibuatkan kopi, An. Sebentar, aku ke belakang dulu."
"Soal tumbal bisa saya usahakan, Mas. Asal Mas bisa dapatkan mirah delima yang asli, berapapun akan saya bayar," bisik Di setelah Haji Misran masuk.
"Sudah saya bilang, saya tidak mau, Mas," jawab Mi'an dengan sedikit jengkel.
Tak lama kemudian Haji Misran keluar dengan membawa segelas kopi. Setelah meletakkan kopi itu, ia meminta Mi'an untuk mengikutinya masuk.
"Barang-barangmu kemarin sudah laku semua, An. Uangnya kamu bawa semua atau bagaimana?"
"Berapa total uang saya di Abah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PAREWANGAN (TAMAT)
FantasyMeski hidup di era modern seperti sekarang, tak jarang kita mendengar cerita cerita mistis atau mungkin beberapa dari kita memang diberikan kelebihan untuk melihat hal itu. Kejadian ini memang tidak dapat kita pungkiri, hidup didunia yang sama membu...