Pertempuran (4)

6.6K 457 1
                                    

Pertempuran tak hanya terjadi di makam. Malam itu, seisi rumah Mak Ina seolah terkena gempa. Barang-barang bergerak dan bergeser dari tempatnya. Suhu juga berubah drastis menjadi sangat dingin. Iis yang akan berlari keluar, ditahan oleh Johan dan Alit.

"Lebih baik kita berkumpul bersama. Agar bisa saling menjaga," ucap Johan.

"Maksudmu apa, Mas? Bukankah saat gempa kita seharusnya di luar rumah?"

"Ini bukan gempa, Mbak. Kita sedang diserang," jawab Alit.

"Ada banyak bola api yang meluncur ke rumah ini. Tapi semuanya jatuh di halaman." Moza ikut berbicara.

"Kalian membuatku bingung. Sebenarnya ada apa ini?!"

Alit mendatangi Iis. Tangan laki-laki itu lalu menutup kedua matanya. Lima menit kemudian, Alit melepaskan tangannya. Saat membuka mata itulah Iis melihat hal yang selama ini hanya ada di imajinasinya saja. Bingung dan takut, tak lama kemudian ia pun pingsan.

Moza segera membaringkannya di sofa. Ia memahami apa yang dirasakan Iis. Hal itu tak jauh berbeda dengan yang pernah dialaminya. Siapa pun pasti akan dilanda ketakutan saat pertama kali melihat wujud makhluk-makhluk itu.

"Apa nanti tidak menjadi masalah nanti, Al? Apa perlu kau buka mata batin gadis itu?" tanya Johan sambil menatap Alit.

"Nanti kan bisa ditutup lagi, Han."

"Tapi tidak akan bisa tertutup sepenuhnya, Al. Kau tentu paham itu, kan?"

"Kalau tidak bisa melihat lawannya, bagaimana dia akan bertarung, Han?"

Johan terdiam. Situasi memang bergerak di luar dugaan mereka. Timur juga pasti tak mengira jika ada lawan kuat yang akan menyerang rumah ini.

"Sebentar lagi, setan-setan itu akan datang. Bersiaplah, Al."

"Aku juga merasakannya, Han. Tiga orang yang bersembunyi di seberang jalan itu pasti ingin segera menyelesaikan tugasnya sebelum fajar datang."

"Mereka datang, Al."

Bono, Bowo, dan Nyi Weling berjalan memasuki halaman rumah Mak Ina. Bersama mereka ikut pula puluhan penghuni Rawa Buthek.

"Ingat Wo, No. Guru menginginkan perempuan itu hidup-hidup."

"Iya, Nyi," jawab Bowo dan Bono.

"Dan jangan main gila. Cari saja perempuan lain untuk menjadi pemuas nafsumu. Kalau kalian macam-macam, aku sendiri yang akan membunuh kalian."

Bowo dan Bono hanya bisa mengangguk. Bagaimanapun juga, ilmu mereka tidak sebanding dengan ilmu Nyi Weling. Keduanya belum ingin menjadi korban jilatan, ciuman, semburan, atau gigitan wanita bermasker itu. Air liurnya yang beracun akan membuat korbannya tertidur dan tak pernah bangun lagi.

Nyi Weling melepas masker dan membuka mulut. Refleks, Bono dan Bowo bergerak menjauh. Meski sudah memiliki penawar racun, resikonya terlalu besar jika berada di dekat Nyi Weling saat ia melepaskan ilmunya. Dari kejauhan mereka melihat asap putih pelan-pelan keluar dari mulut Nyi Weling. Asap itu kemudian bergerak ke rumah Mak Ina.

Johan dan Alit mengawasi kabut putih perlahan mengepung rumah itu.

"Apa ini, Al? Untuk apa mereka mengepung kita dengan asap?"

"Mungkin agar kita tidak bisa melihat mereka, Han. Semacam tabir penghalang."

"Jangan dianggap remeh, Mas. Melihat bola-bola api tadi, rasanya kok tidak mungkin jika itu cuma kabut biasa," ucap Moza.

Nyi Weling mengamati pergerakan asapnya. Ia sedang mencari bagian yang diselimuti asap paling tipis.

"Bono, Bowo, Ayo kita masuk dari sana," ucap Nyi Weling sambil berjalan ke samping rumah.

PAREWANGAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang