Saat Mi'an melangkah keluar gua, Nagagni tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Kepalanya yang sedang asyik melingkar langsung tegak berdiri. Jantung ular itu semakin berdebar saat melihat benda apa yang menancap di ujung tombak Mi'an.
"Mengapa kau bunuh Ki Kendang? Bukankah dia tidak masuk dalam ujian?"
"Dia menyerangku di pintu keluar. Apa aku harus diam saja?"
"Sudahlah. Ayo kita pergi menghadap Raja untuk melapor."
"Kau hebat Mi'an. Belum ada yang bisa lolos dari ujian itu. Bagaimana suasana di dalam? Apakah menakutkan seperti yang kudengar?"
"Kau belum pernah masuk ke sana, Nagagni?"
"Jika bukan peserta ujian, perintahnya adalah membunuh penyusup itu dengan segala cara."
"Tempat itu disegel luar dan dalam, kecuali ujian keempat. Karena itulah Ki Kendang berjaga di pintu keluar."
"Kenapa dia menyerangmu, ya? Padahal seharusnya ia menghalangi penyusup dari luar."
Mi'an hanya terdiam. Dari apa yang dikatakan Nagagni, ia tahu ular cabe itu tak mengetahui kelicikan rajanya. Setelah menyeberangi jurang, sampailah keduanya di istana. Wajah Candrasa tampak senang, sementara Raja Ular justru terlihat gusar.
"Nagagni, sampaikan kesaksianmu," perintah Raja Ular.
"Mi'an telah berhasil keluar dari gua ujian dalam waktu tujuh hari, Yang Mulia," jawab Nagagni.
"Tidak adakah bantuan dari luar?"
"Tidak ada, Yang Mulia."
"Kau yakin, Nagagni?"
"Sejauh yang saya tahu dan lihat, tidak ada satupun makhluk yang mengganggu ujian itu, Yang Mulia."
"Kau kurang teliti, Nagagni. Coba lihat gelang yang dipakai Mi'an. Kalian berdua, tampakkan wujud kalian atau kumusnahkan!"
"Naga, Wira, keluarlah. Jangan katakan apapun. Biar aku yang berbicara." Mi'an meminta kedua ular itu untuk muncul lewat telepati. Naga dan Wira kemudian muncul di depan Mi'an.
"Kau gagal. Kedua ular itu buktinya," ucap sang Raja.
"Benarkah? Bukankah peserta ujian dianggap gagal jika mendapat bantuan dari luar? Kedua ular ini kutemukan di dalam gua."
"Yang penting kau mendapat bantuan."
"Lihat baik-baik mereka, Yang Mulia. Setiap jin di sini pasti tahu berapa usia kedua ular ini. Ilmuku jelas lebih tinggi dari mereka. Bantuan macam apa yang bisa kudapatkan dari keduanya?"
"Pokoknya kau gagal, Mi'an."
"Baiklah. Kalau begitu aku akan katakan jika Raja Pulau Ular tak lebih dari penipu dan pengecut."
"Kau ...!!!" Wajah Raja Ular berada tepat di hadapan Mi'an.
Raja Ular menatap mata Mi'an. Harapannya untuk melihat ketakutan di mata itu sia-sia. Ia justru melihat nyala kemarahan dan kebencian di sana. Ia pun lalu kembali mundur ke singgasananya. Candrasa yang melihat itu menghembuskan nafas panjang. Situasi berkembang ke arah yang tak pernah diduganya.
"Paman Nagawelang, Paman Nagaweling, bagaimana pendapat kalian?"
"Peraturan memang mengatakan peserta ujian gagal jika mendapat bantuan dari luar, Yang Mulia. Menurut pendapatku, Mi'an lulus."
"Aku sependapat dengan Nagawelang, Yang Mulia. Kedua ular itu juga tidak tersegel. Entah bagaimana caranya mereka bisa ada di dalam gua."
"Baiklah kalau begitu. Mari kita laksanakan pembatalan perjanjian."
KAMU SEDANG MEMBACA
PAREWANGAN (TAMAT)
FantasyMeski hidup di era modern seperti sekarang, tak jarang kita mendengar cerita cerita mistis atau mungkin beberapa dari kita memang diberikan kelebihan untuk melihat hal itu. Kejadian ini memang tidak dapat kita pungkiri, hidup didunia yang sama membu...