***
"Astagfirullah, Dek, ini serius nilai kamu 30?"
Aku mengangguk. "Iya, Ma. Tapi itu aku ngerjain sendiri, lho. Mama harus bangga. Dibanding nilai Moza bagus tapi hasil nyontek, kan?" Aku mengedip-ngedip kedua mata bergantian sambil menatap Mama Irene memelas. Berharap mama gak akan marah dan membebaskan aku untuk masuk ke dalam rumah.
Aku udah kelas sepuluh, tapi mama masih aja memperlakukan aku kaya aku anak kelas satu SD. Setiap aku pulang sekolah, mama selalu memeriksa tasku. Dia periksa tugas-tugas yang aku kerjain di sekolah, periksa nilai PR aku, dan nanya ada tugas rumah atau gak.
Mama menghela napas lelah, kemudian menggeleng. "Kamu tuh maunya gimana sih, Dek? Diajarin sama kakak malah berantem terus. Mama panggilin guru privat kamunya malah tidur melulu pas dia ke rumah. Mama masukin bimbel, kerjaan kamu ngerumpi doang di situ, bikin berisik. Kamu itu sebenernya maunya gimana, coba deh. Biar mama bisa ngikutin cara belajar kamu."
Aku sempat mikir, tapi kemudian aku mengedikkan bahu, menjawabnya dengan asal. "Aku mau belajar santai, terus gurunya ganteng gitu, Ma. Kan jadi enak suasana belajarnya."
"Kamu tuh masih kecil, genit banget, sih?" Mama nyentil keningku yang ketutup poni, membuatku meringis sambil mengusap-usap bekas sentilan mama. "Kamu itu belajar biar pinter, bukan cuma ngeliatin muka gurumu doang."
"Tapi kan kalau gurunya ganteng mood belajar aku jadi naik."
Mama yang masih memegang kertas ulanganku dengan kedua tangan terlipat di dada, kini memutar bola mata. "Kalau dibilangin, ngejawab aja. Ya udah sana masuk!"
"YES!"
Baru saja kakiku hendak melangkah ke dalam, mama kembali bersuara, "Moza?"
"Ya, Ma?"
"Sepatu kamu diambil dulu tuh, taruh di rak. Udah kelas sepuluh sekarang, harus belajar tanggung jawab sama barang-barang sendiri."
"Sip." Aku berlari kecil mengambil sepatu yang ada di teras dan menaruhnya sesuai tempat yang ditentukan. Setelah itu, aku berjalan ke kamarku untuk ganti baju dilanjut dengan makan siang. Habis makan siang nanti free deh! Aku akan kembali sibuk dengan duniaku sendiri di kamar, ditemani laptop dan satu kotak susu stroberi untuk menemaniku menulis.
Aku punya banyak kekurangan. Aku payah di pelajaran menghitung apalagi olahraga. Aku gak jago bahasa inggris. Aku gak bisa masak, masak nugget aja gosong. Aku malas. Kadang cuci dan setrika baju saja masih mama atau kakak yang lakuin. Aku sering berantem sama kakak, jambak-jambakkan udah jadi makanan sehari-hari.
Kelebihanku adalah ... gak ada. Eh ada deh. Aku jago nulis cerita fiksi. Teman dunia maya aku banyak, dan di dunia nyata gak ada yang tahu kalau Mozarella Cheese ini terkenal dengan nama pena Mochee. Oh iya, dibacanya bukan Mocehe e, tapi Mochi. Iya, teman-teman dunia maya kenal aku dengan nama Mochi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mozarella Cheese✔
Teen FictionMozarella Cheese yang ini beda dari Mozarella Cheese yang lain. Mama Irene bilang, Mozarella Cheese ini limited edition, cuma ada satu.