Jam lima lewat dua menit, kelas selesai. Anak-anak yang lain ngucapin makasih sama Kak Andra, kemudian pergi dari sana. Sementara aku masih terjebak di sini karena harus nunggu Kak Strau yang masih di jalan. Lebih tepatnya, baru mau balik dari toko buku. Kakakku itu emang ngeselin kadang.
"Keju," panggil Kak Andra, membuatku menoleh ke arah laki-laki ganteng tapi galak itu.
"Moza, Kak," ralatku.
"Oh, ya, itu maksudnya," ucap dia sembari membereskan buku-buku yang dia pakai untuk mengajari anak-anak yang ternyata seumuran sama aku. Btw, aku tahu tuh cowok yang nyahut keju mozarella khas malang itu namanya Aldo. Aku kira orangnya ngeselin, tapi ternyata emang dia suka bercanda. "Saya minta nomor kamu."
"Wih, baru kenal udah minta nomor aja," cengirku. "Kak Andra suka sama aku, ya?"
Satu alis Andra terangkat ke atas saat mendengar aku bicara gitu. "Sekarang kamu kan anak didik saya, jadi saya memang harus punya kontak kamu. Kamu bisa sharing soal pelajaran atau tugas yang gak kamu pahami ke saya. Nanti saya bantu."
"Mau aja atau mau banget?" sahutku. Aku tuh males banget dimintain nomor buat sharing tugas. Kirain Kak Andra mau pedekate, huft.
Aku sempat melirik ke arah Kak Andra yang menatapku tanpa ekspresi sebelum akhirnya kulihat dia mengangguk. "Oke, nanti saya minta sama kakakmu aja."
"Eh, jangan dong!" Aku menahan tangan Kak Andra yang mau masuk lagi ke dalam rumahnya yang gerah. Iya gerah, gak ada AC apalagi kipas angin. Cuma bermodalkan pintu yang dibuka doang buat sirkulasi udara. Rumah gak ada jendela. Ada sih jendela, tapi ditutup kayu, bukan kaca. Terus cat rumahnya juga gak ada, jadi kaya rumah belum selesai dibangun. "Kosong delapan---"
"Bentar."
Kak Andra ngeluarin ponsel android keluaran lamanya dan menyerahkan benda itu padaku. "Tulis di situ. Saya ke dalam dulu, mau beres-beres."
"Oke, Kak."
Aku mengetikkan nomorku di layar ponsel android jadul Kak Andra yang lemot banget pas disentuh. Bikin kesel tahu gak, sih?
Setelah susah payah hanya untuk masukin dua belas digit nomor teleponku, aku menamakan kontaknya dengan nama Moza Cantik. Uwu banget, hihi.
Aku mengangkat kepala saat melihat ada perempuang yang memakai seragam putih birunya pulang sambil menangis. Awalnya aku gak merasa ada yang aneh, tapi aku baru sadar kalo dia gak pake sepatu.
Kok gak pake sepatu, sih? Kalo di jalan tiba-tiba nginjek beling, kaca, atau sesuatu yang tajam dan bikin kaki luka gimana? Lagian emang boleh sekolah gak pake sepatu? Mama Irene gak pernah bolehin aku atau Kak Strau keluar tanpa pake sepatu. Katanya takut ada eek ayam atau kucing di jalan.
"Kamu kenapa?" Suara Kak Andra kedengeran ke luar. Aku yang masih duduk di kursi panjang depan rumah, menguping pembicaraan.
"Sepatu Gebi dibuang, Kak. Katanya sepatu jelek, udah bolong, pantesnya ada di tempat sampah," ucap perempuan yang aku yakin adalah perempuan yang barusan jalan sambil nangis-nangis ngelewatin aku. "Mereka lempar sepatu Gebi ke kebun belakang sekolah. Gebi gak bisa ambil, takut."
Aku mengintip pakai sebelah mata, ngelihat kalau kini Kak Andra menghela napas dan menenangkan perempuan berseragam putih-biru itu yang masih menangis.
"Ya udah, besok pake sepatu kakak aja," kata Kak Andra. "Nanti kalau uang bulan ini udah kekumpul, baru saya beli sepatu buat kamu."
"Terus besok kakak pake sepatu yang mana?"
"Sepatu lama saya."
"Tapi kan sepatu kakak yang itu udah kekecilan."
"Gak apa-apa, jangan khawatir. Yang penting besok kamu bisa sekolah pakai sepatu yang gak bolong. Biar gak diejek temen-temenmu lagi," jawab Andra. "Udah sana ganti pakaian, abis itu beli makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mozarella Cheese✔
Novela JuvenilMozarella Cheese yang ini beda dari Mozarella Cheese yang lain. Mama Irene bilang, Mozarella Cheese ini limited edition, cuma ada satu.