A/n : Ih Jeremy tuh cuma figuran aja tauuu:( kenapa minta dimunculin si Runa barbar juga awokwowkwk. Dah tenang dia di pelukan lakinya, jan diganggu ntar ngamuk betina satu itu😆
Btw, kalian yang di rumah aja dan pake kacamata, minusnya pada nambah gak si gegara kebanyakan di rumah aja? Haduh kacau bet ini:(
***
Aku pulang ke rumah dengan keadaan was-was. Masalahnya, tangan kiriku luka dan lecet cukup banyak dan lebar. Kalau mama tau aku abis jatuh, pasti diomelin.
Aku ngetuk pintu rumah, dan gak butuh waktu lama ... mama buka pintunya.
"Lho? Kok adek baru pulang? Emang eskulnya sampe jam berapa tadi?"
"Lima lebih, Ma," sahutku. "Mm, Moza masuk dulu, ya?"
Aku mengubah posisi menjadi menyamping dan berjalan pelan-pelan menjauhi mama.
Mama yang curiga, gak membiarkan aku pergi. Dia nyuruh aku berhenti.
"Kenapa jalannya begitu?"
"Begitu gimana?"
"Miring-miring. Ada yang disembunyiin dari Mama?"
Aku menggeleng. "Gak ada. Lagi nyoba aja jalan miring kaya gimana," bohongku, tapi aku yakin mama udah tahu kalo aku gak jujur.
"Puter balik coba."
"Gak mau."
"Kenapa gak mau? Mama cuma mau liat."
"Gak mau, Ma."
"Puter balik atau mama kunciin di luar?"
"Jangan," cegahku langsung. "Tapi mama janji ya jangan marahin Moza."
"Tergantung."
"Yah, kalo gitu Moza gak mau jujur."
"Kok jadi kamu yang ngancem mama?" tanya Mama Irene. "Coba sini mama liat!"
Mama Irene memaksaku memutar tubuh dan dia meneliti apa yang salah dari belakangku. Dia langsung istigfar dan megang tangan kiriku yang banyak luka.
"Ini kamu kenapa begini, Dek? Ya Allah, ada-ada aja kamu tuh."
"Moza jatuh, Ma. Dari sepeda," jujurku akhirnya.
"Sepeda? Boncengan sama Andra?"
Aku ngangguk.
"Kan mama bilang, kalau pulang sekolah naik ojek aja! Kenapa harus bonceng-bonceng sepeda gitu?" Aku yang kembali berbalik arah, sekarang menunduk. "Bahaya kamu tuh. Bikin mama khawatir terus."
"Maafin Moza, Ma," cicitku.
Mama Irene menarik tanganku dan membawaku ke ruang keluarga. Mama nyuruh aku duduk di sofa, dan setelah itu dia bilang suruh aku tunggu soalnya mau ambil kotak obat.
"Gimana jatuhnya? Selain tangan apalagi yang sakit?" tanya mama yang sekarang duduk di sampingku dan buka kotak obat yang dia bawa.
"Cuma tangan aja, Ma."
"Jujur sama Mama!"
Mataku langsung berkaca saat suara mama meninggi. "Mama ngomongnya jangan ngegas dong, ngilu nih hati Moza," lirihku yang buat mama menatapku. Mama Irene menghela napas, kemudian berkata,
"Refleks, Dek." Suara mama memelan. "Jadi apa yang sakit selain tangan? Ada gak? Jangan ditutupin, biar cepet diobatin."
"Gak ada, Ma, cuma tangan aja."
"Jatuh di mana, sih?"
"Di belokan, Ma. Jadi pas mau belok, ada motor lawan arah gitu ngebut dan hampir nabrak. Kak Andra berusaha menghindar, eh kita jatuh deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mozarella Cheese✔
Ficção AdolescenteMozarella Cheese yang ini beda dari Mozarella Cheese yang lain. Mama Irene bilang, Mozarella Cheese ini limited edition, cuma ada satu.