Hota tengah berdiri di pinggir jalan depan rumah Neira saat taxi Selina baru saja meninggalkan tempat itu.
Ada apa sehingga pria muda itu datang begitu pagi di hari sabtu begini, padahal semalam Leonar sudah bilang tidak akan ke rumah, batin Neira bertanya penasaran.
" Pak Hota anda disini?" Neira menghampirinya sedikit ragu.
Tersenyum kikuk Hota mendapati Neira diluar rumah, ada yang di inginkannya sehingga ia datang sepagi ini ke rumah kosan Neira.
" Mmm anu, maaf bisakah anda membantu saya di kantor. Pak Wint ada urusan dan libur beberapa minggu" agak sulit Hota mengatakannya, ia sudah diperintahkan sang bos untuk tidak mengganggu istrinya di akhir pekan, tapi ini sangat mendesak. Pekerjaan Hota benar-benar menumpuk dan ia sudah tidak pulang untuk beberapa hari.
" Ah, baiklah. Aku akan ganti baju dulu" Dengan senang hati Neira menyetujuinya. Ternyata Hota memang datang sendiri untuk menemuinya.
" Sebentar nona!" Suara Hota menghentikan langkah Neira.
" Apakah anda punya sesuatu untuk dibuat sarapan? Mr. Leonar dan saya belum sempat makan dari tadi malam" Sebenarnya pagi ini Hota pergi untuk mencari makanan, meninggalkan Leonar yang masih tertidur sejak usai subuh tadi setelah begadang menyelesaikan pekerjaan.
" iya saya akan membungkusnya untuk kalian" dengan segera Neira masuk kerumah berganti pakaian dan membungkus beberapa makanan yang dimasaknya tadi bersama Selina.
Makanan indonesia yang menjadi faforit Leonar saat Neira menghidangkannya, Ayam bakar taliwang beserta sayur urap. Meski Leonar tidak pernah memakan nasi bersamaan dengan ayam tersebut, Neira tersenyum mengingatnya.
Entah pagi ini seolah ada sedikit beban yang hilang begitu saja dari hatinya, apakah karena Selina yang merelakannya dan menerima kalau Neira sudah menikah ataukah hal lain yang berusaha masuk mengisi relung kalbunya.
---**--**---
Menetes air itu dari rambut ikal yang basah menelusuri dada bidang seorang pria yang kini keluar dari kamar mandi di kantornya, menambah pemandangan yang cukup menggiurkan bagi siapapun yang melihatnya. Jarum Jam masih menunjuk angka 8.15 saat ia mulai memakai pakaian ganti yang diambilnya dari almari sleding di samping tempat tidur beralas sprei abu-abu.
Saat kaki panjang pria ini melangkah ke luar ruangannya, ia mencium bau makanan yang sangat ia sukai. Menoleh untuk memastikan apakah tidak salah makanan tersebut benar-benar tersedia, matanya menangkap Hota yang begitu asyik menyantap sarapan paginya dan tidak menyadari kehadirannya.
Brak!!!... Gebrakan di meja membuat Hota berhenti menggigit ayam ditangannya, ia terbelalak melihat sang bos menatap tidak senang padanya, hampir saja Hota tersedak karena itu.
" Kau memakannya sendiri dan tidak memberikanku bagian pahanya?"
Perlahan Hota melepas ayam yang tadi di gigitnya, itu bagian paha berarti milik sang bos. Ach...matilah saat ini juga Hota. Dengan rasa bersalah pria muda ini menaruh hati-hati ayam tersebut dengan dua tangannya yang belepotan bumbu diatas piring makanannya.
" Kamu memakan bagian itu!" Rasa sesal tersirat dari suara Leonar sedangkan Hota tidak berani menelan makanan yang masih berada di mulutnya hanya tangannya yang terangkat dan menunjuk sebuah plastik besar di mejanya.
" Bukannya anda hanya makan sanwich sayur dipagi hari" Akhirnya Hota bersuara setelah susah payah menelan sisa makanan dalam mulutnya.
" Bahkan aku hampir tidak pernah sarapan karena pekerjaan yang kamu berikan padaku. Kau!..ach, siapa yang jadi bos disini. Makanan juga kamu yang atur" mendengkus Leonar menyambar plastik makanan yang dimaksud Hota, berat. Tapi, rasa kesalnya mengalahkan rasa ingin tahunya tentang isi plastik tersebut.
Leonar menghempaskan tubuhnya diatas sofa tidak berselera setelah lebih dulu menghempas plastik yang berisi makanan tersebut diatas meja. Dikalahkan oleh perutnya yang berteriak meminta jatah, akhirnya Leonar membuka bungkusan plastik itu. Matanya berbinar saat mengetahui isi di dalamnya, sebuah kotak makan yang berisi empat paha ayam beserta sayur urap kesukaannya, tidak ada nasi disana.
Ah, dari mana Hota tahu makanan yang disukainya, tapi mana peduli, sekarang ia hanya perlu memakannya dan menghabiskannya.
Leonar sudah menghabiskan dua paha ayam saat Hota masuk membawa dua buah gelas minuman, satu berisi air putih satu lagi berisi teh manis hangat.
" Apakah itu sangat enak Sir?" Hota mengangkat air putih yang tadi diletakkan diatas meja, memberikannya pada Leonar yang sudah mengelap tangannya dengan tisu basah.
" Kau, makanan itu kamu beli dimana?" Tanya Leonar setelah meneguk minumannya.
" Itu gratis Sir, tidak usah bayar. Hanya butuh trasfer jatah bulanan pada nona Neira"
" Kau mengganggunya?!! Apakah kamu tidak pernah mendengar apa yang aku katakan, Hota!" Lagi-lagi kata-kata Leonar sedingin itu, apakah memang benar sang bos sangat menyayangi wanita itu. Lantas kenapa didepan Hota ataupun orang lain ia tidak pernah menunjukkannya dengan jelas.
" Pekerjaan kita sangat menumpuk dan anda hampir tidak bisa istirahat, jadi tadi saya menjemput nona Neira untuk membantu di divisi keuangan"
Hati-hati Hota mengatakannya." Masih ada orang lain dari divisi itu yang bisa menyelesaikan pekerjaan disana, kenapa kamu sangat suka mengganngu istriku?"
" Tidak ada yang secepat dan setelaten nona Neira dalam pekerjaan tersebut, jadi saya pikir nona Neira akan sangat membantu" Hota menyelidik raut wajah Leonar, mencari sesuatu yang terbersit disana tapi, wajah itu datar tanpa expresi, apakah ia benar tidak akan suka melihat wanita itu dekat disisinya.
" Lain kali jangan ganggu dia tanpa persetujuanku" Leonar bangkit dan berjalan keluar menghiraukan Hota yang berdiri dengan merasa bersalah.
Bagaimana bila sang bos memulangkan Neira hingga pekerjaan Hota jadi tidak ada habisnya, pria ini sungguh sangat frustasi. Hampir beberapa minggu ini ia tidak bisa pulang apalagi mencari seorang gadis untuk berkencan. Apakah sang bos benar-benar setega itu padanya, menuntutnya bekerja hingga kehilangan darah dan dagingnya. Walaupun bonus yang diberikan Leonar membuatnya kaya di umurnya sekarang tapi Hota juga butuh sesuatu selain uang dan kekayaan.
---**--**---
Suara hentakan keyboard memenuhi ruangan divisi keuagan yang sunyi, hanya Neira yang berada di ruangan tersebut.
Wanita ini harus meneliti angka-angka itu lagi karena banyak kesalahan yang dibuat Hota, mungkin saja pria muda itu terlalu lelah dan stress karena pekerjaan yang seolah tiada habisnya sehingga meninggalkan kesalahan yang bertebaran dimana-mana. Neira sungguh tahu kalau Hota hampir tidak pulang untuk istirahat dirumah, ia sering memergoki Hota membuka Almari di belakang meja kerjanya yang ternyata berisi baju dan keperluan sehari-harinya. Sungguh sang bos dan kaki tangannya hampir berkelakuan sama.
Hampir setengah jam Neira berkutat dengan angka-angka tersebut, sepertinya ada seseorang memasuki ruangan, siapa lagi kalau tidak Hota yang akan menanyakan pekerjaannya, pikir Neira masih fokus pada layar laptopnya.
" Pak Hota harus minta istirahat pada pak bos, laporan ini sungguh kacau dan tidak seharusnya pak Hota mengerjakan semuanya sendirian, apakah pak bos hanya punya anda di sisinya" kata Neira tanpa mengalihkan perhatiannya pada layar didepannya.
" Kenapa harus Hota, aku punya kamu yang jadi istriku...."
Tbc...........
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH MY HEART
General FictionKata orang pernikahan adalah hal yang sakral, ikatan yang suci untuk menyatukan hati dan jiwa dua insan. Tapi apa kata Leonar membuat hati Neira benar-benar kehilangan tautan. Ia tidak ingin pulang kerumah pria itu setelah dengan seenaknya menikahi...