Menuruni anak tangga, Neira berniat menuju dapur sementara Selina masih mandi di kamarnya. Inginnya cepat memasak sesuatu untuk mengganjal perut mereka sebelum pergi bekerja akan tetapi langkahnya terhenti saat mendapati Andreas sedang bicara dengan bik mimi, asisten rumah tangga keluarga Pranata yang hanya datang di pagi hari dan pulang disorenya.
" Bik mimi.. Tolong belikan alat cukur kumis di super market depan kompleks yah, pakai motor punyak selina saja" Andreas sudah bersiap dengan setelan kerjanya, menghampiri bik mimi yang sibuk berkutat dengan masakannya.
Ragu bik mimi menerima uang dan kunci motor dari Andreas.
" Tapi mas Andre, kalau bibik keluar mas Andre bisa gantikan bibik masak?" Ucap wanita itu." Oh, ada Non Neira toh, bibi nitip masakannya tidak apa-apa kan ya?" Wajah bik mimi tersenyum sumringah menyadari kehadiran Neira diambang pintu dapur.
" Iya bik, Nanti tak bereskan dech" Agak tidak enak menerima permintaan bik mimi, apalagi dengan adanya Andreas di ruangan tersebut, Neira berusaha tersenyum menutupi kegugupannya.
Setelah kepergian bik mimi, Neira segera mendekati kompor gas yang masih menyala dengan sepanci masakan diatasnya. Menu sayur cap jai dan buah pada pagi hari menjadi kebiasaan keluarga Pranata walapun tidak setiap hari.
" Bisa kupaskan apel ini sekalian? " Andreas menyodorkan sebuah apel yang tadi sengaja diambilnya pada Neira. Berharap wanita ini tidak begitu canggung dengannya.
" Kupaslah sendiri " Neira mematikan kompor gas dan menaruh masakannya di mangkuk yang disediakan Bibi mimi tadi.
Andreas menekuk wajahnya, laki-laki ini menarik tangannya, ia ingin sekali meraih tubuh kurus itu menariknya dalam pelukannya. Merasakan degup jantungnya yang beradu dengan degup jantungnya sendiri. Merasakan tubuh ramping indah itu dan mereguk manisnya, andai Neira sah menjadi istrinya, ia tidak akan menyisakan apapun selain kehangatan sentuhannya.
Pemandangan manis itu tak bisa lepas dari mata Andreas. Neira yang menyediakan sarapan untuknya setiap pagi membuat hatinya runtuh seketika, mengharapkan itu terus berlanjut setiap detik melewatinya.
" Kakak bisa lihat lainnya tidak?" Suara Selina tepat di telinganya, mengaburkan lamunan Andreas, terdengar laki-laki ini membuang nafasnya panjang menatap malas pada sang adik yang sudah mengganggunya.
" Masih cinta dengan Neira? Perang dulu denganku" Bisik Selina lagi, gadis ini duduk dimeja makan yang sudah disiapkannya dan menarik tangan sahabatnya untuk duduk didekatnya.
Andreas yang sedari tadi menatap Neira dengan berdiri didepan westafel akhirnya melangkah dan duduk dengan mereka.
Dalam diam mereka menghabiskan sarapan, bukannya Neira tidak menyadari kalau Andreas menatapnya sedari tadi, ia bahkan benar-benar sadar akan hal itu, tapi ia sudah malas untuk berkata-kata pagi ini apalagi dengan Andreas, walaupun dulu ia dan Andreas bisa dengan begitu bebasnya bercakap dan bersendagurau dengannya tapi benar-benar rasanya berbeda sekarang untuk melakukan hal tersebut.
" Ody... aku akan berangkat dengan Neira, kamu kan ada kerjaan di kantor, Neira juga searah denganku" Andreas meminum airnya menyudahi sarapannya. Ia bangkit dan meraih lengan Neira yang sudah akan membereskan piring-piring kotor.
" Itu kerjaan bik Mimi" Suara Andreas lagi.
Neira mencoba melepaskan tangannya, tapi laki-laki itu tidak memberi kesempatan untuknya. Selina yang terbengong menaruh gelasnya demi melihat sang kakak yang seolah tidak menganggapnya ada.
" Aku ada disini kenapa kakak yang jadi ingin mengantar Neira! Seharusnya Aku, karena yang memintanya datang kerumah adalah aku bukan kakak" Selina sengit, mendengar itu Andreas berhenti dan melepaskan tangan Neira.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH MY HEART
General FictionKata orang pernikahan adalah hal yang sakral, ikatan yang suci untuk menyatukan hati dan jiwa dua insan. Tapi apa kata Leonar membuat hati Neira benar-benar kehilangan tautan. Ia tidak ingin pulang kerumah pria itu setelah dengan seenaknya menikahi...