48

472 21 1
                                    

Mendapati Hota sedang menunggu, Leonar tidak berbalik sedikit pun meski tahu kalau Neira mencoba menyusulnya. Sebagian tamu bungalow tersebut sudah meninggalkan tempat karena tujuan mereka sudah didapat, termasuk Edward yang juga terlihat meninggalkan bungalow.

Leonar melangkah di sisi Hota sambil menerima telepon dari Marco. "Saya sudah membereskan semuanya Sir, nama anda sudah bersih. Akan tetapi sepertinya sang Raja menginginkan anda untuk keluar sendiri, jadi jangan terpancing dengan apapun," lapor Marco di sebrang sana.

"Terimakasih Marco, tugasmu selanjutnya sudah menunggu," Leonar menutup teleponnya, memasukkan benda tipis itu dalam saku jasnya sementara Hota menunjukkan jalan untuk menemui Frentina Raufagle, yang pasti Hota tidak terlalu senang karena wanita itu benar-benar tidak bisa ditangani.

----**--**----

Menekan kepalan tangan didada, Frentina terlihat sangat gusar dalam ruangan yang dipesan khusus untuknya, tentu itu masih dalam bungalow meski ia tahu tempat ini terlalu berbahaya jika mata-mata musuh menemukannya. Tapi selain tempat ini, ia tidak bisa menerima perintah dari atasannya.

Meraup wajah Frentina benar-benar kehilangan akal, seharusnya ia dapat mengendalikan Andreas dalam genggaman, tapi pria itu terlalu jelas menunjukkan ketidak senangan pada dirinya. Ia terlalu mencintai wanita itu, wanita bernama Neira Shopie Eirella, yang tempo hari ia tidak bisa membunuhnya, entah kenapa kian ke sini ia tidak dapat melakukan semuanya dengan benar.

Tugasnya hanya menguasai ketenaran orang-orang yang terlalu sukses dalam bisnisnya menggenggam dan menempatkan dibawah kakinya, tapi sungguh sulit akhir-akhir ini, setelah ia bertemu dengan keluarga Liam dan seorang putra keluarga itu yang sudah menawan hatinya.

Duduk di sofa dalam ruangan sunyi itu, Frentina meraih segelas wine dan meneguknya, ia berusaha baik-baik saja setelah melihat Leonar mencium pria muda itu, hatinya teremas begitu sakit, sungguhkah perasaannya telah menguasai, yang harusnya Frentina bisa mengendalikannya tapi sungguh ia merasakan kelukaan itu menyayat dadanya.

Pria itu menyukai sejenisnya, pikiran tersebut sungguh menyiksa menorehkan kecewa yang mendera, dan tadi ia mengusir semua orang-orangnya dari ruangan itu tanpa menyisakannya, mungkin mereka berjaga di luar sana atau mungkin tidak. Frentina sungguh berharap kalau mereka tidak meninggalkan dirinya sendirian.

Sudah sebotol wine ia habiskan, kesadarannya masih terkendalikan. Melihat seseorang yang memasuki ruangan itu, Frentina memutar gelas yang masih setengah isinya menyunggingkan senyum yang begitu menyakitkan ia rasa. Degup jantungnya tidak selaras dengan pikiran yang berusaha dikendalikan.

"Kau! Sungguhkah aku tidak bermimpi atau hanya halusinasi?" Frentina mengangkat gelasnya, menatap nanar pada Leonar yang duduk tenang di sebrang sana.

Tidak ada yang diucapkan pria itu, membuat Frentina kembali menuangkan wine dari botol lain dan meneguknya, lebih baik pria itu menodongkan pistol ke kepalanya daripada harus diam dengan pesonanya seperti itu. Maka Frentina akan bisa menghadapinya dengan pikiran waras. Seandainya ia juga seorang pria pastinya ia memilih berduel saja dengan pria ini daripada ia kalah dengan perasaannya seperti ini.

"Di mana penjagamu?Kamu menyuruh mereka pergi? Di luar pun tak ada seorang dari mereka." Akhirnya Leonar membuka mulutnya, tapi apakah dia menghawatirkan Frentina. Bahkan dia yang seperti itu membuat Frentina semakin sakit setelah apa yang telah di perbuatnya pada Leonar dan keluarganya selama ini. Seandainya ia bisa memilih untuk hidup normal seperti wanita kebanyakan.

"Mereka benar pergi! Hahaha," Frentina tertawa pedih, apakah benar anak buahnya meninggalkan dirinya sendiri sehingga Leonar bebas masuk tanpa keributan.

"Pasti temperamenmu yang membuat mereka meninggalkanmu sendiri." Leonar menatap wanita yang terus saja minum dari gelasnya, enggan untuk menghentikannya.

menghadapi Frentina Raufagle benar-benar tidak harus menganggapnya sebagai wanita. Bagaimana tidak, sifat liciknya sungguh bisa mengelebui musuhnya yang belum pernah mengenalnya. Sengaja ia tempatkan Hota berada di luar kalau anak buah Frentina kembali datang.

"Aku kecewa padamu Leo ... Kau tidak pernah memandangku, bahkan mungkin kau tidak akan pernah memaafkanku setelah apa yang aku perbuat padamu dan keluargamu." Entah apakah Frentina masih sadar mengatakan hal itu, tapi Leonar tidak bergeming dari tempatnya. Pria ini masih menyandarkan punggungnya di sofa dan saat ini terlihat ia menyamankan diri lantas begitu saja memejamkan mata.

Malam sudah begitu larut dan hujan mengguyur di luar sana, untuk sejenak Leonar tertidur menghiraukan Frentina yang terus menerus meminum wine yang tersedia, hampir lima botol dihabiskan wanita itu. Tidak ada yang dilakukan Frentina selain memandangi Leonar mematrinya dalam benaknya, seolah ia sungguh bermimpi melihat jelas pria yang dipujanya. Hanya itu yang bisa dilakukannya tidak ingin dirinya hancur dalam api yang dibuatnya.

Hota memasuki ruangan tersebut, khawatir terjadi sesuatu pada bos besarnya, meski di dalam hati ada sebersit kecemasan bahwa ia akan diusir karena mendapati sang bos sedang bermesraan, tapi apa yang dilihatnya tidak sesuai pikirannya. Terlihat tidak terganggu sama sekali dengan kehadiran Hota apalagi keberadaan wanita cantik itu di depannya, Leonar tertidur sungguh pulas di sofa sana dengan posisi duduk sementara dua tangannya yang bersedekap menampakkan pancaran wajahnya yang sungguh seperti manekin yang terpahat sempurna.

Terburu, Hota menghampiri tuannya. Sudah hampir pagi kenapa Leonar tidak langsung mengajaknya pergi dan membereskan Frentina. ataukah ada hal lain yang diinginkan sang bos dari wanita ini.

"Bangunlah Sir, anda ada jadwal pagi ini," Hota memegang pundak Leonar perlahan dan membangunkannya dengan berbisik di dekat telinganya.

Melepas nafas panjang, Leonar membuka matanya dan mengerjab sesaat. Menatap Frentina yang masih minum wine itu, tangannya beralih pada saku jasnya mengambil pena kesayangannya lantas dengan gerakan samar ia melempar pena tersebut dan pecahlah gelas yang ada di tangan Frentina. Hota memucat dengan suara gelas yang pecah, sementara Ftentina menatap tangannya yang sudah kosong, menyunggingkan senyuman yang tak terartikan.

"Uruslah dia!" Leonar bangkit menekan belakang kepala dengan jemarinya. Apa yang dilihat dari Frentina sungguh di luar expekstasinya. Wanita itu seolah tiada kekuatan di depannya, ataukah tidak adanya orang-orangnya membuat dirinya apatis. Frentina bukanlah sosok lemah dan punya hati seperti wanita kebanyakan, dirinya terlalu kuat dari seorang laki-laki, prinsipnya ataupun strategi menghadapi lawannya.

"Leo! Apakah kamu menyerahkanku pada dia yang belum berpengalaman?" Terhuyung Frentina berdiri menghentikan langkah Leonar dan menghenyakkan Hota yang masih mengamati Frentina.

Memasukkan ke dua tangannya dalam saku jas, Leonar mendesah. Apakah wanita itu masih sadar tidak terpengaruh dengan wine yang telah di minumnya, enam botol dihabiskannya, sungguh tangguh. Bahkan ia sendiri tidak akan bertahan setelah tiga botol.

Membalikkan badan, Leonar menatap lekat Frentina yang memperbaiki pakaiannya untuk menjaga kesempurnaan di depan Leonar tentunya.

"Hota akan mengurusmu, menurutlah jika menginginkanku untuk kembali menemuimu, dan satu hal jaga kondisimu tetap sadar, baru kita bicara."

Hota menatap wajah Leonar yang tanpa expresi, bagaimana bisa pria itu bertoleransi pada seorang yang pernah akan menghancurkan keluarganya, sekalipun itu seorang wanita, bahkan wanita ini lah dalang penggelapan dana dari anak cabang perusahaan di Cina.

"Benarkah itu, kamu akan mendengarkan kalau aku mencintaimu?" Tanya Frentina dengan raut wajah berbinar meski bening itu menitik mulai membasahi pipinya yang tirus.

"Meski kamu tahu kalau aku seorang gay?" Meloloskan sebuah kancing kemeja atasnya Leonar melonggarkan nafasnya sendiri yang seolah tercekat di ujung lehernya, mengingat dia memanfaatkan istrinya dengan mengubahnya menjadi seorang laki-laki, menciumnya di depan Frentina hanya untuk menguasai emosi wanita yang selalu menginginkan dirinya itu sungguh membuat rasa bersalah mencuat dalam hati, tapi hanya itu kelemahan Frentina. Leonar sungguh menyayangkan ia tidak dapat memperlakukan Frentina seperti lawan lainnya. Membereskannya tanpa sisa.

Tbc....................

15-april-2021.

Semoga Ramadzan menjadikan hati ikhlas akan ketentuan-Nya,
Meski kehilangan itu rasa yang sulit untuk ditepis,
Dan lara akibatnya itu sungguh menghimpit.
Karena semua yang ada hanya milik-Nya dan akan kembali pada-Nya pula.

TOUCH MY HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang