" Kau, kenapa?" Edward menghentikan langkahnya tepat didepan Neira, tangannya terulur ragu meraih puncak kepala adiknya. Banyak hal yang ingin di ucapkannya, termasuk bagaimana bisa Marco datang bersamanya ke resto milik ayahnya ini, Edward sangat ingin menanyakannya. Dan orang seperti apa yang melindungi sang adik sedemikian rupa hingga menempatkan pemburu bayangan seperti Marco bersamanya.
Edward menatap wajah Neira yang tiada expresi didepannya, sungguhkah yang berdiri di depannya sekarang ini adalah adik yang ditinggalkannya, ada perubahan yang begitu mencolok pada sikap Neira saat kemarin mereka bertemu dan pagi ini apakah Edward benar-benar mendapati adiknya yang seperti itu.
" Lepaskan!" Neira menepis tangan Edward yang terlanjur menyentuh kepalanya, tidak ingin terlihat lemah di depan sang kakak yang begitu angkuh dipenglihatannya. Kata-kata yang dilontarkan Edward seolah mengusirnya memerahkan telinganya dan mengempiskan harapan dikalbunya, ia ingin sekali beranjak dari sana, ataukah ia harus lebih lama berdiam dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan kakaknya.
" Eirel...tidak bisakah kita berdamai walau aku tahu, kamu tidak akan bisa memaafkanku" Edward mencoba meraih kembali Neira, tapi sang adik kembali menepis tangannya membuatnya semakin dibalut rasa sesal.
" Aku sungguh senang jika kamu menemuiku, tidak ada hal yang tidak memperbolehkanmu untuk itu"Tuluskah Edward mengatakannya, tapi itu masih tidak sedikitpun mengikis kekecewaan dihati Neira. Walau ia sangat berharap jika Edward langsung menarik dan memeluknya untuk meluruhkan kecewa yang dimilikinya. Sejenak manik matanya bertemu dengan tatapan mata milik Edward yang terlihat bingung.
" Tuan Marco, bisakah anda meninggalkan kami?" Edward beralih memberi perintah pada Marco, ia ingin sekali bicara leluasa dengan adiknya, tapi melihat kewaspadaan Marco di sisi Neira membuatnya sedikit hawatir, apakah lelaki ini mengetahui bahwa anak buah ibu kandungnya sedang mengincar keberadaan Neira tengah berada di sekitar mereka. Mengetahui insting Marco terlalu kuat dari pada orang biasa.
" Saya tidak bisa keluar dari ruangan ini untuk meninggalkan Nona bersama anda" begitu tegas dan dingin tanggapan Marco, ia sengaja melakukan itu karena harus menjaga wanita kesayangan bosnya.
Sedangkan Neira mengalihkan pandangan pada wajah Marco yang menatapnya. Edward tahu nama Marco dan memanggilnya seperti sudah kenal lama, dalam diam ia berusaha mencerna.
" Terimakasih sudah menjaga adikku, Tuan Marco. Disini dia akan aman"
Mendengar perkataan Edward, Marco menggerakkan kepalanya menghadapi tatapan Edward yang tertuju padanya.
" Anda tidak bisa menjamin itu, bukankah anda meninggalkan Nona disaat dia membutuhkan perlindungan"
Ah, kenapa Marco sampai mengucapkan hal itu, sungguhkah ia mengetahui semuanya, siapa sebenarnya dia? Batin Neira penuh tanya akan tetapi dia hanya bisa diam ditempatnya.
" Eirel.. Aku tidak berniat meninggalkanmu tapi aku mohon maafkan aku karena telah melakukannya" Ahirnya Edward tidak bisa memaksa Marco untuk meninggalkan mereka berdua. Edward meraih tangan Neira dan menggenggam jemarinya sedangkan Neira hanya diam membiarkannya.
" Apakah hanya karena ibu kandung kak Edy? Apakah karena kita beda ibu hingga kakak meninggalkanku?" Lega rasa sesak dihati Neira setelah mengatakannya, meski harus melihat wajah terkejut milik Edward. Setidaknya akan ada jawaban dari beban berat yang selama ini menghimpitnya.
" Ah, kamu... Kenapa bicara seperti itu?" rupanya Edward ingin menyembunyikan kebenaran itu dari nya.
" Kakak meninggalkanku karena ibu kandung kak Edy bukan? Aku akan berusaha maklum bila kak Edy memberi penjelasan bukan menyangkalnya" Neira mendengkus resah bercampur kesal. Ia menarik Tangannya dari genggaman Edward namun sang kakak tidak melepasnya dengan mudah.
" Kau ingin pergi seperti ini?"
Neira akhirnya menyerah karena Edward tidak juga melepas tangannya, ia menatap lekat wajah sang kakak di depannya.
" Bolehkah aku duduk, jika kakak ingin menjelaskannya, ayo!" Ucap Neira akhirnya.
" Ah, Tuan Marco... Jika anda tidak berkeberatan, anda bisa ke ruangan sebelah untuk sarapan" Ucap Edward sebelum mengandeng tangan sang adik menuju meja makan ditengah ruangan, mendudukkannya di sebelah kursi ditempatnya tadi duduk. Makanan lainnya sudah datang saat mereka tadi bicara, porsi yang cukup banyak untuk satu orang.
" Kak Edy hanya sendirian kenapa harus sebanyak ini makanan yang dipesan" Neira menyelidik, ia memandangi Edward yang sudah duduk ditempatnya, memastikan bahwa perutnya bisa menampung semua hidangan di meja.
" Apa yang kamu lihat, Eirel?" Edward tersenyum, ia sangat penasaran bahwa Neira memandang ke arah perutnya dan kemudian memandang hidangan di meja secara bergantian, beberapa kali seperti itu.
" Kakak bahkan terlalu murah hati pada diri sendiri" Celetuk Neira seraya menghempas nafasnya.
" Kamu sungguh baik-baik saja?"
Hanya diam, reaksi yang ditunjukkan Neira saat ini, jemarinya terlihat memilin ujung jas yang dipakainya, berapa lama lagi ia harus berhadapan dengan Edward yang baginya sungguh seperti orang lain saat ini. Inginnya Neira menghantamkan kepalan tangannya pada wajah Edward karena sikapnya yang begitu biasa saja dihadapannya, apakah ia tidak memiliki sedikitpun kerinduan padanya, apakah tiada rasa sesal yang mengganggu hatinya.
Mata Neira mengerjab ia berharap saat ini ia sedang tertidur dan bermimpi, mimpi yang benar-benar menjadikan dadanya begitu sesak terasa,
" Sungguh! Apakah tidak ada pertanyaan lainnya?"Meraih jemari Neira, Edward tersenyum menyadari bahwa sang adik benar telah berubah, ia tidak langsung menghambur untuk memeluknya seperti dulu kalau mereka beberapa hari atau cukup lama tidak bertemu, ia akan merajuk meminta apapun yang di inginkan.
" Eirel... Kakak hanya menginginkanmu aman walaupun itu harus berjauhan darimu bahkan sampai berpura-pura tidak mengenalmu."
Menunduk, Neira memandangi tangannya dalam genggaman Edward saat ini, ada gemuruh menghantam dadanya bertubi, ia benar ingin berteriak saja pada kakak satu-satunya itu, tapi berusaha sangat untuk menahannya.
" Bisakah kamu untuk memaafkan pria yang tidak punya kekuatan ini untuk melindungi satu-satunya sang adik?"
" Aku hanya butuh penjelasan, tidak permintaan maaf," Neira menghempas nafasnya lagi, ia benar-benar tidak sabar untuk segera pergi, apalagi tadi ia cukup bisa membaca gerakan kecil Marco bahwa tempat ini tidak begitu aman, dan sekarang Marco tidak meninggalkan ruangan itu meski Edward memerintahkannya untuk keluar dengan sangat halus mempersilahkannya untuk sarapan di ruangan sebelah.
" Baiklah, kakak bilang kamu tidak akan pernah aman disamping kakak, banyak orang yang menginginkanmu untuk menghilang selamanya, jadi kamu bisa pergi karena kakak tidak cukup kuat untuk bisa melindungimu," agak berbisik Edward mengatakannya
" Orang-orang kepercayaan ayah tidak berada disekitar kakak, hanya orang lain yang ditugaskan untuk memata-matai kalau kita bertemu, untuk bisa menangkapmu," sambung Edward dengan wajah begitu tegang dan itu membuat Neira langsung berdiri dan melepas tangannya dari genggaman Edward.
" Maksud dari semuanya adalah ibu kandung kak Edy!? Jelasakan seperti itu saja jangan berputar-putar!" Neira mengerjabkan matanya, suara kerasnya memenuhi seluruh ruangan dan ia tidak mempedulikan itu.
" Eirel!? kecilkan suaramu!" Bentak Edward sambil berdiri menghadapi sang adik yang kini mengepalkan kedua tangannya.
" Ah, aku tidak marah Eirel. Hanya tidak ingin membuat mereka curiga bila kamu ada disini dengan suara yang begitu keras seperti itu" Edward sangat menyesal, ia benar-benar dibuat mati kutu saat menyadari Fiora sudah berada dalam ruangan tersebut tanpa ia sadari.
" Kau!... Eirel?!" Fiora, putri dari ibu kandungnya itu melangkah cepat menghampiri Neira dan meraih rambutnya, menariknya hingga rambut palsu itu terlepas dari kepala Neira hingga tergerailah rambut aslinya.
Tbc...........
25-02-2021Hujan masih merintik jatuh
Disudut pagi yang mulai memuar
Menyentak jarum jam yang terus berjalan
Menanda siang dirundung awan kelam.At the morning of february.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH MY HEART
General FictionKata orang pernikahan adalah hal yang sakral, ikatan yang suci untuk menyatukan hati dan jiwa dua insan. Tapi apa kata Leonar membuat hati Neira benar-benar kehilangan tautan. Ia tidak ingin pulang kerumah pria itu setelah dengan seenaknya menikahi...