Ada senyum tersamarkan disudut bibir Leonar saat mendapati Neira duduk bergelung dengan bantal kecil di kursi taman belakang rumahnya, menghadap kolam renang yang airnya begitu tenang, rambutnya tergerai tidak karuan tapi melihat kedatangannya, wanita itu segera merapikan rambutnya mengikatnya tinggi dengan benda berwarna merah hati.
Leonar langsung duduk disampingnya, meraih teh hangat milik Neira dan meminumnya habis.
" Tidak ada kerjaan lagi di kantor?" Suara Neira terdengar serak.
Leonar meraih kepala wanita itu dan mengelus puncaknya.
" Apakah kita benar-benar sudah menikah?" Neira tidak bergerak untuk menolak, tapi kata-katanya seolah selalu ingin meyakinkan dirinya kalau ia memang benar-benar sudah menikah.
" Hmm... Menurutmu?"
Masih tidak ada reaksi penolakan dari Neira membuat pria ini semakin penasaran. Ia kemudian mengecup puncak kepala wanitanya." Apa sih, Leo... Aku tidak ingin adu mulut denganmu sore ini" Neira menarik tubuhnya lebih tegak menyisihkan tangan Leonar yang menyentuh kepalanya.
Mengerutkan dahi, Leonar menghempas nafas panjangnya. Apakah ini efek menstruasi sang istri sehingga tidak biasanya ia bersikap seperti ini. Tapi..dari awal wanita itu memang selalu mengacuhkannya.
" Kita ke dokter ya"
Neira menggeleng tidak menyetujui ajakan Leonar.
" Aku tidak sakit, hanya lebih sensitif. Jadi aku mohon jika kamu ingin menjelaskan sesuatu sekarang saja atau tidak sama sekali"
" Tidak sama sekali atau.." Leonar membiarkan kata-katanya menggantung untuk menggoda wanita yang sedang tidak dalam keadaan baik itu.
" Atau biarkan aku pergi, kamu bisa melepaskan aku sekarang"
Leonar tergelak, ia baru menemukan seorang wanita pemberontak seperti Neira.
" Tidak ada yang lucu, aku serius" Neira mendengkus kesal.
Menatap wajah kepucatan di sampingnya, Leonar sebentar terdiam.
" Aku juga serius dengan pernikahan kita Nei, tidak ada yang namanya kontrak diatas janji palsu. Aku berjanji dihadapan Tuhan kalau aku ingin hidup denganmu sampai ahir"
" Leo!..kenapa bicaramu seperti orang yang mau mati saja, tidak mengenakkan untuk di dengar" Celetuk Neira membuat Leonal reflek menyentil hidungnya.
" Kamu ingin bicara serius denganku tidak sih?" Gemas rasanya semakin lama menghadapi Neira.
" Dari tadi aku mendengarmu, tapi aku tidak ingin berputar-putar. Aku hanya ingin penjelasan kenapa kamu meninggalkanku di rumah keluargamu, harusnya pihak laki-laki yang disuruh untuk mempertanggung jawabkan kesetian lebih dulu, kenapa itu terbalik harus pihak perempuan seperti aku yang harus bertanggung jawab dulu"
Neira membuang bantal kecilnya ke kolam renang, ia tidak bisa menguasai emosinya. Ia juga menggosok hidungnya yang terasa sakit dengan tangannya.
Leonar terdiam, ia sibuk dengan pikirannya, setelah dari rumah keluarga Liang dengan tiba-tiba Neira menjadi seperti ini.
Pertemuannya dengan papa Liang seharusnya baik-baik saja tapi sebanyak apa yang dikatakan papa Liang pada Neira hingga membuat wanitanya begini.
" Neira, harus dengan apa aku meyakinkanmu. Sungguh, aku hanya ingin melalui hidup denganmu tidak lainnya, tidak peduli latar belakang keluargamu atau apapun tentangmu"
" Papa Liang tahu tentang keluargaku, mana mungkin kamu tidak mengetahuinya, jangan bilang kamu menikahiku bukan karena apapun, kalau karena latar belakang keluargaku aku pastikan sekarang saja aku tidak punya apa-apa untuk dijadikan alasan untuk kamu menikah denganku"
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH MY HEART
General FictionKata orang pernikahan adalah hal yang sakral, ikatan yang suci untuk menyatukan hati dan jiwa dua insan. Tapi apa kata Leonar membuat hati Neira benar-benar kehilangan tautan. Ia tidak ingin pulang kerumah pria itu setelah dengan seenaknya menikahi...