8

817 30 0
                                    

Omelan mama Anggela lewat telfon kakaknya Hirosi  membuatnya harus memburu penerbangan tercepat dari Cina setelah panggilan itu terputus. Mama Anggela mencemaskan Neira yang sendirian dirumah, tidak tahu kalau para bodyguard menjaga wanitanya.

Leonar begitu cemas saat ponsel Neira tidak terangkat walau ia terus saja menghubunginya saat mulai turun dari pesawat tadi dan hingga kini ia sampai di lobi bandara, masih tak ada jawaban padahal mama mengatakan kalau Neira ada dirumah.

Setelah bicara dengan Hirosi, Leonar memantapkan bahwa ia memang harus menjalani pernikahannya dengan Neira apapun resikonya, ia berniat untuk mendapatkan hati wanita itu.

Menghubungi para bodyguard yang menjaga Neira, Leonar mengetahui kalau wanita itu berada dibandara, apakah ia mungkin menjemputnya.

Tercenung, pandangannya tertambat pada seorang wanita cantik dengan gaun biru dan flat soes sedang berbicara dengan laki-laki muda disana. Ada segores melintang dilubuk kalbunya mendapati dia disana, tapi itu dikikisnya. Wajahnya datar melihat seorang wanita lain mendekat ke arah mereka dan berpelukan dengan Neira, wanita bergaun biru itu.

"Maaf sir... " Samar suara Neira terdengar dalam kebisingan orang-orang yang keluar masuk bandara.

Setelah memasukkan ponsel dalam saku jas dongkernya, Kembali pria itu mengambilnya, panggilan Hota mengernyitkan keningnya.

Kenapa Hota harus menunggu Leonar di kantor, ia bahkan tidak memberi waktu untuknya beristirahat barang sebentar, Atau untuk menyusul Neira disana yang menjauh dari jangkauannya.

"Harusnya aku yang menyuruhmu untuk mengurus semuanya Hota, malah kamu yang membuatku terus bekerja" Omel Leonar sampai di ruangan kantornya. Ia baru saja meletakkan tas jinjingnya diatas meja.

" Jika saya dapat mengerjakannya sendiri saya tidak akan mengganggu waktu anda sir"

Hota mengangsurkan dokumen yang perlu tandatangan Leonar. Pria ini menatapnya lelah karena tidak memberinya sedikit istirahat, setidaknya Hota harus menunggunya untuk meminum air digelas itu barang seteguk saja.

" Aku bahkan tidak percaya ini adalah pekerjaanku" dengus Leonar menyambar segelas air itu dan menandaskannya.

Sudah jam sepuluh malam ketika Leonar bangkit dari kursi kerjanya, ia tidak peduli Hota menahannya untuk pulang, pikirannya begitu penuh membuat tubuhnya merasakan sakit, setidaknya ia ingin melihat raut wajah Neira saat ini, mengunci dipenglihatan untuknya sendiri.

Rumah begitu sepi, padahal dalam benak Leonar dari tadi bertanya apa yang dilakukan Neira berada di rumahnya tanpa mama ada disana.

Harusnya Leonar tidak heran kalau Neira tidak berada dirumah, tapi hatinya menentang keras ke tidak acuhannya, ia mendapati ponsel milik Neira tergeletak di tempat tidurnya beserta panggilan dari Andreas terlihat muncul dilayarnya.

Apakah bagi Neira pernikahan mereka hanya sekedar permainan, hingga kini pun pasti Neira beranggapan seperti itu. Leonar mengingatkan hatinya, ia menghempas nafasnya benar-benar lelah. Tanpa berganti pakaian, pria ini menjatuhkan dirinya diatas pembaringan dengan ponsel milik Neira berada di genggaman.

Bagaimana ia membawa alur pernikahannya dengan Neira, akankah ia dapat meraih hati wanita itu hanya untuknya tidak lainnya.

--**---**,,**---

Dengan hati-hati Neira memasuki kamar Leonar. Malam tadi ia diantar Andreas pulang ke rumah kosan. Tidak mungkin saat itu Neira meminta untuk diantarkan ke rumah Leonar karena ia tidak ingin Andreas tahu apapun tentangnya setelah laki-laki tersebut pergi entah kenapa.

Karena ponselnya tertinggal di kamar Leonar, pagi ini sebelum berangkat kerja, Neira menyempatkan datang bermaksud untuk mengambilnya.
Mobil Leo tidak berada digarasinya, itu berarti pria tersebut masih belum pulang dari perjalanan bisnisnya.

Pandangan wanita ini tertuju pada nakas dekat pembaringan, benda yang dicarinya tergeletak manis disana. Tersenyum senang ia menghampiri.
" Kau disini rupanya" Ujarnya pada benda mati tersebut sebelum meraihnya.

" Pulang kemana tadi malam?" Suara berat itu persis berada disisi telinganya, hembusan nafas menerpa sisi leher Neira, reflek wanita ini berbalik tapi tubuhnya seolah menabrak benda keras dan membuatnya jatuh di pembaringan.

"Leo... " Suara Neira tercekat, matanya membulat, tangannya menggenggam erat ponsel yang tadi diambilnya. Wajah pria itu begitu dekat dengannya hampir tak berjarak, wajahnya basah oleh tetesan air dari rambutnya. Antara terkejut dan tidak siap dengan perlakuan Leonar, Neira menahan nafas sembari menutup matanya berharap ini adalah mimpi.

" Seharusnya kamu tidak pergi jika aku menginginkamu disini"
Desis Leonar ditelinga Neira membuat bulu kuduknya meremang saat lidah pria ini bermain di telinganya. Jemari Neira mencengkram seprei kuat, pria tersebut turun kelehernya gerakannya penuh amarah yang tertahan hingga ia mengakhirinya dengan mengecup leher Neira meninggalkan bekas kepemilikan disana.

Leonar tiba-tiba bangkit, menarik dirinya sendiri untuk tidak berbuat lebih, ia tidak ingin menyakiti Neira dengan membuat dirinya lebih tidak terkontrol.
" Keluarlah, kita sarapan" Serak suaranya terdengar.

Buru-buru Neira bangkit, menyadarkan dirinya kalau kali ini ia selamat. Sebenarnya ia merasa takut Leonar akan bertindak lebih jauh, tidak cukup siap akan hal itu. Harus memberikan satu-satunya hal berharga yang ia punya lantas merelakan pria itu meninggalkannya setelahnya sungguh membuat Neira begitu sakit.

Dering dari ponsel Neira menghentikannya untuk meraih grendel pintu, ia berniat akan mengangkatnya, tapi rengkuhan Leonar dari belakang membuat tubuhnya menegang, wanita ini terlalu bodoh untuk mendahuluinya tadi memudahkan Leonar untuk meraih tubuhnya kembali.

" Jangan lagi menemuinya dengan alasan apapun Nei"
suara itu begitu parau, Neira terdiam ia membiarkan kepala Leonar terbenam di ceruk lehernya berharap perlakuan pria tersebut tulus adanya, namun semakin lama Neira malah di dera gunda, menorehkan luka yang begitu menyakiti kalbunya. Neira mengepalkan tangannya saat merasakan ada sedikit gerakan dari pria yang saat ini mendekapnya dari belakang.

Meraih ponsel dari tangan Neira dan mematikan panggilan yang dari tadi dibiarkan tak terjawab. Leonar memutuskan panggilan tersebut, sisi ke egoannya sebagai seorang pria tersakiti dan ia tahu panggilan itu dari Andreas.

" Kamu bersamaku, tidak lainnya"
Leonar memberikan ponsel tersebut kembali dan melangkah keluar kamar, melepaskan tubuh Neira yang terpaku diam ditempatnya.

Apa sebenarnya yang ada dipikiran Leonar saat ini, membayangkannya saja membuatnya ngeri, apakah Leonar selalu mendapatkan apa yang dia ingini, ketenaran, kedudukan, harta dan wanita dengan cara yang ia suka, apapun itu untuknya sendiri. Dan apakah Leonar tahu tentang Andreas, juga semua tentang hubungan Neira dan laki-laki itu.

" Cepatlah Nei...apa kamu ingin sarapan yang lainnya"

Suara Leonar menghempas lamunan Neira, ia segera menyusul langkah pria itu keluar kamar, menemukannya menyiapkan dua piring diatas meja, ragu Neira menghampirinya. Ia bahkan tidak berani untuk bersuara.

---(Tbc....)

17-08-2019

Republish
30-06-2020

TOUCH MY HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang