Enambelas

716 24 0
                                    

Neira tidak mendengar apa kata Selina, ia hanya bisa menangis karena mimpi buruk yang baru ia alami, wanita ini menggenggam ponselnya erat, berharap itu adalah Edy orang yang benar-benar ia rindukan, satu-satunya keluarganya yang melalui hal yang sama dengannya, harus kehilangan kedua orang tua mereka tanpa tahu jasad mereka.

"Nei... Kamu tidak apa-apa? Apakah aku harus kesana? " Suara selina disebrang sana.

Neira menyusut air matanya dan peluh di kening serta di lehernya. Ia melihat pada ponsel di tangannya, suara selina terdengar.

"Jangan khawatir, aku tidak apa-apa, hanya merindukan kak Edy" Suara Neira serak.

"Aku akan kesana Nei.. "

"Aku tidak apa-apa Lin.. Tidurlah, besok saja kita bertemu"

Tanpa menunggu, Neira menutup panggilan sahabatnya, mimpi itu selalu mengganggu tidurnya harusnya ia tidak berkunjung ke rumah lama keluarganya, itu akan menyisakan trauma yang sebenarnya berusaha ia kikis dalam kesendiriannya.

Neira masuk ke kamar mandi dan membasuh wajahnya, ia berharap air itu dapat menenangkan hatinya.

"Nei... Pindah ke rumah kita ya?" masagge dari Leonar begitu saja masuk di ponsel Neira setelah kepergiannya yang tanpa kabar.

" Jam 2 pagi, apakah pria itu masih terjaga?"

---**---**,,**---

Turun dari pesawat, setelah mengambil barang, Leonar tidak langsung pulang ke rumah ia menuju rumah kosan Neira, entah kenapa hatinya merasa ingin kesana padahal ini sudah sangat larut.

Leonar mengurungkan niatnya untuk membuka pintu rumah kosan tersebut, ia punya kunci cadangan yang diberikan Neira padanya (Leonar mendapatkannya setelah ia mengancam Neira kalau ia akan datang keruangannya di ruang arsip atau di divisi keuangan setiap pagi untuk menciumnya, kalau Neira tidak memberikan kunci rumah kosannya pada Leonar).

Beberapa saat ia menunggu di depan pintu tapi ia ragu untuk memasukinya, tangannya sudah mencengkram kuat handle pintu saat suara tangisan Neira terdegar.

Leonar melangkah ke samping rumah kosan Neira dimana cendela kamar Neira berada, ia benar-benar ragu untuk masuk kedalam rumah karena, ia sendiri ragu untuk tidak melakukan hal yang tidak di inginkannya pada wanitanya.

Peluh membasahi kening dan leher Neira, ia bisa melihatnya dari cendela yang sedikit terbuka. Wanitanya itu menangis dalam tidurnya.

Rasanya ingin sekali Leonar menghambur masuk, memeluknya, mendekapnya memberikan perlindungan padanya, tapi ia tidak bisa karena selama ini Neira selalu menolaknya.

Tubuh Leonar bersandar pada sisi cendela, lama ia dalam posisi itu dengan hati yang carut marut tak menentu, hingga ia mendengar gemercik air dari dalam rumah.

Leonar melihat kembali kedalam kamar Neira lewat celah cendela, wanita itu tidak ada dikamarnya.

Tangannya meraih ponsel disaku jasnya mengetikkan sesuatu disana.

"Nei..pindah ke rumah kita ya?" pesan itu ia kirimkan pada Neira.

" jam 2 pagi, apakah pria itu masih terjaga?" lamat-lamat terdengar suara Neira.

Leonar mengacak rambutnya asal "iya Nei.... Aku priamu, lelakimu, suamimu... harusnya kamu katakan semua itu"

Sederet kata terurai di benak Leonar. Ia pun akhirnya melangkah meninggalkan rumah istrinya dalam diam.

Kenapa ia seperti seorang maling di rumah kosan istrinya sendiri, andai mama Anggela tahu ia bakalan habis dengan ceramahannya.

--**---**,,**---

TOUCH MY HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang