Neira meraup wajah dengan dua tangan, ia berjalan di belakang Hota mengikuti arah kemana pria muda itu melangkah. Kepulan asap tipis berbau gosong bertebaran membuat Neira sebentar menahan nafas. Seberapa parah Frentina membakar ruangan dapur yang dimaksudkan Hota hingga asap itu memenuhi lorong villa yang dilalui. Saat mereka menaiki tangga pun asap tersebut juga bertebaran di lantai dua.
Sungguh, seperti apa wanita itu bagi Leonar. Neira hanya sekilas pernah bertemu Frentina saat di mall dulu sehingga ia tidak bisa menamatkan wajahnya.
"Maaf, jika anda tidak nyaman dengan udaranya. Ruangan dapur hampir sepertiganya terbakar," jelas Hota seolah mengerti apa yang dipikirkan Neira saat ini.
Mengerjab, Neira masih terdiam tenggelam dalam pikirannya sendiri, apakah Leonar tidak akan marah jika ia menemui Frentina nanti, tapi ada hal yang ingin dipastikan Neira, bertemu dengan wanita itu yang katanya ingin menghancurkan keluarga Liam sungguh keinginan terbesarnya, ia tidak peduli bahwa Leonar menyimpan wanita bersuami itu di sebuah villa yang begitu megah bak istana ini, terlepas hubungan mereka terlalu istimewa atau tidak.
"Kita sudah sampai nona," Hota berhenti di depan sebuah pintu besar sebuah kamar, Neira hanya tersenyum menanggapi Hota yang sudah menatapnya ragu.
"Apa pintunya terkunci?"
Hota menghempas nafasnya, ia hanya ingin menghentikan Neira untuk memasuki kamar itu, tapi sepertinya ia tidak dapat mencegah keinginan dari istri tuannya ini.
"Apa sebaiknya anda tidak istirahat dulu dan menunggu kedatangan Mr. Leo?" Hota mencoba mengalihkan meski ia tahu hanya akan sia-sia.
"Berikan kuncinya, aku berjanji tidak membunuhnya."
Hota tercenung sebentar, ia menutupi kegugupannya bahwa ia sendiri yang akan mati ditangan Leonar kalau terjadi apapun pada wanita yang tetap kukuh ingin memasuki kamar yang sengaja ia kunci dari luar itu.
Dengan berat Hota akhirnya mengambil kunci kamar Frentina dari sakunya dan memberikannya pada Neira.
"Terimakasih," Neira meraihnya tanpa ragu dan melangkah mendekati pintu menyingkirkan Hota yang berdiri menghalangi.
Sekali putar, Neira membuka pintu di depannya dan seketika itu sebuah vas bunga porselen melayang mengenai pelipisnya.
"Nona!" Hota tidak sempat menyadari bahwa vas itu melayang dan mengenai Neira, ia ingin melihat keadaan kepala wanita itu akan tetapi orang yang ia khawatirkan langsung memasuki ruangan di depannya dan menutup pintu serta menguncinya.
Hota mengangkat kepalan tangannya, sungguh ia akan dibunuh Leonar telah membiarkan kedua wanita itu bertemu, apalagi kalau terjadi apapun pada Neira nanti. Harusnya ia mengajak Neira menuju kamar lainnya dan membujuk Neira untuk menunggu Leonar sebelum menemui Frentina. Hota mengacak rambutnya gusar sebelah tangannya berkacak di pinggang.
"Kamu bisa hentikan pekerjaan di dapur sebentar?" Sebuah tepukan di pundak menyentak Hota, ia mendapati Marco berdiri disampingnya dan segera menyeretnya turun tanpa memberinya waktu untuk menolak.
"Saya masih menunggu nona Neira," Hota mencoba menahan kakinya agar tidak mengikuti langkah Marco yang membawanya paksa.
"Apa yang kamu tunggu, itu persoalan wanita. Apa kamu ingin menguping?" Marco tidak sedikit pun memberi celah untuk Hota menghindar.
"Kalau ada seorang dokter diantara mereka suruh untuk mengobatiku segera!"
Hota meringis menahan sakit, cekalan Marco cukup kuat di lengan. Apa Marco tidak bisa menghentikan sendiri orang-orang yang memadamkan api di ruangan dapur sehingga ia menyeret Hota sedemikian rupa. Apa laki-laki ini memang selalu berbuat sesukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH MY HEART
General FictionKata orang pernikahan adalah hal yang sakral, ikatan yang suci untuk menyatukan hati dan jiwa dua insan. Tapi apa kata Leonar membuat hati Neira benar-benar kehilangan tautan. Ia tidak ingin pulang kerumah pria itu setelah dengan seenaknya menikahi...