38

599 26 1
                                    

Sudah hampir setengah jam menghabiskan waktu mencari dokumen diruangan arsip membuat kepala Leonar sedikit pening, mungkin efek hanya tidur beberapa jam habis subuh tadi.

Tangannya bergerak menekan belakang lehernya yang terasa sakit, selesai ini ia harus menghentikan Hota untuk memaksanya bekerja, bukankah ia bos disini, lantas kenapa selalu saja Hota yang lebih berkuasa mengaturnya. Itu benar-benar sangat salah.

Brak....

Seketika Leonar tertarik pada suara yang barusan didengarnya, disana Wanita itu jatuh terduduk. Sesaat Leonar tidak bergeming mengamatinya. High hill itu lagi yang sepertinya membuatnya jatuh, tapi entah mengapa gestur tubuh wanita itu seperti ketakutan, apa yang ada di pikirannya saat ini. Neira terlihat mengepalkan tangannya dan memejamkan matanya erat.

Tersenyum Leonar menaruh dokumen yang dibacanya ketempat semula dan menghampiri Neira yang masih dalam posisisnya.

" Manusia atau hantukah disana?" Gumaman wanita ini masih bisa didengar Leonar, Wajahnya terlihat pucat walau ia memalingkan wajahnya Tanpa membuka mata.

" Apakah kamu pernah bertemu hantu setampan aku?" Berjongkok Leonar meraih wajah wanita yang kehadirannya melenyapkan rasa peningnya itu.

" A.. A... Apakah tuan hantu bisa memberiku sedikit waktu untuk meminta maaf pada suamiku sebelum tuan hantu memakanku?" takut-takut Neira mengurai katanya. Tangannya masih mengepal diatas lantai menopang tubuhnya yang gemetar ketakutan. Mungkin ia merasa tangan Leonar begitu dingin menyentuhnya.

" Hei, apakah kamu setakut itu dengan yang namanya hantu?"

Neira perlahan membuka matanya dan menemukan Leonar berjongkok didepannya dengan tangan yang masih menangkup sebelah pipinya serta sedikit senyum tersembul di sudut bibirnya.

Duh gusti, ini sangat memalukan sekali. Runtuk hati Neira menyesali kelakuannya.

Leonar meraih kaki jenjang Neira yang masih pasrah diatas lantai dan sekali hentakan melepas kedua high hill yang dipakainya.

"Apakah itu lucu?" Neira membuang rasa malunya dengan menggembungkan pipinya.

" kamu sudah sebesar ini kenapa takut dengan hantu? Ada ya orang kayak kamu" Merasa lega karena Neira tidak kesakitan ketika Leonar melepas sepatunya, jemari besarnya memutus hak sepatu tersebut yang patah dua-duanya.

" Tidak semua orang dewasa berani seperti anda, ada kebanyakan mereka takut akan suatu hal yang bagi orang lain akan menimbulkan pertanyaan kenapa harus takut hal seperti itu" Neira meraih sepatunya dari tangan Leonar, sementara pria ini melempar apa yang diputuskannya tadi pada tempat sampah dibelakang Neira. Sungguh wanita yang tidak biasa, batin Leonar meraba.

" Hmm, tapi aku dengar tadi kamu akan minta maaf padaku, minta maaf untuk apa?" Leonar meraih pinggang wanita tersebut dan membantunya berdiri didepannya.

" Apakah harus ada alasannya?" Membiarkan Leonar masih melingkari pingganggangnya, Neira seolah membuang kecanggungan pada dirinya berusaha menerima perlakuan pria ini sebagai perlakuan yang normal untuknya.

" Apakah kamu sudah memutuskan akan tinggal bersamaku?" Menatap manik mata Neira, ia tidak ingin melepasnya karena merasakan debaran jantung wanita ini yang begitu cepat di dadanya.

" Masih aku pikirkan" Wajah Neira bersemu merah menetapkan hati Leonar untuk terus mengejarnya.

" Memikirkan apa lagi? Atau memang kamu suka dengan pemaksaan?" Begitu dingin suara Leonar, tstap matanya mengelam dan itu membuat Neira ngeri apalagi posisi mereka sekarang tak berjarak.

"Asy.. Kenapa disaat seperti ini" umpat pria ini dalam hati. Sudut matanya menangkap sesuatu yang bergerak disamping mereka berdiri. Dengan gerakan cepat Leonar meraih belakang kepala Neira merengkuh dipelukannya dan membawanya menghindari dokumen-dokumen yang mulai berjatuhan.

Tubuh Neira menegang merespon sentuhan cepat pria ini dibelakang kepalanya, tubuhnya seketika ringan melayang dan BRUAK!!!BRUAK!!

Memicingkan mata, tangan Leonar masih memeluk tubuh wanitanya yang kini berada diatasnya, karena menghindari rak buku yang roboh disana sehingga tanpa pemberitahuan Leonar membawanya menghindari itu dan akhirnya mereka kini terkurung di sudut tembok terhalang oleh tiga rak yang tiba-tiba roboh tadi.

" Nei.. Kamu baik-baik saja?" Bisik Leonar tertahan karena merasakan sakit yang sangat di lengannya.

Ada pergerakan kecil dikepala Neira yang masih ada dalam pelukannya dan itu membuatnya sedikit lega.

" Aku baik, tidak apa" Suara Neira lirih.

Melepas tangan perlahan, Leonar menemukan Neira mengangkat kepalanya, sepertinya wanita ini benar-benar syok dengan yang barusan terjadi, pelan ia turun dari tubuh Leonar dan duduk disebelah pria ini yang masih terbaring dilantai.

Wajah Leonar memerah saat ia mencoba bangkit dan cepat bersandar pada dinding di belakang mereka. Ia mengira hanya lengannya saja yang cidera tapi punggungnya juga terasa begitu ngilu.

" Terimkasih" Masih Lirih Neira terdengar bersuara, matanya mengamati beberapa rak yang roboh dan dokumen yang jatuh berserakan.

" Asy... Tidak perlu sedih begitu, aku akan membantu membereskannya, bukankah itu akan meringankan pekerjaanmu" Hibur Leonar mendapati wajah sendu wanitanya.

" Kamu tidak apa-apa kan? Lantas bagaimana kita keluar?" Nada kecemasan tersirat dari suara Neira.

"Kita bermalam disini kalau tidak ada seseorang yang menyadari kita terjebak disini"

" Ah, aku tidak ingin bertemu hantu" terasa tangan Neira memilin ujung jas Leonar.

Meloloskan nafas panjangnya, Leonar benar-benar menyadari kegelisahan wanitanya.

" Disini aman hunny...tidak ada orang yang mencelakai kita, itu hanya kecelakaan karena perawatan rak dokumen yang kurang kita perhatikan" Leonar membenarkan posisi duduknya sembari memastikan apakah pungungnya sudah baik-baik saja atau masih nyeri yang ia rasa.

" Bisakah kamu menghubungi pak Hota atau lainnya?" Wajah Neira memelas, sepertinya ia tidak ingin bermalam disini dan melewatkannya bersama Leonar.

" Ada imbalannya?" Leonar sangat beruntung mendapat permintaan itu dari wanita yang sulit untuk di luluhkannya, kalau wanita lainnya tidak akan sesusah ini ia akan mendapatkannya.

" Kau!!!... Ah, apa maksudmu?"

"Harus ada imbalannya Hunny" Leonar menatap penuh harap.

" Mmm.. Apa itu" Ragu Neira menguntai penasarannya, ia juga tidak ingin lebih lama di dalam ruangan yang pengap dan berantakan itu.

" Kamu bisa menciumku sekarang"

" Ah, apa?!" Terbelalak, kenapa Leonar menjadi mesum jika mereka hanya berdua.

" kalau tetap tidak mau, kita terpaksa bermalam disini saja, toh tidak ada yang melihat aku bersamamu" Leonar memandang kearah rak-rak di depannya, memastikan kalau Neira tidak menyadari kalau ia sangat senang dengan wajah Neira saat ini

" Dimana?"

Leonar menunjuk bibirnya dengan telunjuknya, ada senyum kemenangan disudut bibir itu.

Neira menelan ludah, agak ragu wajahnya mendekat pada pria yang penuh trik ini, menipiskan jarak diantara mereka. Tapi ia benar-benar sangat ingin keluar dari tempat yang begitu mengerikan itu baginya.

Tbc............

The last of marc 2020

At the night

Ramadzan Ke-5
Nailatun Nahda Elfarosi.

TOUCH MY HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang